Bab 13

15.7K 1.7K 42
                                    

Suara musik mengalun riuh di sebuah night club. Dunia malam yang tak pernah sepi itu pun mulai banyak pengunjung yang melakukan adegan intim tanpa tahu malu.

Liukan erotis kian menjadi pengantar gemuruh para pria pengejar seksual. Terlihat lima pria yang tiga di antaranya ditemani wanita kencannya.

Hans meneguk minuman alkoholnya dengan santai. Tatapan memuakkan sedari tadi ditujukan untuk ketiga sahabatnya yang penggila seks bebas.

"Lama-lama kucuriga kau melenceng," sindir Kafka menyenggol siku Hans.

Pria yang diejek itu hanya menoleh sebentar lantas kembali mengisap rokok yang baru saja disulut. Ia enggan menanggapi ucapan nyeleneh sahabatnya.

"Baby, apa kau punya teman yang panas untuk pria dingin ini?" tanya Boy sembari mengelus paha dalam wanitanya.

"Sebentar aku coba hubungi," sahut wanita berambut pirang dengan redaman desahan saat Boy bertanya sambil menggigit bahu terbukanya.

Selagi wanita itu sibuk dengan ponselnya tangan berengsek Boy bergerak semakin dalam membuat si wanita duduk gelisah sesekali menggigit bibir bawahnya.

Hans memilih mengedarkan pandangannya namun yang ia lakukan tetap saja salah. Karena di segala penjuru ruangan lebih frontal lagi kelakuan para pengunjung.

Hans mengisap dalam-dalam cigarette yang masih terselip di mulutnya.

"Blanca, apa kau memanggilku?" sapa wanita berambut cokelat pada wanita yang bersama Boy.

"Rayu dia, bitch!" sambung Pras yang menunjuk Hans dengan dagunya.

"Kurasa wanita ini takkan mampu menggoyahkannya," timpal Revan sebelum berlalu bersama jalangnya menuju dance floor.

"Aku pasti bisa, dude!" sahut sang wanita percaya diri.

Wanita yang baru saja bergabung itu tersenyum menggoda mendapati target pria tampan yang sedikit pun tak memandangnya.

"Jika kau sampai membawanya ke ranjangmu, kuhadiahi apapun yang kau inginkan," bisik Kafka serius.

Wanita itu jelas menatap tak percaya namun Kafka mengangguk pasti.

Tanpa pikir panjang, wanita itu menghampiri Hans. Tangan nakalnya langsung menarik dan mengajaknya bergabung berdansa sensual.

Hans yang masih mengisap rokoknya mengikuti wanita itu. Kakinya bergerak pelan mengikuti irama dengan sesekali sengaja mengepulkan asap rokoknya pada wajah sang wanita.

Pria yang ternyata mulai terpengaruh alkohol terlihat menikmati alunan musik disko.

Wanita berambut cokelat itu tersenyum nakal melihat perubahan dari Hans. Lantas ia meraih sisa puntung yang masih dihisap Hans untuk dibuang.

Lagi-lagi Hans menurut saat tubuhnya ditarik menuju sebuah ruang khusus. Private room adalah tempat yang sangat dibutuhkan wanita itu saat ini.

Dengan binal wanita itu meraih bibir Hans yang sedari menggodanya. Bibir maskulin yang sangat sensual itu akhirnya bisa dicicipi.

Ketampanan wajah blasteran Asia-Rusia Hans memang tidak diragukan lagi. Daya tariknya sangat kuat meski sikapnya sangat dingin.

Naluri kelelakian seorang Hans Jupiter membawanya untuk menyambut segala bentuk godaan liar wanita yang mencumbunya. Lidahnya ikut mengaitkan dan membelit.

Wanita itu mulai tidak sabaran membuka kancing kemeja Hans yang sejak tadi ingin dirobek. Ia ingin menyentuh dada pria muda yang terlihat sangat menggairahkan nafsunya.

Keduanya telah terbakar dalam ciuman panas. Keinginan sang wanita terkabul karena semua kancing itu telah terbuka dan menampilkan dada kokoh Hans meski kemejanya belum terlepas.

Nafsu kian melonjakkan sang wanita, dengan gesit ia meraih ikat pinggang Hans tidak sabaran.

"Jangan! Kumohon jangan lakukan!"

Hans membuka matanya sejenak. Kilasan masa lalu mengganggunya. Namun tindakan wanita jalang itu semakin ganas membuat Hans mengerang dalam mabuknya.

Tangan kokohnya menuju gundukan padat kembar lantas meremas kasar. Tapi itu memang yang diinginkan jalangnya.

Saat tangan lentik itu meraih resleting celana panjangnya, Hans meraih tengkuk wanita itu untuk kembali melumat bibir tebal si wanita.

Mereka kembali beradu ciuman basah. Decakan saliva seolah bergema mengiringi gairah keduanya.

"Jangan, Hans! Sak-kit! Hiks, hiks ..."

Sekelebat bayangan mengusik kesadaran yang masih ada dalam otak cerdasnya. Seketika Hans menghentikan aksinya.

Hans segera menjauhkan tubuhnya. Tampak memijat pelipisnya yang berdenyut sakit. Punggung tangannya beberapa kali mengusap matanya yang memburam.

"Shit! Apa yang kau lakukan, bitch?!" bentak Hans menyadari kondisi keduanya yang berantakan. Ia segera mengancingkan kembali pakaiannya.

Tanpa menunggu jawaban jalang itu Hans menjauh menuju pintu keluar.

"Hey, kita baru saja memulai. Kau mau kemana?" rengek wanita itu menarik Hans.

"Akh!"

Refleks Hans mendorong kuat sampai wanita itu terjerembab karena tidak siap dengan sambutan Hans.

"Jangan pernah menyentuhku, bitch!" ancamnya menunjuk marah sang wanita.

Brak!

Hans berjalan penuh amarah mendapati senyum mengejek dari para sahabatnya yang masih asik di meja bar.

Keempat bajingan itu tersenyum puas menyaksikan wajah murka pria dingin itu.

Sebelum berlalu, Hans mengucapkan makian yang disambut tawa lepas.

"Fucking hell!" umpatnya menjulurkan jari tengahnya.












*30-Jan-2019
EL alice

AtonementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang