1. Like a Coffee

720 89 9
                                    

Atmosfer yang menyelimuti hampir seluruh kota terasa dingin. Mungkin karena itulah beberapa orang memilih kedai kopi sebagai tempat yang tepat untuk menikmati musim yang dimulai pada bulan November ini, di mana jalanan, atap bangunan, dan pohon-pohon dipenuhi butiran salju.

Ditemani secangkir kopi, aku menjadi salah satu dari beberapa orang yang menghabiskan waktunya di kedai kopi. Tepatnya di salah satu sudut ruang yang berdekatan dengan kaca pembatas. Sempurna, ini adalah spot terbaik untuk tipe introvert sepertiku.

Aku memperhatikan objek di hadapanku. Maksudku si teman setia atau secangkir kopi yang kusebutkan tadi. Membicarakan seputar kopi, setahuku kopi memiliki kandungan alkaloid yang bisa menimbulkan rasa ketergantungan. Kebetulan aku salah satu pecandu yang terjerat senyawa itu. Tapi bertolak belakang dengan fakta yang kusebutkan, entah mengapa kopi yang sudah kupesan justru sama sekali belum tersentuh. Kali ini aku malah tidak tertarik untuk menikmatinya.

Seolah tidak ingin menyerah kopi di hadapanku ini terus mengepulkan asap tipis yang bergerak seperti kibasan ekor. Mencoba menebarkan aromanya, menyatukan diri dengan udara, dan memasuki alat penciumanku. Aroma kopi yang tajam pun mulai mendominasi. Tapi rayuan itu hampir dikalahkan oleh sesuatu yang berbau seperti kayu. Asalnya dari sebuah buku harian yang kutemukan dalam laci tua di kamarku. Buku itu kutemukan beberapa hari yang lalu dalam keadaan diselimuti debu, menandakan tak terjamah dalam waktu yang lama.

Mengabaikan secangkir kopi, kedua mataku tertuju pada rangkaian kata yang tertulis di setiap lembaran kertas usang. Ada sepenggal kalimat yang menarik perhatianku. Kalimat itu ditulis pada tanggal yang sama dengan hari ini.

24/11
Kehidupan cinta tidak selalu manis, terkadang rasa pahit juga terasa... seperti secangkir kopi di hadapanku.

Secangkir kopi?

24 November?

Tiba-tiba saja karena dua kata kunci itu aku merasa terhubung dengan pemilik buku harian ini. Seakan-akan aku mengulang waktu dan situasi yang sama dengannya. Aku bisa menangkap kata-kata yang berusaha disampaikannya. Tapi, ada satu hal yang membuatku penasaran. Bagaimana ceritanya kehidupan cinta dikaitkan dengan secangkir kopi? Pasti ada alasannya bukan?

Aku mengambil pena dan menyelipkannya di antara ibu jari dan telunjuk. Kemudian kuarahkan pena itu di bawah tulisan kalimat tadi hingga goresan tinta hitam terukir di sana.

Aku setuju denganmu

Setelah menghias buku harian itu dengan tulisan baru, aku menutupnya lalu memasukkan ke dalam tas. Sebelum salju turun semakin lebat, sebelum udara semakin dingin, aku harus kembali ke apartemenku.

"Ayo, Josh! Waktunya pulang."

Sembari menyampirkan tas ke punggung, aku beranjak meninggalkan tempat hangat ini. Melupakan secangkir kopi dan membiarkannya menjadi dingin.

***

TBC

Time & Secret 《Hong Ji Soo/Joshua》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang