14

38 1 0
                                    

Jantung Ciara berdebar tidak karuan. Ia segera berlari menuju kamar kosnya saat melihat mobil Tante Lena terparkir di halaman kosan. Ia juga melihat Nick di dalam mobil itu. Wajahnya terlihat muram, seperti menyesali sesuatu. Ciara yakin ada sesuatu yang tak beres.

Ada banyak sketsa gaun yang belum ia rapikan di kamarnya. Jika Tante Lena tahu, maka hancurlah semua mimpinya.

Tubuh jangkung itu berdiri kaku di ambang pintu, menatap serpihan kertas yang sudah tercerai dan berserakan di lantai. Seorang perempuan anggun berpakaian formal sudah berdiri tegak menghadap ke jendela, memunggungi gadis itu.

Ciara meleseh perlahan, lalu memunguti serpihan kertas itu. Ia masih dapat membaca beberapa kata yang terpisah dari barisannya. Dadanya sesak saat mendapati tulisan seleksi.

"Tante, kenapa kertasnya di robek?"

Wanita berambut sebahu itu tetap bergeming. Ciara bangkit dan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Sketsa fashion yang ia tempel di dinding raib entah ke mana. Mungkin juga kertas-kertas bergambar itu menjadi korban kemarahan Tante Lena.

"Tante!" Suara Ciara naik beberapa oktaf. Gadis itu mengguncang lengan tantenya, dengan mata basah.

"Tante jawab!"

Butiran bening meluncur lembut dari manik mata Tante Lena. Ciara memandangi wajah yang terlihat sendu itu. Wajah asia setengah barat yang entah berapa kali selalu terlihat galak, apabila Ciara melakukan pembangkangan.

"Apa salahnya kalo punya mimpi jadi desainer?"

Tante Lena menoleh pada anak gadis yang sudah dibesarkannya itu. "Apa salah mempertahankan seorang anak dari pelukan?" ujarnya, menatap Ciara lemah.

"Kamu tahu, Tante enggak mau kehilangan kamu, Ciara. Perlahan kamu pergi dari rumah, sekarang kamu akan lari dan meninggalkan Tante? Apa kamu juga berpikir untuk melupakan Tante?"

"It's not like what you think," sergah Ciara. "Aku cuma mau meraih mimpi. Aku enggak berniat sedikitpun meninggalkan Tante. Because I love you."

Gadis itu mendekap tubuh ramping di sampingnya. Mana mungkin ia pergi dari wanita yang sudah rela kehilangan kesempatan menikah demi mengurusnya. Ia wanita tegar yang setiap hari berusaha menjadi ayah dan ibu untuk dua bocah yang kehilangan orang tuanya.

Sejauh apapun Ciara melangkah, hatinya tetap berada dalam dekapan Tante Lena, dan ia akan selalu memeluknya. Ciara tidak akan sanggup pergi dari kehangatan Tante Lena, dan ia akui itu.

"Come on. Understand me," katanya lirih.

"Tapi Ciara, Tante enggak mau kamu pergi ke Milan seperti Nick. Tante enggak mau kamu jadi desainer karena ...." Bahu wanita itu terguncang, dan ia terisak sehingga tidak mampu melanjutkan bicaranya.

Ciara melepas pelukannya dan menatap Tante Lena. "Karena apa?"

"Karena Tante enggak mau kamu seperti ibu kamu, yang meninggalkan kewajibannya demi panggung fashion."

Ciara terhenyak saat mengetahui pengakuan dari perempuan berkarir cemerlang itu, bahwa ibunya masih hidup. Wanita bernama Belinda itu melahirkan Ciara saat sedang mengikuti pameran busana di New York. Ia tidak mau kehilangan karirnya, dan meninggalkan bayi merah yang baru lahir yang hanya ditunggui perempuan delapan belas tahun dan bocah lima tahun, di rumah sakit, di New York.

Ayahnya seorang fotograper dan tidak tahu sama sekali, jika Ciara lahir karena tiga bulan ia menghilang ditelan Milan.

Sebelumnya, perempuan bernama Carolena Haris itu mengira, bahwa Belinda akan kembali setelah urusannya selesai. Ya, seminggu setelah itu, Belinda kembali dan mengemasi barangnya untuk bekeja di perusahaan yang mengontraknya, di Milan. Ia menitipkan bayi dan bocah lima tahunnya pada sang adik yang sedang sibuk menempuh pendidikan di universitas. Wanita tega itu memberi Lena 900 dolar untuk menyukupi keperluan dua anaknya. Parahnya, hingga kini ia tidak pernah mencari anaknya.

"Tante enggak bohong, kan?"

