Part 10

4.1K 337 4
                                    


Bora's POV

Mataku agak berat saat aku mencoba untuk membukanya, tapi aku tidak mau menyerah karena aku sangat ingin terbangun dari mimpi anehku ini. Mimpi menggelikan yang bahkan aku sendiri sampai merinding dibuatnya. Kau tahu aku mimpi apa? Aku bermimpi kalau aku sedang melahirkan, lalu ada Jimin di sampingku, menyemangatiku dan kemudian mengecup bibirku karena aku telah berjuang.

Menggelikan bukan?

Eh tapi sebentar kenapa bagian selatanku ngilu ya? Dan lagi tubuhku lelah sekali, seperti habis berenang menyusuri sungai Han berkali-kali tanpa henti.

"Kau sudah bangun?" suara seseorang yang sangat familier membangunkanku. Membuatku terperanjat dan membuka kedua mataku secara paksa untuk memastikan ini semua bukan mimpi.

Hal pertama yang kulihat saat aku membuka kedua mataku adalah...Park Jimin. Ia duduk tepat disamping kasur tidurku dengan sebuah majalah otomotif ditangannya. Saat mata kami bertemu ia langsung berdiri dari duduknya dan membelai pipiku sambil tersenyum.

"Aku..." reflek aku melihat sekelilingku. Ruangan dengan warna putih yang mendominasi dindingnya, ada tanaman hias di pojok ruangan serta sofa sedang di bagian lainnya. "...dimana?"

"Kau tidak ingat?"

Mataku masih menerawang mata Jimin, mencoba mencari jawaban di manik indahnya itu. Karena aku tidak kunjung menjawab, Jimin melanjutkannya.

"Kau baru saja melahirkan dua bayi, dan kau lupa?"

Seketika itu aku memegang perutku yang kini 'agak' rata.

"What the..." kata-kataku mengambang, masih mencoba memproses apa yang baru saja terjadi.

"Jadi bukan mimpi..." bisikku yang ternyata masih tetap terdengar pada telinga Jimin.

"Iya, ini semua bukan mimpi. Bagaimana bisa kau mengira ini semua mimpi?" tanyanya dan kini sudah memposisikan dirinya untuk duduk dikasur bersamaku.

"Karna...aku, kemudian kau..." aku bingung harus memulai cerita dari mana. Memulai dari bagian dimana aku tidak gugup. "lupakan saja." kataku akhirnya.

Berani sekali Jimin menggunakan kesempatan itu untuk menunduk sebelum mengecup keningku. Ia masih tersenyum dengan sangat manis, matanyapun tidak terlepas dariku.

"Kau sungguh luar biasa, Kim Bora. Kau akan menjadi ibu yang baik untuk Wonho dan Wonwoo."

Ucapannya terasa lebih manis dibandingkan dengan senyumannya. Tapi mungkin memang segala sesuatu tentang Park Jimin terasa manis karena itulah yang dirasakan oleh jantungku saat ini. Detaknya semakin tak menentu dan pipiku memanas karena malu.

Dan apa lagi itu? Wonho dan Wonwoo? Apakah ia sudah menentukan nama kedua bayiku sebelum aku menyetujuinya?

Tatapan mata kami terputus saat pintu kamar terbuka dan memperlihatkan sosok Yoongi yang masuk. "Oh, maaf. Harusnya aku mengetuk."

Oke, mungkin ia menyempilkan kata maaf disitu, tapi wajahnya sama sekali tidak menunjukkan kalau ia merasa bersalah sudah masuk tanpa mengetuk.

"Tidak apa. Lagi pula aku harus kembali dulu." Kata Jimin yang reflek membuatku bertanya.

"Kemana?"

"Aku harus pulang dan berganti pakaian. Tadi pagi karena terlalu terburu-buru aku bahkan tidak menggunakan sandal."

Jimin memperlihatkan kaki polosnya itu sebelum kemudian berdiri. "Karena dokter Min sudah disini, aku akan keluar sebentar."

Tepat sebelum ia pergi meninggalkan kami, Jimin kembali menunduk dan mengecup pipiku sambil berkata, "Aku tidak akan lama."

Jimin Appa!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang