Mengenal Rasa

66.7K 3.1K 84
                                    

Ini, bukan masalah siapa yang akan berakhir kalah.
Ini hanya tentang rasa, nan tumbuh dan bergejolak tanpa terasa.
Selebihnya, ini hanya tentang kita yang tak lebih dari sekedar pundi-pundi luka.

***

     Seperti biasa, pagi Karin tidak ada bedanya. Setiap hari selalu menghabiskan tenaga untuk membangunkan Richard. Pasalnya lelaki itu paling susah untuk dibangunkan.

Setelah memastikan semuanya siap, Karin bergegas kekamar sebelah yang notaben adalah kamar milik Richard. Kamar ia dan sepupunya itu hanya terpisah tembok tebal ditengahnya.

     "Richard bangunn!!!!!" teriak Karin tepat ditelinga sepupunya itu.

Tidak ada balasan atas usaha membangunkan Richard. Setelahnya Karin berpindah tempat. Menduduki tubuh lelaki itu dengan tangan kanannya ia biarkan bebas memukul kepala Richard dengan bantal.

     "Apa sih Rin!!" erang Richard gusar.. Paginya selalu sama, teriakan Karin yang selalu memekik telinganya.

     "Udah mau jam tujuh, bangun gak. Kalau enggak gue laporin nih ke Tante," ancam Karin brutal.

Hal tersebut sukses membuat Richard menggeram. Karin selalu tau kelemahan-nya.

     "Iya, sana pergi," seru Richard ogah-ogahan.

     "Enggak, sampai lo masuk wc!" balas Karin tidak terima.

Richard pasrah, untuk kemudian menghentak kakinya kasar memasuki wc. Dengan Karin yang sudah tersenyum puas kearahnya.

     Setelah memastikan sepupunya itu masuk, Karin memekik riang, "Gue pergi sekolah dulu, bayy." katanya bersemangat.

Ketika sampai diruang tengah Tante Sisca dan Om Anton sedang berbincang seraya melahap sarapan-nya dimeja makan. Seperti itulah keseharian kedua orang tua Richard. Mungkin karena terlalu sibuk dengan pekerjaan-nya membuat Richard menjadi nakal seperti saat ini, walaupun tak memungkiri seluruh jerih payahnya untuk anak semata wayangnya itu.
 
     "Rin kamu gak sarapan dulu?" tegur Tante Sisca ketika dilihatnya Karin tengah memasang sepatu.

     "Enggak Tante, nanti aja disekolah, tadi Karin udah bangunin Richard." jelasnya senang.

     "Yasudah hati-hati, ntar uang jajan nya om transfer ya. Sekalian punya Richard, Karin aja yang pegang dia boros." Sambung Om Anton antusias.

Ketika ikatan terakhir sepatunya sudah rapi Karin menyalami kedua orang tua Richard yang notaben adalah Tante dan Omnya. Kedua orang tua itu sudah dianggapnya seperti orang tua sendiri. Kemudian ia kecup pipi Tante Sisca seraya berlalu meninggalkan ruang makan. Menuju pagar depan rumahnya yang sudah ditunggu oleh Pak Prapto disana.

     Selamat diperjalanan menuju sekolah, ucapan Raka mengenai Richard semalam, kembali terngiang dikepalanya, namun berusaha Karin tepiskan.

Karin terlanjur bingung memulai pertanyaan itu dari mana, ketika akhirnya permintaan Raka agar selalu menunggu digerbang dan ingatan mengenai sang pentolan yang ingin menghapal wajahnya membuat Karin semakin sulit mencerna segalanya. Dan yang paling kentara, bagaimana Karin dapat memulai harinya. Tapi entah kenapa, permintaan Raka tersebut tetap saja di turutinya.

    Dan yang tidak Karin ketahui, ketika ia pamit untuk bergegas pergi. Richard keluar dari wcnya, kemudian meneparkan diri kembali diranjangnya. Lelaki itu masih ingin terlelap lebih lama, karena terlanjur lelah menghadapi pertempuran kemarin. Dia bahkan tidak peduli jam berapa akan bergegas ke sekolah. Pasalnya kedua orang tuanya merupakan donatur terbesar di SMA Galaksi. Kehadirannya bahkan tidak mempengaruhi kelasnya.

ALARIX ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang