Part 1 : Zevrin Azzam

22 4 9
                                    

Basket basket basket. No day without basket. Terserah mau bilang gue maniak atau apa. But it's me, Zevrin Azzam. Usia 16 tahun. Seorang Zevrin itu nggak pernah punya masalah. Motto hidup gue adalah, "jalanin, nikmatin, dan senyumin".

.

.

.

Ya, hidup gue emang seenjoy itu. Kecuali hari ini. Gila, gila, gila, kenapa gue harus berada pada posisi dikejar-kejar dua cowok kekar di saat seharusnya gue menikmati secangkir kopi susu di rumah dengan kaki terjulur di atas meja. Kenapa?

Gue sebenernya nggak masalah diajak main kejar-kejaran sama mereka. Toh kaki gue ini udah terprogram buat muterin lapangan minimal satu kali sehari. Tapi masalahnya seragam OSIS gue jadi basah karena keringat.

Oke, abaikan pemikiran gue yang lebih khawatirin seragam daripada nyawa. Yang terpenting sekarang adalah gue harus manfaatin sepeda ontel yang terparkir manis di depan toko buku di seberang jalan.

Nah, mana pemiliknya? Gue mengedarkan pandangan ke sekitar toko itu untuk memastikan nggak ada yang akan neriakin maling kalau gue pakai sepeda itu. Yak sip, pemiliknya nggak ada. Sepeda itu mungkin diturunin dari langit khusus buat nyelametin nyawa gue.

Gue nengok ke belakang setelah nyeberang. Dua preman itu tinggal beberapa meter lagi. Gue pun ngasih salam perpisahan ke mereka dengan kedua tangan dada-dada di samping kepala sambil lidah melet-melet.

Yosh, stang sepeda udah ada dalam genggaman. Gue angkat pedal kanan buat ancang-ancang, sebelum akhirnya sepeda melaju menyusuri trotoar.

"Woy, maliiiing."

Lhah kenapa ada yang teriak maling? Gue bukan sih yang diteriakin? Seketika gue berhenti buat ngecek suara cempreng itu berasal. Dia bukannya cewek yang tadi sibuk geledah tasnya di deket sepeda ini? Ah bodo amat, kali ini nyawa gue lebih penting.

Gue pun memutuskan untuk kembali mengayuh, tapi sayangnya sikap bodo amat gue langsung dapat karma berupa sandal yang dengan ganasnya nyium belakang kepala, dilanjutkan lutut gue nyium trotoar karena keseimbangan yang oleng.

"Berani-beraninya kamu maling sepeda di saat pemiliknya berdiri di dekat sepeda itu," sembur cewek itu setibanya di dekat gue.

Gue mendongak ke sumber suara. Lhah gue kira dia pemilik motor di samping sepeda tadi. Dia kelihatannya orang kaya, ngapain pakai sepeda kayak gini?

Belum sempat gue kasih penjelasan ke cewek itu, mata gue langsung dibuat melotot oleh suara mas-mas badass yang neriakin nama gue.

"Cepetan lo naik!" perintah gue buru-buru bangkit.

"Apaan maksud kamu?"

"Lihat ke belakang, dua preman itu ngejar gue."

Reaksi yang ditunjukin cewek itu kurang lebih sama seperti reaksi gue tadi. Dia pun buru-buru naik di boncengan sepeda sambil teriak-teriak nggak jelas yang intinya adalah suuzon sama gue.









Yak, dan cerita ini dibuka oleh pengalaman absurd Si Jeprin yang maunya ditayangin duluan, karena kalo belakangan takut gantengnya keburu luntur. #digeplak Zevrin :v

Freedom FakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang