Bismillahirahmanirahim
🍇🍇🍇
Setelah disodorkan Sofi berupa potongan kalimat yang ada di cerita Arsya, Lija membisu, tetapi kebisuannya hanya bertahan semenit. Sisanya, ia sibuk kembali bicarakan Mayura Halika dengan Echa tanpa peduli reaksi Sofi. Pusat dunia orangenya masih berjibaku seputar fan fiction. Tidak bisa dicamilkan dengan sepotong kisah islami, Lija menolak. Ia hanya membaca apa yang dia suka. Bermanfaat atau pun tidak yang jelas bagi Lija jenis bacaannya harus menghibur.
"Kalian nggak mau gitu perbaiki diri? Kita kan udah dewasa ya. Kata Mas Arsya kalau nggak nutup aurat, orangtua kita ikut keseret nanggung dosa loh." Serius, celetukan Sofi mengundang lirikan mata Lija dan Echa berbelok tajam. Seumur-umur pertemanan baru kali ini mereka lihat Sofi tidak satu suara.
"Sofi! Lama-lama gue geram ya sama lo. Lo tuh kenapa sih? Biasanya juga asyik. Sekarang malah bahas-bahas dosa." Lijalah yang paling berani menentang Sofi. Berbeda dengan Echa yang pendam suara demi terciptanya kerukunan.
Sofi hela napas, menyahut Lija baik-baik. "Gue cuma mau kita sama-sama ke surga Ja. Selama ini kita cuma sibuk menghibah Anggi, jarang salat, nggak pakai jilbab. Terus yang mau kita bawa pulang pas menghadap Allah nanti, apa coba?" Kalau tidak ingat Sofi adalah sahabat baiknya. Lija pastikan, wajah cantik Sofi sudah dapat satu cidera mata dari kuku jarinya.
"Sof, lo ngomong gitu kayak mau meninggal besok tahu nggak."
"Kita kan emang nggak tahu kapan kita bakal dipanggil. Jadi lebih baik kalian baca cerita yang bermanfaat deh. Daripada baca cerita yang ada 21 +nya. Kalian juga bakal dapat dosa."
"Udah. Kenapa sih ribut lagi. Bisakan diselesaikan baik-baik." Echa selalu jadi penengah di antar mereka. Paling anti keributan, orang yang suka berdamai.
Obrolan mereka terputus saat Rayan datang. Rayan ini cowok tulen, bukan setengah-setengah. Namun, sejak masuk kuliah Rayan lebih condong dekat dengan ketiga wanita jomlo itu karena alasan mereka asyik. Bukan berarti Rayan tidak punya teman laki-laki, hanya saja jenis kedekatan mereka berbeda.
"Lagi pada apa?"
"Noh, Sofi lagi ceramah. Mungkin dia mau jadi ustazah."
"Hush ... Lija." Echa menegur.
"Serius Sof?" Sambil membuka kacang kulit, Rayan tanyai Sofi dalam mode tenang.
"Nggak gitu Yan. Gue ngajak mereka baca cerita spiritual, tapi mereka malah baca cerita yang banyak konotasi vulgarnya." Tuturan Sofi dipahami Rayan. Sebagai orang netral, bukan penganut wattpad, Rayan setuju dengan Sofi.
"Oh. Maksud Sofi itu baik. Terus kenapa Lija sewot?"
"Dia nggak terima dinasihatin." Cepat Sofi memotong sebelum Lija menyalip.
"Nggak terima apanya. Lo bawa-bawa dosa Sof. Please, jangan kayak orang paling suci deh!"
Echa sudah habiskan setengah gelas jusnya, tapi Sofi dan Lija masih betah berdebat. Juga Rayan yang mendadak migran dihadapkan dengan dua sahabatnya yang sama-sama kepala batu. Lija dengan sifat keras kepalanya lalu Sofi yang selalu ingin menangkan argumennya, apalagi kalau itu benar.
"Soal wattpad aja kalian ributkan. Itu tugas Pak Damono udah selesai belum?" Rayan coba mengalihkan.
"Eh iya. Belum gue, lo udah Yan?"
Rayan mengangguk. "Tapi maaf, nggak ada contekan ya. Lo kerjain sendiri."
"Yaelah Yan. Pelit amat jadi cowok."
"Itu biar melatih lo nggak malas Ja."
Dari semuanya, Rayan terbilang rajin. Ia pecahkan rekor saat ada tugas. Di mana yang lain belum selesai, Rayan dengan jumawa perlihatkan hasil tugasnya. Selain itu, beruntungnya Rayan yang dianugerahi Allah dengan otak cerdas. Dari tingkat sekolah dasar sampai menengah atas Rayan nyaris selalu menjadi juara kelas. Peringkat terendahnya berada di rangking tiga, itu pun jarang. Sedangkan Lija tidak punya prestasi apa-apa untuk dibanggakan, selain membuat rekor habiskan part cerita dalam satu malam dan berujung dengan mata yang membengkak.
🍇🍇🍇
Biasanya Lija pulang diantar Echa naik motor, kebetulan hari ini Echa ada janji reuni dengan teman-temannya. Terpaksa, Lija ditinggalkan di depan kampus sambil berpikir caranya pulang. Duit Lija tidak cukup untuk pesan ojek online. Alhamdulillahnya, ada Rayan lewat. Ia tawari Lija tumpangan yang langsung diiyakan dengan anggukan.
