Part 5 : Paparazi Amatir

14 3 21
                                    

Zevrin telah salah besar, ia menarik kembali opininya kemarin. Dikejar-kejar seorang gadis tidak lebih baik daripada dikejar preman, terlebih pelakunya adalah seorang Kenan dengan kamera di tangannya.

Ia sudah seperti artis dadakan sejak tiba di sekolah, jepretan kamera mengiringi setiap pergerakannya. Beruntung mereka berdua tidak satu kelas, jadi pria itu masih bisa berkonsentrasi pada pelajaran. Namun aksi Kenan berlanjut ketika jam istirahat, kali ini ditambah satu orang lagi yang merupakan teman sebangku gadis itu.

"Menurut kamu bagus yang ini apa ini?"

"Kayaknya yang ini deh. Foto lebih banyak lagi aja, biar banyak pilihan."

Dua gadis itu sibuk memilih gambar terbaik di sepanjang perjalanan menuju kantin. Tak mempedulikan pria di hadapannya yang telinganya sudah panas. Kenan melirik pria itu, sedikit menyeringai saat otaknya dipenuhi ide untuk menjadikan foto-foto itu meme konyol jika Zevrin tidak menerima tawarannya.

"Bisa nggak sih kalian pergi. Gara-gara kalian temen-temen gue pada nggak mau barengan sama gue tau," protes pria itu menghadap ke mereka sambil berjalan mundur.

"Sena, denger nggak? Kayaknya ada yang protes deh, apa jangan-jangan gambar ini bisa ngomong?"

"Wah iya. Coba digosok-gosok, kali aja ntar keluar jin." Sena yang sudah klop dengan Kenan mengikuti sandiwara dadakan gadis itu.

Aksi Kenan selanjutnya yang benar-benar mengikuti ucapan Sena membuat Zevrin menepuk dahinya, "lo kira kupon berhadiah, digosok-gosok?" ucapnya sebelum akhirnya berbalik.

Baru saja Kenan akan melontarkan kalimat ejekan untuk membuat pria di hadapannya semakin panas, namun ucapannya terhenti ketika sebuah bola basket menggelinding ke arah kakinya. Ia berjongkok demi mengambil bola itu. Mengamatinya sesaat, ada rasa nyeri di hatinya setiap kali dirinya melihat benda bulat itu.

Beberapa saat kemudian sepasang kaki berhenti tepat di depannya. Kenan bangkit berdiri dan mendapati seorang pria menatap pada maniknya. Ritme detak jantung meningkat setelahnya.

"Sorry ya. Mm, bisa balikin bolanya?"

Tidak ada respon yang didapat pria itu dari lawan bicara, selain tatapan sulit diartikan dari sepasang mata dengan tubuh yang berdiri mematung. Zevrin memutuskan untuk mengambil bola di tangan Kenan dan menyerahkannya pada sang pemilik.

"Ini Kak. Mau ke gym ya?"

"Iya. Thanks ya, Zev."

"Oke Kak."

Begitu pria itu berbalik, Kenan menggumamkan sebuah nama, "Kak Kenzo."

Ada binar harap di mata Kenan ketika pria itu berhenti, namun rasa kecewa harus menghampirinya ketika mengetahui alasan pria itu berhenti hanya untuk membenahi ikatan tali sepatunya kemudian kembali berjalan.

Hal berikutnya yang didapatkannya adalah sebuah telapak tangan yang melambai di depan wajahnya serta tepukan pelan di bahunya.

"Mau ngelihatin berapa lama lagi?" ucap Zevrin setelah Kenan menyingkirkan tangannya.

"Kejar, Ken. Dia kayaknya objek yang lebih indah daripada Zevrin," tambah Sena sembari menepuk-nepuk bahu sahabatnya itu.

"Kalian berdua apaan sih? Udah yuk ke kantin, laper nih."

***

"Lo suka sama senior kita tadi? Mau gue kenalin?"

Pertanyaan yang dilontarkan Zevrin membuat Kenan hampir tersedak teh hangat yang sedang diminumnya.

Sebuah gelengan diberikan sebagai jawaban.

Sejujurnya Zevrin menikmati perubahan mendadak dari sikap Kenan setelah bertemu seniornya tadi, karena itu membuat kamera milik sang gadis tetap tergantung di lehernya tanpa mengusiknya lagi dengan jepretannya. Tapi di sisi lain Zevrin juga tidak tahan untuk tidak balas mengerjai gadis itu.

Freedom FakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang