Untuk yang sekian kali isi kepalaku memutar ulang sebuah kalimat, "...sepertinya kau penderita Alzeimer." Konyol. Aku tidak percaya telah mendengarkan kata-katanya. Mau saja aku dibodohi padahal aku tahu manusia berjubah putih itu berbicara omong kosong. Yang benar saja, mana mungkin aku memiliki penyakit pikun seperti orang tua.
"Tidak mungkin. Itu tidak mungkin."
Berulang-ulang aku berpikir begitu. Tapi di sisi lain aku tidak bisa menemukan penjelasan dari keganjilan ini. Sungguh, aku benci saat ditempatkan di antara dua pilihan. Aku tidak tahu lebih baik mempercayainya atau tidak.Kepalaku kubiarkan terus menunduk hanya untuk mengamati langkah kaki yang berjalan di atas hamparan salju. Sudah dapat dipastikan di belakang sana ada jejak yang mengikutiku. Tapi seiring langit masih belum mau berhenti menjatuhkan kepingan salju, aku yakin jejak itu akan cepat menghilang.
Menghilang...?
Ya, sama halnya dengan ingatanku. Akan terlupakan begitu saja.
Tiba-tiba aku didatangi rasa bersalah. Aku menyesal pernah mengharapkan waktu berjalan dengan cepat. Tentu, selalu saja begitu. Aku mendengar, katanya perasaan semacam penyesalan memang selalu datang terlambat.
Saat itu aku seperti seorang pengecut yang berusaha melepaskan diri dari waktu yang mengikatku. Tapi dengan cara yang sederhana keadaan berbalik begitu mudahnya. Kini aku justru merindukannya. Aku baru sadar, ternyata waktu begitu berharga bahkan di setiap detiknya. Dan sekarang setelah waktu itu terlewati secepat yang kuinginkan, aku merasa seperti cangkang kosong yang diisi kehampaan.
Refleks aku tertawa miris. Tidak perlu ditanyakan lagi penyebabnya karena apa, yang jelas itu membangkitkan rasa kesal.
Kakiku kubiarkan dengan sengaja mendepak batu kerikil tak berdosa. Pahami saja emosiku yang sedang meletup. Mulutku bahkan ingin mengeluarkan kata hina yang sudah mengantri di pikiranku. Sayangnya jika aku melakukan itu tak akan berguna banyak. Percuma umpatan itu kuluapkan karena yang mendengarnya hanya telingaku sendiri.
"Sialan...."
Dan selanjutnya walaupun kubilang percuma kedua telingaku malah mendengar umpatan kasar. Memang tidak lebih dari satu kata, namun dirasa cukup untuk menumpahkan kekesalan ini.
Tapi tunggu dulu! Ada yang aneh karena dari tadi aku terus membungkam mulut rapat-rapat. Jadi milik siapa umpatan yang kudengar tadi?
Langkah kakiku kemudian berhenti saat menemukan sepasang kaki menghalangi jalanku. Aku pun mendongakkan kepala untuk mencari tahu siapa pemilik kaki ini, sampai akhirnya penglihatanku berhasil menemukannya.
"Kau ternyata punya mata tapi tidak digunakan. Lihat kau melukai dahiku!" Sosok asing dihapanku ini langsung menghakimiku. Spontan keningku berkerut karena merasa tidak pantas untuk disalahkan.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Time & Secret 《Hong Ji Soo/Joshua》
Fiksi PenggemarI was looking for something in my old drawer and I found your diary~ ㅡtime and secretㅡ ©deffcth, November 2018