BAB 0.2

121 61 57
                                    

BAB 0.2 : Tentang Rumah dan Keluarga

"Karena baginya, hanya keluarga sendiri yang mampu membuat dirinya bahagia dan benar-benar memberitahu kepadanya bahwa dunia memang tak sekejam yang orang lain katakan."

Jika disurvey, mungkin banyak siswa yang tak menyukai pelajaran Matematika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika disurvey, mungkin banyak siswa yang tak menyukai pelajaran Matematika. Apalagi pelajaran itu diajarkan pada jam terakhir, menit-menit sebelum bel pulang berbunyi. Mata yang berat karena mengantuk, perut lapar yang harus segera diisi, atau embusan angin sore yang masuk ke dalam kelas melalui kaca jendela yang terbuka. Lengkap sudah ketidak konsenan untuk mendengarkan guru yang sedang berceloteh panjang lebar tentang rumus-rumus yang sulit untuk dimengerti.

Janeta melirik jam yang tergantung di atas papan tulis depan kelas. Jarum panjang jam tersebut menunjukkan angka dua belas, sedangkan jarum pendek menunjukkan angka tiga. Masih ada lima belas menit sebelum bel pulang berbunyi, tapi kebanyakan teman sekelasnya sudah tak mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru mereka yang sedang mengajar.

Ia menguap, melipat tangan di atas meja, kemudian meletakkan kepalanya di atas lipatan tangan tersebut. Mungkin matanya tertuju pada papan tulis, tapi pikirannya justru melayang-layang ke ikan bakar yang sudah dijanjikan oleh Clara sebagai menu makan siang hari ini. Dengan membayangkannya saja, bahkan sudah mampu membuat Janeta menelan ludah.

Janeta memiringkan kepalanya, menatap teman semejanya yang entah tengah mencoret-coret apa. "Sa, lo pengen cepet-cepet pulang, gak?"

Sasa namanya. Ia menoleh sekilas, kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya tadi, sebelum menjawab, "Iya iyalah. Emang siapa yang pengen minep di sini?"

Janeta mendengkus. "Jutek amat Mbak-nya."

"Itu pertanyaan yang gak perlu dipertanyakan, Jane."

Kemudian Janeta kembali menutup mulut. Ia malas meladeni Sasa yang perkataannya kadang suka nyelekit, walau pada kenyataannya, Jeno juga suka melemparkan perkataan yang sama nyelekitnya.

Kini ia menegakkan punggung, menyangga kepalanya menggunakan tangan kanan. Guru Matematika mereka saat ini masih menjelaskan, walaupun lima menit lagi bel pulang berbunyi.

Dan akhirnya, saat sudah di detik-detik terakhir, guru tersebut menutup pelajaran, menyuruh ketua kelas memimpin do'a sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Selesai berdoa dan guru itu keluar kelas, seluruh murid XI IPA 3 berhamburan ke luar. Berbaur dengan para murid lainnya yang menuju parkiran.

Di ujung koridor, terlihat Jeno bersama Dafa dan Saga. Tapi, ada hal yang berbeda di sana. Di tengah-tengah mereka bertiga ada seorang siswi yang sepertinya masih kelas X. Terlihat jelas dari warna baju seragamnya yang masih putih bersih, atau kerah bajunya yang masih terlihat kaku.

Blood, Sweat and TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang