6

416 62 3
                                    

Tadi pagi, aku bertemu dengan Youngjae saat ingin berangkat ke sekolah. Sebenarnya akan mudah bagiku untuk pergi sekolah dengan cepat jika aku menumpang saja di mobilnya. Tapi, seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya, aku dengannya sama sekali tidak pernah berbicara.

"Hei. Kau, minimarket." Untuk pertama kalinya dia mengajak aku bicara. "Ikut denganku."

"Apa?"

"Kau berangkat bersamaku, hari ini."

Sangat aneh. Aku bahkan tidak pernah bertegur sapa dengannya, dan dia mengajakku untuk pergi bersama? Aku bukan merendah, tapi aku tau apa yang akan dia dapatkan jika orang-orang tau dia berangkat bersama gadis miskin-dengan sebutan minimarket-seperti aku. Dia akan diejek, dan aku akan dibully. "Tidak perlu. Aku akan pergi naik bus saja."

"Ikut denganku, kau punya telinga, 'kan?"

Ajakannya terdengar seperti ancaman bagiku. Aku baru ingat sesuatu, dia juga pembully di sekolah.

"Cepat naik," Youngjae menatapku dari dalam mobil. Haruskah aku naik? Apapun itu sepertinya hasilnya akan tidak bagus.

"Tidak usah, aku naik bus saja."

"Kau ini tuli atau bagaimana sih? Naik saja! Tunjukkan rasa hormatmu padaku sebagai orang yang sukarela menampungmu!"

Menyakitkan. Itu memang kenyataan. Tetapi dia mengatakannya dengan cara yang sungguh menyakitkan. "Maaf, tapi aku tetap akan naik bus saja,"

Aku berjalan cepat segera meninggalkan Youngjae dengan mobilnya. Tempat tinggalku ini memang punya jalan yang cukup luas untuk di lewati mobil. Setidaknya hanya pada area ini.

Aku mengambil jalan sempit yang tidak mungkin dilewati oleh mobil Youngjae. Entah apa yang sedang terjadi padanya hari ini, dia turun dari mobilnya. Mengejarku. Dia menangkapku dengan cepat, menarikku paksa menuju mobilnya.

"Youngjae-ya. Lepaskan tanganku."

"Diamlah. Kau banyak bicara."

Dia menarikku kembali ke mobilnya. Aku terpaksa secara sukarela mengikutinya, karena genggamannya pada tanganku kuat sekali. Aku tau dia bisa bela diri, sebaiknya jika aku ingin selamat, aku mengikuti kata-katanya saja. Seharusnya aku melakukannya sejak tadi.

Setelah berhasil memaksaku untuk ikut, kami berdua akhirnya benar-benar berangkat ke sekolah bersama. Aku dan Youngjae. Aku yakin Heejin akan sangat heboh jika mengetahui ini, tapi... kurasa hal seperti ini tidak akan pernah ada yang mengetahuinya. Demi harga diri seorang Youngjae.

Aku cukup penasaran dengan alasan mengapa dia memaksaku untuk ikut bersamanya pagi ini. Jadi aku menanyakannya. "Kenapa kau memaksaku ikut?"

"Kau tidak suka? Bukankah kau bisa menghemat uangmu?"

"Bukan begitu, tapi aneh saja-"

"Ada apa denganmu semalam?"

Rasanya aku ingin mengumpat. Mengapa dia mengungkit masalah semalam? Aku sudah cukup baik untuk lupa sejenak tentang hal itu, dan dia dengan mudahnya membangkitkan kembali ingatanku soal stalker tadi malam. Dan hal yang langsung terfikirkan olehku, tentu saja senyumnya yang aneh. Seperti senyum Joker si musuh Batman.

"Hei, aku bicara padamu!"

Eishh... dia berbicara sangat keras. Telingaku terus-terusan mendengung karenanya. "Maaf,"

"Jadi? Apa yang terjadi?"

"Hah?"

"Bodoh. Kau dengar aku tidak tadi?"

"Ah, maksudmu soal semalam?" Salahkan dirimu yang membuatku kembali mengingat itu, Choi Youngjae! "Tidak ada apa-apa," Aku berfikir jika Youngjae bukan orang yang tepat bagiku untuk bercerita soal stalker itu-walaupun aku tau dia pandai berkelahi.

"Cih. Aku melihatmu seperti orang yang kerasukan, mempermalukanku di depan Wonwoo dan Mingyu. Lebih baik kau jawab saja pertanyaanku!"

Sungguh, telingaku berdengung. Suaranya benar-benar keras. "Kau tidak perlu tau. Itu bukan masalah besar."

Dia melirik padaku. Melirik dengan tanda kutip. Seakan menghinaku. "Kau cantik juga."

Aku tidak salah dengar?

"A-apa?"

"Kau mendengarku. Istirahat nanti temui aku di perpustakaan. Jangan datang terlambat."

"Kenapa kau tiba-tiba-?"

"Ikuti saja perintahku," Mobilnya tiba-tiba berhenti. "Kau bisa turun di sini. Sekolah sudah dekat. Kau bisa berjalan. Cepat turun. Dan jangan lupa untuk datang nanti."

.

.

.

.

.

Setelah menurunkanku di jalan tadi, Youngjae kembali seperti biasa, tidak mengenaliku. Di dalam kelas seperti biasa dia hanya terus bercanda bersama teman-teman gengnya. Benar, aku lupa bilang jika aku, Youngjae, Wonwoo dan Mingyu yang bertemu denganku semalam itu satu kelas denganku.

Sejujurnya aku masih lelah, semalam mentalku benar-benar jatuh dan aku tidak bisa tidur dengan nyenyak semalam. Heejin sibuk memandangi mereka-kumpulan pria congkak.

"Heejin-a, aku ingin tidur sebentar, bisa kau bangunkan aku nanti?"

"Iya. Tenang saja. Kau tidur sana,"

Ini bukan pertama kalinya aku meminta Heejin membangunkanku. Aku sering sekali tidur disaat senggang karena pekerjaanku. Biarlah hanya sebentar. Setidaknya aku bisa merasakan tidur.

.

.

.

.

.

Well, sebenarnya aku tidak ingin mengungkit ini berlebihan, tentang stalker yang tiba-tiba mengikutiku setiap malam itu. Tapi, tentu saja, ada alasan di balik itu semua. Tepat hari ini, hari ketujuh setelah pertama kali aku diikuti oleh stalker itu.

Aku masih mengingat dengan jelas wajah stalker itu. Sayang aku tidak pandai menggambar sketsa untuk menunjukkannya pada orang lain. Tapi, kurasa aku tidak perlu menggambar sketsa wajahnya. Aku melihatnya. Lagi.

.

.

.

.

.

"Lieun-a, bangunlah."

Tidurku yang sangat nyaman terganggu oleh Heejin yang membangunkanku. Pelan-pelan aku membiasakan mataku. Rasanya cukup segar. Berapa lama aku tertidur? "Apa sudah bel? Kenapa berasa lama sekali?"

"Jung seonsaengnim datang terlambat 30 menit. Itu penyebabnya."

Tatapan mata Heejin sama sekali tidak menatapku. Sama sekali. Dia menatap lurus ke depan. Di depan kelas, Jung seonsaengnim yang masuk terlambat pagi ini, datang bersama seseorang. Aku mengusap mataku memperhatikan siapa yang sedang berdiri di depan sana. Pakaian yang sama dengan kami. Dia murid baru.

Tunggu. Aku mengusap mataku lagi. Aku pasti salah melihat. Aku membuka mataku lebar-lebar. Aku mengenalinya. Mata itu. Hidung itu. Bibir itu. Dia, orang yang berdiri di depan itu, murid baru itu,

Dia stalker itu!

Terkutuklah ingatan supermu, Han Lieun. Dia memang benar-benar stalker itu!

.

.

.

.

.To be continued

STALKER | Lee Jun Young ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang