Bab 6

22.3K 2.2K 86
                                    

"Katakan! Di mana dia?!"

"Kau pasti menyembunyikannya!"

Bug!

Kedua pemuda tampak membabi buta memukuli lelaki tua. Meski keadaan belum terlalu larut area jalan itu memang jarang di lewati masyarakat umum.

"Tua bangka idiot! Gadis culun itu bersembunyi di mana?!"

"Pras, tahan emosimu. Kau bisa saja membunuhnya!" Boy menghalau lengan Pras yang hendak melayangkan lagi pukulannya.

"Apa peduliku? Orang tua idiot ini takkan ada yang menangisinya!" maki Pras yang sudah kalap akan aksi bungkam Herman.

"Mungkin dia sengaja bersembunyi dari kita," tebak Boy.

"Ck, kau benar. Seharusnya tadi kita geledah saja rumahnya lalu kita setubuhi paksa tanpa ampun!"

Herman mengangkat wajahnya mendengar kalimat frontal tersebut.

"Apa?" Pras mendorong tubuh lemah yang terhuyung akibat kebrutalannya.

Dari jarak beberapa meter seorang gadis memejamkan matanya melihat tindakan anarkis kedua pemuda yang masih berstatus pelajar. Isak tangisnya tertahan dengan sebuah tangan besar yang membungkamnya

Hans Jupiter tengah meghimpit tubuh rapuh Arumi dengan tangan membekap mulutnya. Hans menatap intens wajah teduh yang berlinang air mata dengan mata terpejam.

"Jangan sampai kita terlihat!" ucap Hans serius.

Arumi membuka matanya hingga beradu pandang dengan tatapan dingin milik Hans. Sedikitpun Hans tak berniat mengalihkan tatapannya. Ia merasa betah menyelami manik bening berwarna cokelat itu meski kini nampak berkaca-kaca.

Aaw!

Hans meringis merasakan gigitan di jarinya.

"Arumi!" panggil Hans tapi diabaikan. Gadis itu lebih memilih menghampiri sang ayah yang kini tergeletak di pinggir jalan.

"Ayah!" Arumi segera memapah tubuh ringkih itu untuk berdiri. Cukup kesulitan karena badan Herman tengah limbung bekas pukulan kedua pemuda tadi.

"Arumi ..."

"Sstt ... Ayah diam saja. Ini harus segera diobati." Arumi kembali mengangkat tubuh Herman dengan susah payah.

Arumi tak menyangka jika saat ini Hans tengah membantunya. Menopang tubuh Herman agar tidak terjatuh lagi mengingat kekuatan Arumi tak seberapa untuk menyangga tubuh ayahnya.

"Kita bawa ke rumah sakit saja!"

Dalam keadaan seperti ini Arumi lebih mengutamakan keselamatan ayahnya daripada memilih untuk berdebat dengan keparat ini. Maka ia hanya bisa mengangguk pasrah demi ayahnya.

Selang beberapa menit, sedan mewah menghampiri mereka lantas membawa Arumi dan Herman ke rumah sakit untuk penanganan awal.

💔💔💔

"Mereka pasti akan kembali melakukannya."

"Sebentar lagi kami akan meninggalkan kota ini!"

"Bukan ide yang bagus, mengingat keempat sahabatku memiliki rasa ingin yang wajib terpenuhi!"

Sontak Arumi menoleh pada lelaki di sampingnya.

"Apa masih belum cukup semua kehancuran yang kudapatkan? Apa harus melibatkan Ayahku yang tak memiliki kesempurnaan mental?" isak Arumi pilu menatap pembaringan Herman yang terlelap akibat hantaman di sekujur tubuhnya.

Hans menciut, ia bingung dengan argumen yang harus diucapkan.

"Dan kau ... apa termasuk dari rencana mereka untuk menghancurkanku lagi?"

"Aku hanya ingin membantu."

"Membantu? Kau pasti mengigau," ejek Arumi.

Hans menggeleng yakin, "Sebaiknya kau ikut aku unt---"

"Untuk kau setubuhi lagi? Untuk kau nikmati sendirian? Tanpa jeda --- tanpa perasaan --- tanpa rasa bersalah hingga tubuhku membusuk akibat kebrutalanmu, begitu?" potong Arumi dengan intonasi meninggi.

"Kalian seperti binatang. Memperkosaku dengan keji. Bahkan aku tak tahu, kesalahan apa yang kuperbuat hingga kau dan teman-teman biadabmu melakukan kekejaman ini?" cicit Arumi terisak.

"Arumi--" ucapan Hans tersendat diujung lidahnya yang kelu.

"Kau ingat, saat aku memohon padamu untuk tidak melakukannya?"

Hans menggeleng lemah.

"Pada saat itu, setelah keempat bajingan itu memperkosaku, tubuhku terasa mati rasa, hatiku tercabik-cabik oleh kekejaman kalian."

Arumi menarik napas dalam-dalam mengingat peristiwa itu membuat hatinya berdenyut sakit. Tenggorokannya tercekat akan adanya duri kepedihan di dalamnya.

"Tapi kau malah ikut melakukannya. Kau -- memperkosaku! Kau memperkosaku, Hans Jupiter." Arumi sesegukan demi untuk mengurai kekesalan yang bercokol dalam dadanya. Amarahnya kian menguat dan ingin ditumpahkan semuanya.

"Lantas sekarang kau mengatakan ingin membantuku! Apa aku harus percaya rasa empati lelaki yang telah ikut menghancurkanku? Jawab aku, Hans!" geram Arumi.

"Aku tidak akan menyangkal semua tuduhan yang memang benar adanya. Aku hanya tidak ingin kau mengalami untuk kedua kalinya. Kafka, Revan, Boy dan Pras, mereka semua masih mengincar tubuhmu.

"Apa?" cicit Arumi serak tak menyangka.

"Mereka akan terus menyiksamu hing--"

"Mati. Hingga mati! Arumi mengusap kasar lelehan air matanya. "Jika bukan karena Ayah, aku pasti sudah menghabisi nyawaku sendiri tanpa kalian minta." jeda sesaat, "Hanya Ayah yang membuatku kuat menjalani kehancuran hidup."

"Dan ikut bersamaku adalah keputusan yang tepat jika kau memang benar-benar peduli akan keselamatan Ayahmu," ucap Hans sungguh-sungguh. Tanpa menunggu sanggahan Arumi, lelaki itu memilih meraih daun pintu menunggu di luar.

Arumi terduduk lemas di kursi dekat Herman berbaring. Kedua tangannya menutupi wajahnya yang sembab. Tetesan liquid bening tak kunjung berhenti dari muaranya.

Arumi menatap dalam wajah damai Herman yang terlelap. Diraihnya tangan ringkih penuh perjuangan itu lantas dibawa ke arah bibirnya.

Tak ada pilihan. Begitupun dengan keinginan kembali ke desa. Meski hanya secuil rasa percaya akan tawaran Hans, setidaknya tubuh Arumi tidak akan digilir lagi. Dipastikan ... keselamatan Herman Bumiandra akan terjamin.

"Aku akan melakukannya demi Ayah. Seperti janji yang sering kuucapkan sejak kecil, hidup Arumi hanya untuk Ayah," bisiknya terisak.

.

.

.

*01-Des-2018
EL alice

AtonementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang