3

43 4 3
                                    

Pagi-pagi, Ciara sudah dibuat bingung dengan kehadiran Bu Marni di kamarnya. Setahunya, ia telah membayar uang kos untuk tiga bulan ke depan. Gadis itu tidak membuat masalah apapun di rumah tersebut.

Bu Marni duduk di kursi belajar, sementara Ciara duduk di ranjang yang seprainya masih kusut. Hatinya berdebar resah, jika Bu Marni tiba-tiba memintanya keluar dari kamar tersebab alasan lain. Ia masih belum mau mencari tempat kos lain, juga kembali ke rumah Tante Lena.

"Tadi, Tantemu datang ke sini." Bu Marni menyodorkan tas merah jambu berukuran besar.

"Ini apa, Bu?"

"Titipan dari Tantemu. Subuh-subuh dia datang Cuma buat ngasih ini," jawab Bu Marni, menatap Gadis yang terlihat pucat itu, lembut. "katanya, kamu jangan biasakan bangun terlalu siang."

Ciara tertunduk dengan senyum canggung. Kebiasaan buruknya sampai juga pada sang pemilik tempat kos yang sudah menganggap Ciara seperti anaknya sendiri. Rupanya Tante Lena masih mengawasinya, ia memang tidak pernah main-main dengan ucapannya. Tante, bikin malu aja. Batin Ciara.

Ia segera membuka tas yang masih hangat itu, sepeninggalan Bu Marni. Sebuah kotak makan besar yang terasa panas saat disentuh, botol minuman yang terisi penuh oleh susu, tiga kotak jus kemasan, dan sekotak sereal. Sepertinya Tante Lena tahu, keponakannya memang jarang sarapan karena malas membuatnya.

Nasi goreng kecap, dua telur mata sapi, dan empat potong nugget ayam menjejali kotak makan yang dibukanya. Aroma makanan itu berhasil membuat Ciara semakin lapar. Tetapi makanan sebanyak itu tidak mungkin dihabiskannya sendiri. Bayangan Reza berkelebat di kepalanya.

"Halo!" suara seorang lelaki terdengar sumringah saat mengangkat telpon Ciara.

"Za, Lo jangan dulu sarapan, ya!"

"Lo, udah gak marah lagi, sama gue?"

"Siapa yang marah? Kemarin gue Cuma BT. Udah, gak usah banyak ngomong. Pokoknya, Lo jangan dulu sarapan, ya!"

"Emang, kenapa? "

"Tante gue, kirim makanan banyak banget. Jadi, Lo sarapan bareng gue aja."

***

Reza tersenyum menatap ke arah jendela. Sukur jika Ciara tidak marah. Semalam, ia hampir tidak dapat tidur memikirkannya. Gadis itu menolak ajakannya untuk pulang bersama. Tetapi pagi ini, ia kembali mendengar suara riang Ciara. Lelaki itu selau merasa gusar bila sehari saja tak mendengar suaranya. Entah mengapa.

"Hey, kesambet, lo?" tanya Riko, heran dengan tingkah temannya yang tersenyum sendiri hingga salah mengambil buku yang akan dimasukan ke tas

"Apa, sih?"

"itu buku gue mau lo apain?"

"Eh, sorry, Bro." Reza memberikan buku Riko yang langsung diambilnya dan segera turun ke luar kamar untuk mencari sarapan. Ia tidak mengajak Reza sarapan bersama, karena sudah tahu, teman sekamarnya akan sarapan dengan orang lain.

Reza duduk di samping Ciara yang tengah mebuka kotak biru berukuran besar, di teras rumah Bu Marni. Aroma sedap menelusup hidung. Ciara memberikan sendok makan pada laki-laki berseragam putih abu di sampingnya.

"Kita makannya satu misting bersua aja, ya. Soalnya gue gak punya piring."

"Gak apa-apa," sahutnya, menyantap makanan. Entah mengapa, hari ini ia sangat senang.

"Za, lo tau gak, kalo yang nyaranin Bu Selvi buat ngumpulin handphone kemarin itu, bukan Tania."

"Terus, siapa?" tanya Reza dengan mulut dipenuhi nasi.

Sure I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang