Hafizhah-17

93.1K 6.7K 98
                                    

"Manusia hanya bisa ikhtiar dalam menjemputnya jodohnya, tetap saja Allah yang menentukan dengan siapa dia pantas bersanding nantinya"

—H&H—

Siang menjelang sore di kota pahlawan Surabaya. Hafiz baru saja menyelesaikan makannya bersama Ryan. Malam ini ia akan menetap di sana untuk ber istirahat sebelum besok kembali melanjutkan penerbangan ke Jakarta.

"Alhamdulillah." pria itu menghabiskan air putih yang sudah tersedia setelah makanan penutupnya.

Hafiz yang sibuk membersihkan sisa makanan di bibirnya, terdiam gugup. Di salah satu meja makan, ternyata Riska tengah sibuk memperhatikannya.

Setelah menemukan benda yang di carinya, Hafiz hendak pergi dari sana "Saya sholat ashar dulu,"

Ryan yang sedang mengabari istrinya lewat pesan singkat, mengikuti Hafiz pergi ke Mushola "Istri khawatir terus bawaanya, pesan di Whatsapp sampai puluhan." curhat Ryan masih sibuk membalas pesan-pesan dari istrinya itu.

"Pekerjaan ente bukan sembarang pergi pulang layaknya pekerja kantoran. Wajar saja yang di rumah khawatir, kita memiliki waktu luang untuk keluarga hanya satu hari dalam seminggu. Itu pun belum masalah lain yang di hadapi di atas sana." Hafiz melirik ke arah Ryan.

Ryan memberikan tepukan pada lengan Hafiz sebagi tanda ia menyetujui balasan pria itu "you are right!"

"Lo udah baca suratnya?" Ryan mengalihkan pembicaraan.

Hafiz menggeleng pelan, padahal ia sudah berniat ingin membacanya "Takut nantinya buat saya tidak fokus bekerja, biarkan saya memperjuangkan apa yang saya  inginkan lebih dulu. Urusan seperti itu.."

"Bisa di tunda," Ryan menyela pembicaraan "Seandainya lo di tempatkan pada posisi dimana lo harus memilih di antara melepaskan orang yang lo sayang demi kebahagiannya, atau mempertahankan tetapi melukainya."

"it's not a difficult choice. Karena semua orang menurut saya akan memilih pendapat yang pertama." demi kebahagian orang yang di cintainya, lebih baik melepaskan. Termasuk nanti ketika ternyata Haura akan memilih seseorang yang membuatnya bahagia, maka Hafiz tak perlu memperjuangkannya lagi.

🕊🕊🕊

Malik menatap adiknya itu penuh tanda tanya, bagaimana tidak? Wanita itu tiba-tiba datang ke hadapanya dengan raut wajah kesal.

"Jangan menyimpulkan sesuatu tanpa meminta persetujuan dari Haura, kehidupan ini akan Haura yang jalani, bukan Abang. Karena Abang menginginkan Galih menjadi pendamping Haura, apakah abang pantas memaksakan Haura dengan cara seperti itu? Meminta Mas Galih mengkhitbah Haura cepat." jelas Haura yang baru memiliki keberanian.

Malik mengerti, pantas saja Haura marah, karena alasan itu "Dari mana kamu tau?"

Haura mendengus kesal "Haura mendengar pembicaraan abang dan Mas Galih."

Haura tidak ingin menyesal nantinya menerima pria itu bukan karena keinginan hatinya, tapi karena keluarganya. Haura tak ingin menjadi anak durhaka, entah bagaimana ia bisa menjelaskan bahwa ia sama sekali tak memiliki hati pada Galih.

"Sekarang abang tanya, apa alasan kuat kamu ingin menolaknya? Sedangkan kamu tidak mengenalnya lebih jauh?" Tatapan pria itu seperti mengintimidasi adiknya sendiri.

Dan Haura tidak bisa menjawab, suaranya bak terasa tercekat di tenggorokan ingin memberikan alasan itu. Sampai akhirnya ia lebih memilih diam.

"Kenapa diam? Berikan abang alasan kamu menolak Galih itu karena apa?" Malik kembali bertanya.

Hafizhah [sudah terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang