Adnan memeriksa dokumen perusahaannya dengan saksama. Sesekali ia menatap jam dinding diatas sana. Ini sudah hampir jam 5 sore namun Verina belum juga datang. Ya benar, Adnan menunggu Verina. Sebenarnya ia ingin menawari bantuan mengenai uang semester gadis itu. Tidak, ini bukan karena ia ingin menggoda Verina, tapi setidaknya ini untuk membalas bantuan Verina dua hari lalu.
Hingga suara bel pintu apartemennya terdengar dan ia segera pergi membukanya. Tapi sayang sekali, tamunya kali ini bukan gadis yang sedang ia tunggu. Melainkan Mira Arliana, wanita yang kini jadi istrinya.
Wanita itu memandang Adnan bingung saat tiba-tiba saja suaminya menghela napas kecewa. Apa karena kedatangannya? Atau ia sedang menunggu orang lain? Itulah kiranya yang ada diotak Mira.
"Kamu kenapa Mas? Nunggu orang.." tanya Mira dengan suara lembutnya.
"Nggak papa, kamu ngapain kesini.." tanya Adnan langsung.
"Apalagi Mas? Orangtua kita, mereka selalu menuntut cucu dari aku, aku bosan mendengarnya.." katanya dengan nada frustasi.
Adnan berjalan acuh ketempat sebelumnya ia duduk. Adnan bertingkah seolah ini adalah hal biasa untuknya. Hal itu membuat Mira semakin kesal. Kenapa? Ia jauh-jauh datang dari Samarinda untuk membicarakan masalah mereka ini namun sikap Adnan hanya acuh tak acuh padanya.
"Mas, tolonglah serius sedikit.."
"Memang siapa yang menganggap ini candaan? Sejak awal saya serius menikahi kamu, sekarang saya tanya kamu. Apa kamu pernah belajar mengenal saya? Belajar menerima saya dan belajar mencintai saya?" balas Adnan cepat. Masalah mereka ini sebenarnya hal yang sepele, tapi Mira sendirilah yang mempersulit semua itu.
Mira diam. Segala pertanyaan yang Adnan ajukan semuanya tepat pada sasaran. Mira tak pernah sekalipun mencintai Adnan, jangankan mencintai dekat dengan Adnan saja membuatnya enggan. Itu semua karena masih ia mencintai Haris Setiawan, kekasihnya. Bahkan ketika ia telah menikah dengan Adnan, Mira masih sering bertemu dan memadu kasih dengan kekasihnya itu.
Dia ingin mencintai Adnan, dia juga ingin melupakan Haris namun ia tak pernah bisa melakukannya. Terlalu banyak hal tentang Haris yang ada diotak Mira. Dia sangat mencintai Haris hingga nyawa sekalipun rela ia korbankan.
"Maafin aku Mas, aku tidak bisa melakukan itu.." ucap Mira dengan lirih.
"Kamu bukan tidak bisa Mir, namun kamu hanya menyangkal perasaanmu terhadap Haris, hingga kamu lupa untuk berusaha melupakan Haris.." ungkap Adnan dengan wajah sendu. Mira diam, airmatanya mulai menetes atas ucapan Adnan.
"Tapi aku sangat mencintainya Mas, sangat mencintainya.." keukeuh Mira diselingin tangisan kecil.
"Lalu bagaimana dengan saya? Saya suami kamu, saya bahkan berhasil mencintaimu setelah satu bulan pernikahan kita, sekali lagi saya tanya sama kamu apa kamu mau belajar mencintai saya?" tuntut Adnan dengan tegas.
Mira tak jawab, namun wanita itu hanya menggelengkan kepalanya seraya mengeluarkan suara tangisan yang memilukan. Ia tak bisa menjanjikan apapun pada Adnan saat ini, karena sungguh Mira masih sangat mencintai Haris. Namun, ia juga tidak bisa menolak pernikahannya dengan Adnan karena orangtuanya.
"Maaf Mas, aku tidak bisa.." katanya.
Adnan mengangguk mengerti. Pertanyaan ini pernah beberapa kali Adnan ajukan pada Mira, dan jawaban wanita itu masih tetap sama seperti yang dulu. Adnan menghela napas pelan, ia bersumpah itu akan jadi pertanyaan terakhir mengenai hal yang sama pada Mira. Adnan tak akan pernah menanyakan hal itu lagi. Sudah cukup ia menunggu, ia tidak akan memperdulikan lagi apa yang akan wanita kedepannya lakukan.
Kalau memang Mira bukanlah orang yang bisa memberinya rasa nyaman yang selama ini ia harapkan, bolehkah ia mendapatkan hal itu dari wanita lainnya? Benar, Verina Faiz-lah yang pertama kali muncul diotak Adnan.
Setelahnya suasana kembali hening. Tidak ada lagi yang mereka bicarakan, Adnan pun kembali fokus pada berkas dimejanya. Sampai suara ketukan pintu mengalihkan perhatian mereka. Adnan berdehem sebentar lalu berjalan membuka pintu. Adnan tahu itu adalah Verina, mengapa? Karena orang diluar sana memilih mengetuk pintu dibanding memencet bel apartemen. Hanya Verina yang lebih memilih mengetuk pintu dibanding memencet bel.
Benar saja, Verina terlihat enggan menatap dirinya. Sepertinya ia belum bisa move on dari insiden dapur dua hari lalu dan itu sangat menggemaskan untuk Adnan. Adnan melirik Mira sebentar, lalu segera menyuruh Verina segera masuk.
Verina menghentikan langkahnya saat melihat Mira yang duduk disofa ruang tamu. Untuk sesaat, ia merasa bingung mengapa ada seorang perempuan diapartemen Adnan yang biasanya sepi. Verina menelisik jemari kanan tangan Mira.
'Ah, jadi ini istrinya..' ucap Verina dalam hati.
"Siapa Mas?" tanya Mira dengan nada parau.
"Verina, dia penggantinya Santi.." jawab Adnan langsung duduk kembali disofa.
"Ver, ini Mira.." kenal Adnan.
"Saya istrinya Mas Adnan.." sahut Mira senyum lebar dibibirnya, meski bekas airmata terlihat disekitar wajahnya. Apa wanita itu habis menangis? Halah, bodo amat.
Anjirr mood macam apa ini? Mengapa tiba-tiba mood bekerja Verina turun drastis setelah melihat Mira. Verina bahkan merasa malas untuk menjawab pernyataan Mira. Padahal, Mira tampak sangat ramah padanya. Verina membalas Mira dengan senyum palsu dibibirnya, sepertinya ia juga memang datang disaat yang salah. Apa tadi ia mengganggu waktu berdua Adnan dan Mira? Tampaknya begitu.
"Maaf, Verina mau bersihkan apartemen dulu.. permisi" pamit Verina dengan sopan dan berjalan meninggalkan ruang tamu.
Adnan yang sejak tadi memperhatikan raut wajah Verina hanya tersenyum tipis melihat tanggapan datar Verina tentang Mira. Mungkinkah gayungnya bersambut? Astaga, ini sungguh menyenangkan.
"Kok kayaknya dia judes banget sama aku ya Mas.." keluh Mira. Sementara Adnan hanya mengedikan bahunya mendengar keluhan itu.
Mira kembali memandang Verina yang mulai sibuk membersihkan apartemen Adnan. Benarkah gadis ini hanya sebatas pekerja di apartemen ini? Dari penampilannya saja gadis ini sama sekali tak cocok untuk menjadi pekerja seperti itu. Benar, dimata Mira, Verina itu memiliki wajah anak orang kaya dengan sikap yang cenderung manja. Padahal mah aslinya.. kere.
Satu hal lagi yang pasti tengah Mira curigai, apa gadis ini yang ditunggu Adnan sebelum ia datang? Tapi nampaknya Adnan bersikap biasa saja.
💋💋💋💋
Sial, malasnya Verina sejak masuk kedalam apartemen Adnan sungguh luar biasa. Ia bahkan terlihat lunglai padahal ia hanya mengepel dan mencuci piring didepannya. Pekerjaannya masih sangat banyak padahal waktu telah menunjukan menjelang magrib. Ditengoknya Mira yang masih sibuk bermain game online diruang tengah. Lalu Adnan yang sepertinya baru saja selesai sholat.
Verina kembali fokus mencuci piring ketika Adnan berjalan kearahnya. Adnan mengambil kursi tanpa senderan untuk ia duduki."Ver, udah selesai belum?" tanya Adnan yang berada beberapa meter dibelakang Verina.
Verina tak menjawab, ditariknya empat piring yang baru saja selesai ia cuci. Ia mengembalikan piring-piring itu pada tempatnya. Adnan yang mulai jengah pada sikap Verina berjalan mendekati gadis itu. Sama seperti sebelumnya, Adnan merapatkan tubuhnya dibelakang Verina. Bedanya, kali ini secara terang-terang memeluk perut rata Verina dari belakang. Untung saja posisi Mira saat ini duduk membelakangi dapur dan fokus pada game online, serta suara televisi yang agak keras mampu menenggelamkan hal yang terjadi di dapur.
"Pak Adnan apa-apaan sih?" desis Verina agar tak terdengar Mira yang berada diruang tengah. Ia juga berusaha berontak untuk melepaskan pelukan Adnan dipinggangnya.
"Ssst, kalau kamu berisik nanti ketahuan.."
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA VERINA JADI PELAKOR REPOST [END FULL DI KARYAKARSA]
Romance#1stSimpananSeries Terkadang hidup sendirian dikota besar seperti Jakarta menjadi tantangan tersendiri bagi sebagian orang. Beda lagi dengan Verina Faiz yang menyebut hidup di Jakarta lebih merajuk pada istilah siksaan batin untuknya. Uang kuliah ya...