Perlahan

61K 2.7K 72
                                    

Pada ego yang terus tersisisir, tidak menyangka ini akan berakhir.
Sampai aku paham bahwa hadirmu rupanya menjadi penenangku.
Bertolak belakang dengan hadirku. Rupanya merusak keseharianmu.
Mungkin benar, ada yang menerima namun enggan mengakui.

***

     Diarea parkir kelas dua belas, Raka duduk diatas ninja miliknya. Dia masih memperhitungkan omongannya sejak tadi.

Beberapa orang sibuk menyapa, namun tidak terlalu dihiraukan-nya. Ke-empat sohib-nya yang lain sudah berlalu lebih dulu. Tidak ada masalah, bagi Raka yang terpenting saat ini, dia harus bertemu gadis yang tengah berusaha ia pahami.

Ketika didapatinya Karin tengah berjalan menuju parkiran, langsung dia hampiri gadis yang sejak tadi sudah di tunggu-nya.

"Kenapa lagi?" seru Karin langsung.

"Pulang sama gue."

"Gue bisa pulang sendiri."

"Jadi, itu mau lo?"

Karin terdiam sejenak . Memperhitungkan seberapa fatal akibatnya jika ia benar-benar berani menolak permintaan Raka.

Akhirnya dengan setengah memaksa ia meralat kembali omongannya. Menolak tinggi egonya. Dan pasrah seperti biasanya.

"Yaudah gue ikut. Suka bener sih ngancem orang."

Sontak gerutu Karin membuat Raka sedikit tertawa. Hanya sedikit, sebab bisa dipastikan selalu ada ketenangan dalam raut wajah sang pentolan tersebut.

"Tapi ajakin gue makan. Laper nih" kata Karin mengeluh.

Tak ada jawaban disana, Raka hanya menderu laju ninjanya, namun dari balik helm yang menutupi hampir semua wajahnya, Raka terkekeh. Gadis dijok belakang, mampu membuat harinya sedikit berwarna.

Satu hal yang Raka simpulkan, dibawah jalanan Jakarta dengan pekatnya langit berwarna jingga. Dengan seseorang yang tak pernah dia bayangkan. Seseorang yang tiba-tiba saja hadir entah sebagai pelengkap ataukah hanya sekedar persinggahan sementara. Mereka mengarungi sebagian Jakarta, dalam sebuah rasa yang masih saling menata.

***

Karin menolak untuk pulang kerumah, jadi berkunjung kerumah sahabat-nya adalah pilihan terakhir Karin.

"Rak, antar gue kerumah temen aja ya."

"Rak. Rak. Rak pala lo. Emangnya gue rak sepatu."

"Apa emangnya. Alarix?"

"Nggak! Cuma orang tertentu yang manggil gue begitu. Dan lo bukan salah satunya!"

"Siapa?"

"Gak ada untungnya buat lo tau."

"Orang nanya doang." desis Karin.
Kemudian melanjutkan "Yaudah ayo anterin gue."

"Lo gak dicariin orang rumah? udah malam." Raka bertanya khawatir.

"Engg-- gak kok. Gue udah izin." kata Karin berbohong.

Raka kemudian menderu pelan motornya. Menunggu Karin yang sepertinya tengah mengetik sesuatu.

"Siapa emang teman lo?"

ALARIX ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang