Sebuah jalan keluar

350 18 2
                                    

Jalan keluar.

Setelah menunggu berminggu-minggu, akhirnya ibuku tekah memutuskan, dan dengan persetujuan bapak, keluarga ibu, dan keluarga bapak.

Esok hari, ibu datang kepengadilan mengajukan sebuah surat yang aku belum pernah melihatnya, entah itu surat apa.

Surat yang dibawa ibu diterima oleh jaksa dipengadilan.

Dan besok akan dilakukan sidang pertama.

Ibu, saksi, dan pengacaranya datang disana, namun bapak tidak datang. Entah kenapa.

Sidang pertama.

Sidang kedua.

Dan sidang ketiga.

Dipersidangan ketiga semuanya datang, termasuk bapak. Mereka saling debat, saling mengutarakan sesuatu, jaksa mendengarnya.

Akhirnya, mereka memutuskan untuk BERCERAI.

Keputusan itu sudah bulat, dan tidak bisa diganggu gugat. Ditulis dilembar hvs putih, bertandangankan jaksa, ibu, bapak diatas sebuah kertas kotak kecil yang tertempel dibawahnya, materai 6000 rupiah.

Sudah selesai.

Tapi tidak, mereka masih memperebutkan hak asuh aku juga adikku.

Mereka bertanya padaku.

"Kakak sama adik mau ikut siapa?" yang jelas adik pasti ikut bersama ibu.

"Aku memilih ibu, aku akan hidup bersamanya, tidak bersama bapak." jawabku.

Itu yang ku inginkan, keputusanku juga sudah bulat.

"Bapak harus mengalah, jangan menggunakan amarah, karena ini dari hati yang paling dalam, ini masalah rumit, ini sebuah keluarga yang sudah pecah, membelah, dan tak terarah." Ucapku.

Bapak menerima dengan lapang, ibu juga hanya diam.

Pengadilan juga sudah setuju.

Lalu kami pulang kerumah, bapak tidak ikut, barang-barang bapak masih ada dirumah, dibiarkan saja.

Bapak kembali kerumah orang tuanya hingga sekarang, dan aku, adikku, ibukku, hidup bersama dirumah.

Keadaan terasa hening, kepala pening, dan hati; hati sangatlah kacau.

"Ahhh keluarga apa ini?" batinku dengan geram sambil memukul meja.

Ibu menenangkanku, mata ibu berkaca-kaca.

Aku harus terima ini, ini kenyataan, jika ini jalan yang harus diberi tuhan padaku, aku menerimanya. Aku harus tabah.

Jam demi jam, hari demi hari, berminggu-minggu, berbulan bulan, aku kacau.
Adik pun juga, setiap hari terlihat murung tidak ceria. Ibu hanya diam dihari-harinya.

Ibu masih merasakan sakit dikepala akibat benturan itu. Mata ibu masih merah. Terkadang ibu menangis dikamar saat aku dan adik tertidur, tapi terkadang aku bangun, hanya mendengar tangisannya dari luar.

Aku bingung, bingung dengan diriku, bagaimana cara melampiaskan kebencian ini.

****

Semoga tuhan melapangkan jalanku, ibuku, dan adikku.

Semoga.

Merelakan akan menjadi sebuah pilihan. Seperti kesedihan, kelak akan terlupakan oleh kebahagiaan.

****

Aku, Dan Broken HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang