"Papa?"
"Yes baby?"
"Can you wid a stowie for me Papa? Puizzz..."
Putra ketawa menggeleng kepala mendengarkan pelat si anak. Semakin hari semakin lancar dari yang sebelumnya, tetapi setiap satunya masih ada kelucuan yang tersendiri.
"Tapi Papa tak ada buku princess." Putra tayangkan kedua-dua tangannya yang kosong tanpa sebarang benda.
"Make a new one." Berguli mata si kecil meminta Papa mereka satu kisah baru untuknya.
Putra berdeham membasahkan tekak. Dia mengambil duduk di atas katil. Di sisi kepala si anak yang sudah berbaring.
"Once..."
"Yeayy....a fawietail...I like fawietail!" Sempat lagi ada iklan sorakan sebelum sempat ayat Si Papa tamat.
"Once, there was a lover named..." Putra berhenti sejenak.
"Nama dia Pwincess, kan Papa?"
"No. Nama dia Leyla."
Terkemut mulut si kecil cuba memahami cerita Papa. Bukan kah selalunya akan ada puteri di dalam kisah dongeng?
"And...her greatest love was Putra."
"Putwa?"
Putra mengangguk.
"Yes, Putra. Putra as in a Prince."
"Oo...ceyita ni lain. Ada pewince, tapi tak ada pwincess."
"Shh...jangan menyampuk. Nak dengar Papa cerita ke tak?"
Si kecil terus diam mengunci mulut. Berjanji tidak akan mengganggu lagi kisah rekaan Papa.
"Leyla loves Putra so much. She gave up everything for his love. Until one day...."
.
.
If we met by chance in the sunset,
I wonder if you'd embrace me.
.
.
Lari lah ke hujung dunia mana sekali pun, andai takdir yang mengikat masih utuh tersimpul, pasti akan ada pertemuan untuk kali kedua.
"Come back home." Tapak tangan Putra terhulur tegak ke arah Leyla. Meminta. Memohon supaya huluran itu bersambut.
Leyla tegak berdiri. Memandang tanpa rasa. Kosong pandangan matanya berlaga dengan mata Putra. Sedikit pun dia tidak memandang huluran yang masih terbiar sepi.
Lembut hembusan angin malam meniup wajah mereka berdua. Mata Leyla berkerdip beberapa kali. Menghilangkan pedih kesan dari sentuhan angin di kornea mata. Sekaligus memadamkan hangat air mata yang tadinya berlumba meminta dilepaskan.
"I don't want to." Leyla menggeleng. Hujung selendangnya berterbangan ditiup angin. Mendedahkan lehernya. Tapi tiada gaya yang dia akan menutup apa yang perlu. Putra masih suaminya yang sah. Tiada apa yang perlu disembunyikan dari lelaki itu. Semuanya sudah pernah disentuh. Segalanya sudah pernah dilihat.
Putra menelan liur. Leyla nampak begitu tekad. Tiada langsung kah ruang kemaafan untuk dirinya?
"Please." Sepatah kata yang sangat mendalam maknanya. Putra sedang merendahkan diri. Meminta dikasihani.
"I don't want to." Leyla ulang ayat yang sama. Kali ini ditemani setitik air jernih yang jatuh mendarat di pipi. Turun meluncur jatuh ke lekuk dagu. Terasa sejuk air matanya umpama curahan air ke atas kepala. Mengingatkan dia pada kisah lama mereka berdua.
YOU ARE READING
Kelip-Kelip Cinta ( OV ) ( ✔ )
RomanceDi mana salah I, sedangkan I dah lama tahu yang I hanya mampu melihat, tapi tak mampu menyentuh?" - Leyla Manja Bidadari aku cuma Maira seorang saja. Tak akan ada yang lain - Putra Amar Sebab dia sentiasa jadi mangsa keadaan, Mai hantar dia kepada A...