"Ja, laper lagi nggak? Kalau laper kita mampir makan mie ayam dulu." Suara Rayan sedikit berteriak. Pasalnya angin di jalan ributkan telinga.
"Gue mah soal makan ayo-ayo aja."
Janji Lija kemarin hanya isapan jempol. Dia bilang mau diet agar bobot badannya turun. Ideal saja dengan tinggi badannya Lija sudah bersyukur. Tetapi, baru digoda dengan mie ayam, Lija tergiur. Diet dikesampingkan. Niatnya memang perlu di tata ulang, sebab sudah sering Lija jumawa umumkan dietnya lalu rekor bertahan paling lama hanya masuk di dua minggu pertama, selebihnya gagal.
Tiba di warung langganan Rayan, mereka bertukar obrolan.
"Ja, maaf nih bukannya belain Sofi, tapi yang dia bilang ada benarnya. Coba deh baca yang lebih ada manfaatnya Ja, jangan suka baca yang aneh-aneh, yang bisa racuni otak lo." Pandangan mata Lija berubah tajam. Heran melihat Rayan ikut-ikutan sumbang pendapat seperti Sofi.
Sembari tuang kecap ke mangkuk, Lija menyahut. "Maaf Yan. Bacaan gue memang nggak berfaedah kayak Sofi. Gue baca apa yang memang mau gue baca. Kalian nggak bisa larang gue atau Echa buat baca apa yang kami suka. Paham kan maksud gue?"
Rayan mengerti arah pemikiran Lija. Trending topiknya sebatas baca-bacaan menghibur yang undang tawa, juga sisi syahwat. Tetapi sebagai sahabat yang menjunjung tinggi nilai keislaman Rayan perlu ingatkan Lija soal apa yang dia baca memang tidak pantas terus-terusan dikonsumsi. Logikanya, apa yang kita baca bisa saja berpengaruh dengan kehidupan sehari-hari. Contoh, membaca kisah hidup si A yang dipacari si B, lalu si B adalah orang yang romantis. Pasti dalam mindset pembaca mereka berharap si B ini hadir di dunia nyata. Kelak, kalau mereka pacaran maunya diromantisi seperti yang ada di buku-buku.
Padahal, dalam islam tidak ada yang namanya pacaran. Satu-satunya bukti cinta hanya satu, menikah. Berbeda ketika Sofi membaca cerita mas Arsya. Di sana, Arsya jelaskan soal ta'aruf, dapatkan jodoh dengan cara yang baik. Otomatis yang membaca pun akan punya keinginan yang sama. Pikiran-pikiran mereka terbuka, kalau pacaran tidak membawa manfaat apa-apa. Selain ukir prestasi paling banyak patahkan hati, timbulkan baper, berujung dengan tangisan dibalut kegalauan.
"Oke. Gue paham. Tapi Ja ...."
"Nggak ada tapi-tapian Yan. Sekali gue bilang nggak ya nggak."
Kalah. Keras kepala memang sudah jadi watak Lija. Rayan hindari perdebatan karena takut, takut Lija tidak bisa mengontorl amarah. Ujung-ujungnya, persahabatan mereka jadi korban. Yang paling penting, Rayan sudah nasihati, selebihnya tugas Rayan mungkin mendoakan. Meskipun Rayan tahu, salatnya juga bolong-bolong, tapi beberapa waktu ia masih ingat Allah. Bertolak belakang dengan Lija yang wajahnya sangat jarang disentuh air saat jam-jam salat.
🍇🍇🍇
Kerjaan Lija menjelang tidur buka akun wattpad. Mengecek apa cerita favoritnya sudah di posting. Ternyata, malam ini akun Lija sepi notifikasi. Lagi-lagi akun mas Arsya muncul ganggu netra Lija. Kali ini, ia coba buka blurb, membaca sepotong cuplikan cerita "Menjemputmu Dengan Halal".
Kalau ada cara paling aman menjemput cinta bukan dengan pacaran. Melainkan ta'aruf. Banyak pilihan, tapi aku lebih memilih untuk menjemputmu dengan cara yang baik. Karena wanita salihah tidak pantas untuk dikotori dengan hal-hal yang berbau maksiat. Aku mencintaimu karena Allah, maka kujemput dirimu dengan cara yang halal.
Lija sedikit tersentuh. Tertarik membaca belum, tapi ia masukan cerita Arsya dalam perpustakaan. Siapa tahu, kapan-kapan sambil menunggu cerita lain belum di update, Lija bisa selingi dengan membaca cerita mas Arsya. Itu pun kalau atensi Lija terhadap karya Arsya sudah berubah pandangan. Kalau belum, ceritanya hanya akan terpajang manis di perpustakaan Lija. Tanpa disentuh sedikitpun, jahatnya lagi bisa saja Lija hapus dan cari cerita yang sesuai dengan kriterianya.
🍇🍇🍇
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Noda Tinta Berputih
SpiritualePublish pertama : 13 November 2018 Genre : Spiritual Romance 🍇🍇🍇 Sebelumnya, Halija tidak pernah berpikir bahwa jarinya yang iseng membuka kisah bergenre spiritual menghantarkan ia bertukar komunikasi dengan seorang Ikhwan. Halija yang fakir ilmu...