Gelengan kepala Tante Lena telah menjatuhkan Ciara ke jurang paling dasar, yang gelap dan pengap, sehingga ia begitu sesak. Kenyataan sudah benar-benar mengoyak hatinya yang sudah robek menjadi semakin tak berbentuk. Gadis itu tidak sadar, matanya sudah menjadi telaga yang mengalirkan derasnya air asin ke pipinya.

"Mungkin setelah kamu tahu, kamu akan mengerti. Tante tidak akan menghalangi lagi mimpi kamu. But please, don't leave me. Dan lakukan semua dengan tanggung jawab."

Ciara memeluk Tante Lena. Ia masih terkejut dengan apa yang baru saja diketahuinya. Satu hal, kenapa semua orang kompak memberikan kejutan padanya? But life must go on. Sebanyak apapun kejutan buruk menghampiri, Ciara tetap Ciara yang tidak mau ambil pusing.

Ia sudah melupakan keinginannya untuk bertemu orang tuanya, sesari dulu. Toh, mereka tidak pernah hadir ke kehidupan Ciara sedikit pun. Bahkan ia tidak pernah melihat wujud nyata mereka. Ia seperti gadis yang keluar dari coklat dan ditemukan Tante Lena. Urusan sketsa yang dirobek, ia masih bisa membuat lagi. Baginya inspirasi tidak datang satu kali. Selama tekadnya kuat, keadaan sesulit apapun pasti dapat diatasi, termasuk membuat sketsa. Urusan sekolah fashion, ia akan melanjutkannya di universitas. Masa bodo dengan kesempatan mendapat beasiswa yang musnah. Ia masih punya alternatif lain. Apalagi jika bukan bersungguh-sungguh belajar dan memenuhi tanggung jawabnya sebagai pelajar.

Ciara memperat pelukannya yang terasa hangat. Selama ini ia kehilangan peluk hangat dari tantenya, dan kini kembali lagi.

***

Reza mendongakan wajah, menatap jendela kamar Ciara. Gadis itu sedang memeluk Tante Lena. Setelah mendengar cerita Nick, ia jadi teringat pada sosok ibu yang hanya ia tahu dari foto. Seharusnya ibunya tidak pergi dalam keadaan sepi dan terluka hanya karena penipuan. Ya. Berpura-pura mencintai itu sama dengan penipuan.

Laki-laki itu yang seharusnya merawat Reza, dan bertahan dengan istri sahnya, justru meninggalkan istrinya yang tengah hamil demi kekasih pertamanya, yang sudah melahirkan anak mereka diluar pernikahan. Reza yakin, kakek dan neneknya tidak pernah berbohong.

"Ibu dan Ayah kamu menikah karena di jodohkan. Saat itu kami tidak tahu, jika ia sudah mempunyai kekasih yang sedang mengandung anaknya," tutur sang nenek mengusap foto pernikahan putrinya yang sudah usang.

Sejak itu ia sudah berencana menemui ayahnya, lelaki tak berhati yang sama sekali melupakan anak sahnya, bahkan tidak pernah melihatnya. Hadi Permana, nama lelaki itu. Nama yang tidak digunakan neneknya untuk menamai cucunya yang piatu. Nama belakang Reza justru ditambahkan dari nama teman dekat ibunya, di Paris, Dominique Armani. Lelaki tangguh yang melawan kerasnya kehidupan dengan hati yang tulus, dan perjuangan. Neneknya berharap Reza tumbuh seperti lelaki tampan itu. Ia satu-satunya orang yang menemani hari-hari sepi ibunya, setelah Hadi pergi.

Reza sekolah di Jakarta untuk memenuhi hasrat dendamnya pada sang ayah. Tetapi amarah dan kebencian itu terkubur perlahan oleh kehadiran gadis yang jauh lebih menderita darinya. Gadis itu selalu membuatnya tersadar, bahwa ia tidak sendiri, dan melupakan adalah cara terbaik untuk membalas luka ditinggal pergi.

"Lupakan!" Bisikan itu terdengar jelas di telinganya.

Ya. Ia sudah melupakan amarahnya pada Hadi, bahkan ia sudah melupakan status Hadi sebagai ayahnya. Ia harus menghapus luka yang ia sembunyikan dari semua orang. Seperti Ciara yang menyembunyikan luka-luka dan masalahnya dari dunia, kecuali Reza.

Putra Hadi Permana, seharusnya ia tidak membenci cowok itu. Ia juga termasuk korban dari kejahatan ayahnya. Bahkan ia tidak tahu sama sekali rahasia ayahnya, juga kebencian Reza untuknya. Reza mengingat lagi wajah dingin pemilik senyum maut itu. Cowok berkacamata yang berhasil menipu Ciara dengan rayuan mautnya. Tapi ia sudah mendapat hukuman berat. Cowok angkuh itu jatuh cinta pada korban penipuannya, dan sang korban sangsi untuk kembali meski sudah memaafkan.


Sure I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang