Wanita itu meraih ponselnya. Waktunya hampir habis hanya untuk berdandan. Semua ini karena tuntutan pekerjannya.
Kalau dia tidak rapi sedikit saja, paparazi pasti akan mengambil gambarnya dan akan menyebarkannya ke publik, yang akan memberikan efek atas kariernya di dunia entertainment.
Hari ini dia akan bertemu managernya. Karena akan ada satu kontrak yang akan menentukan hidupnya selama beberapa tahun ke depan.
Bagaimana tidak? Ada yang akan mengontraknya selama 5 tahun. Dan gaji yang akan ia dapatkan bahkan lebih dari yang biasanya dia dapatkan.
Dan sepertinya ini tidak bisa disia-siakan. Tapi, biasanya dia mendapat kontrak paling lama satu tahun dan akan mendapat kontrak lagi selanjutnya. Tapi ini 5 tahun.
Jadi dia harus berdiskusi dahulu dengan managernya. Apakah dia akan menerima tawaran itu atau tidak?
Dan sialnya, ternyata jalanan macet. Zhalesa lupa kalau ini adalah waktu dimana semua orang ramai-ramai berangkat ke kantor ataupun ke sekolah.
"Pak, kalau bisa putar balik saja! Lewat jalan tikus kalau bisa, biar cepat sampai!" ujar Zhalesa kepada supirnya.
Walau managernya adalah sahabatnya sendiri, Zhalesa harus tetap profesional. Karena ini adalah urusan pekerjaan. Bukan urusan pertemanan.
Supir Zhalesa tidak berbalik arah, melainkan memilih belok kiri masuk ke jalan tikus. Zhalesa tidak mau mengambil pusing hal itu. Karena yang benar-benar tahu jalanan di Jakarta adalah supirnya.
Ponselnya berdering, menampilkan nama Adisty. Pasti dia sudah mengomel-ngomel di sana, pikir Zhalesa. Mau bagaimana lagi, Zhalesa memang sudah telat. Seharusnya dia sampai di kantornya jam 7 pagi, sedangkan sekarang sudah jam 7.15.
"Zhal, kalo kerja yang profesional dong! Kalau mau telat bilang-bilang! Cacing Gue pada mau demo nih gara-gara Gue lebih milih dateng ke kantor ketimbang sarapan. Eh Elu malah telat!"
Tuh kan. Adisty sudah marah-marah. Zhalesa memutar bola matanya, kemudian baru menanggapi ocehan Adisty.
"Katanya 'yang profesional'? Kok lebih mentingin perut sih?" jawab Zhalesa.
"Jadi manager Lo juga kudu kenyang! Kalo gak kenyang nanti kontrak Lo salah gimana?" betul juga kata Adisty. "Lo dimana sekarang?"
"Gue masih di jalan elah! Kejebak macet Gue! Lo tunggu aja. Entar kalo Gue udah nyampek kita pesen makanan terus nuggu sambil rapat."
"Yaudah deh. Lo cepetan dateng! Kalo gak, Gue tolak semua kontrak Lo!" ancam Adisty.
"Kalo Lo tolak, Lo juga gak bakalan dapet duwit kali!" Zhalesa memutar bola matanya jengah. Memang kadang-kadang sahabatnya itu asal ngomong, sampai gak tau dia bilangnya apa.
"Oh iya. Yaudah deh, Gue tunggu Lo lima menit. Kalo gak dateng dalam lima menit, Lo gue pecat!"
"Lima menit pala Lo peyang? Ini Gua lewat jalan tikus! Mana bisa lima menit nyampek?" sahut Zhalesa.
"Ah bodo amat!" Adisty mematikan telpon sepihak. Zhalesa tidak begitu mengambil pusing perkataan Adisty. Karena memang Adisty suka begitu, tapi tidak serius ingin memecatnya.
Tak lama, ponsel birunya berdenting lagi. Nama Adisty kembali muncul. Mengapa tadi tidak disampaikan lewat telpon saja? Malah SMS?!
"Zhal, Lo kudu cepat dateng! Kayaknya ada yang aneh di sini!"
Zhalesa tidak membalas pesan singkat itu. Karena kurang dari lima menit lagi ia yakin akan segera sampai.
***
Zhalesa langsung menuju lantai lima, dimana ruangannya dan Adisty berada. Kantornya terlihat sepi. Hanya ada satu dua yang berlalu lalang. Mungkin mereka sudah masuk ke ruangannya masing-masing.
Zhalesa memasuki lift dengan berdesakan dengan beberapa orang. Saat-saat seperti ini adalah saat-saat dimana dia senggang. Jadi dia lebih memilih membalas beberapa chat dari temannya, sehingga dia tidak memperhatikan sekitar. Kalau Zhalesa tidak membalas sekarang, mungkin teman-temannya akan mengamuk dan menganggap Zhalesa telah melupakannya karena telah menjadi model terkenal.
Bunyi lift berdenting membuatnya harus mematikan ponselnya. Setelah melihat ke arah tombol pin, di atasnya masih tertulis angka 3, ternyata belum sampai.
Zhalesa kembali memainkan ponselnya. Tidak peduli kalau dia sedang berdua dengan seorang pria. Padahal kalau dia berada di kotak itu berdua dengan satu pria saja, pasti Zhalesa akan parno sendiri. Tapi sekarang dia tidak menyadarinya.
Tak lama, bunyi lift berdenting lagi. Zhalesa benar-benar menyimpan ponselnya di tas sling bag yang ia bawa.
Zhalesa melangkah memasuki ruangan Adisty. Di sana, Adisty sudah berdiri menghadap pintu dengan tangan berkacak pinggang. Siap-siap saja bagi Zhalesa untuk mendengarkan ocehan Adisty yang lebih mirip pidato.
###
Hai readers....!
Selamat datang di lapak baruku. Semoga ceritanya menarik.
Kalau jelek, maaf baru belajar nulis.
Dimohon voment-nya ya...
谢谢。。。(xie xie = terimakasih)
![](https://img.wattpad.com/cover/168914928-288-k749681.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sangria Wine
Fanfiction-Aku yang mudah dibodohi, atau kamu yang terlalu mudah mengambil hati? -Aku bukan sutradara, meski awalnya aku mencoba membuat alur. Aku kalah, maaf!