Menghindari Perdebatan

674 120 9
                                    

Bismillahirahmanirahim


🍇🍇🍇

Pesan masuk dari Arsya diabaikan Lija. Jujur, ia tidak ingin menambahkan kesan bahwa sang penulis selain memiliki cerita yang bisa menarik pembaca, juga seseorang yang ramah dan jauh dari anggak. Ia membentengi diri serapi mungkin, jangan sampai menjilat ludah sendiri seperti yang Echa tuduhkan.

Esoknya, Sofi memisahkan diri dari Lija dan Echa. Di kantin kampus, Sofi memilih makan sendirian. Bahkan saat Rayyan tawarkan diri temani Sofi makan, ia menolak dengan alasan bukan mahram. Sikap Sofi membuat Lija geram. Pelankan suara bisik-bisiknya ke Echa.

"Sofi, kenapa sih? Kita kan nggak musuhin dia ya?" Echa rapatkan kursi, mode suaranya ikut-ikutan pelan.

"Gue rasa Sofi baper deh, Ja. Apa kita keterlaluan ya? Harusnya kita dukung aja si Sofi hijrah." Lija gelengkan kepala, tanda menolak usulan Echa.

Seraya tuang saus ke mangkuk, Lija berasumsi. "Gini loh Cha. Gue bukannya nggak mau dukung Sofi hijrah, tapi kan lo tahu sendiri kalau dia pakai jilbab kayak gitu ruang gerak dia jadi terbatas. Kita nggak bisa lagi ajak dia senang-senang, apalagi nongkrong sampai larut malam." Ya, Echa juga setuju soal itu. Masalahnya, kalau Lija dan Sofi tidak bisa satu suara, persahabatan mereka otomatis bubar jalan. Echa iba melihat Sofi duduk sendirian, habiskan jam tunggu mata kuliah lanjutan dengan teman barunya, Al-Quran.

Tidak peduli dengan aksi demo Lija, Echa menghampiri Sofi di meja yang berjarak empat kursi dari tempat ia semula duduk. Sofi angkat kepala saat mendengar kursi berbunyi karena ditarik oleh Echa.

"Sof. Kenapa nggak gabung sama kita?"

Tanggapan pertama Sofi, senyum. Lalu sahuti tanya Echa baik-baik, tidak ingin undang ribut jenis apapun. Menurutnya, Echa lebih mudah kontrol emosi dibandingkan Lija. "Hanya menghindari debat sama Lija kok Cha. Dalam surat Ghafir ayat 4 juga dijelasin Cha.
"Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah kecuali orang-orang yang kafir."(QS. Ghafir 40: Ayat 4).

Sofi kembali menyambung. "Selama Lija nggak bisa satu suara sama keputusan yang gue buat. Lebih baik kita misah kayak gini aja Cha. Gue mau fokus hijrah, nggak mau tiap hari debat sama Lija, gue capek Cha." Tangan Echa terulur pegangi atas telapak tangan Sofi. Ia paham menjauhnya Sofi bukan jeda yang sengaja ia ciptakan, tetapi di dalamnya ada kebaikan untuk mereka. Minimal makan siang mereka tidak diisi oleh suara Sofi dan Lija yang sibuk sahut menyahut, benarkan argumen masing-masing.

Juga Rayyan yang sama sekali tidak tersinggung saat Sofi bawa-bawa soal mahram. Ia justru senyum lega, bersyukur salah satu teman perempuannya bisa hijrah. Jadi menjauh dari Sofi dalam konteks bukan mahram, tidak lantas membuat Rayyan terbawa perasaan. Ia dukung Sofi sepenuh hati. Kalau pun dengan hijrah harus memotong jarak mereka sejauh mungkin, Rayyan ikhlas, asal semua demi kebaikan bersama.

"Nggak papa Sof, gue ngerti. Semoga hijrah lo bisa menular ke kita ya. Maafin, gue sama Lija yang belum sempurna. Masih nakal, belum bisa ikuti jejak lo. Dibalik semua itu gue salut Sof. Lo bisa jadi orang yang lebih baik."

Sofi anggukan kepala. "Aamiinnn. Gue selalu doain lo dan Lija tiap salat. Semoga kalian bisa segera jemput hidayah."

"Aamiinnn." Dari jauh Lija perhatikan interaksi keduanya. Kalau sampai Echa tertular Sofi, serius Lija akan menodong Arsya dengan banyak pertanyaan. Karena dialah sumber dari semua perpecahan yang terjadi.

🍇🍇🍇

Auzan Rudi Syauqi. Seorang penulis amatiran yang melabuhkan diri pada salah satu aplikasi menulis gratis bernama wattpad. Keisengannya bergabung sekitar tiga tahun yang lalu membuat ia dikenal nyaris setengah dari penduduk wattpad. Niat awal membuat akun dengan nama  Arsya, singkatan dari namanya hanya digunakan untuk membaca. Lalu, lama-lama bakat terpendamnya bergejolak. Cerita pertama Arsya tidak begitu diminati. Bintang dan komentar hanya mampir sedikit. Itu pernah membuat seorang Arsya yang terbilang salih berputus asa.

Memeluk Noda Tinta BerputihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang