Zhalesa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Davis mengajaknya ke atas bukit?
Di bukit itu hanya ada 4 lampu taman yang mengelilingi sebuah meja dengan sebuah lilin aroma yang menyala di atasnya. Tidak begitu terang dan tidak begitu redup.
Davis menarik tangan Zhalesa untuk mendekati meja. Dia menarik salah satu kursi dan menarik Zhalesa untuk menduduki kursi itu. Kemudian dia duduk di kursi lain yang tersisa.
Zhalesa menatap ke sebuah vas bunga dari kaca. Kenapa kosong? Davis yang melihatnya langsung tersenyum dan mengeluarkan sesuatu dari dalam jas dark blue yang sedang dipakainya.
"Kamu suka suasananya nggak?" tanya Davis membuka suara sambil menaruh, sebatang mawar putih ke vas bunga kaca yang kosong itu? "Sengaja baru ku isi, biar gak layu." tambahnya saat melihat binar terkejut dari mata Zhalesa saat melihat bunga itu.
Tak lama, seorang pramusaji perempuan mendatangi mereka sambil mendorong kereta makanan. Pramusaji itu tersenyum kepada keduanya, baru membuka tudung saji dan memperlihatkan makanan yang sudah disiapkan koki entah dimana.
"Selamat menikmati Nona, Tuan! Apa masih ada yang kurang?" tanya pramusaji itu.
"Kukira sebotol wine tidak akan mengganggu acara makan malam kami.
"Ada lagi?" tanya pramusaji itu lagi.
"Tidak ada, tapi tolong cepatlah!" perintah Davis.
Pramusaji itu pergi meninggalkan Davis dan Zhalesa yang sedang menekuk wajahnya. Mengapa meskipun Zhalesa kesal, wajahnya tetap cantik?
Tiba-tiba ada suara yang mengejutkan lamunan Davis. "Maaf Tuan, kami tidak menyiapkan sebotol wine. Jadi, kami hanya menyajikan 2 gelas wine." ucap pramusaji itu.
"Tidak masalah. Sekarang kau boleh pergi!"
Selepas perginya pramusaji itu, Zhalesa mulai mengutarakan apa yang sejak tadi dipendamnya. "Bagaimana kau bisa minum wine di depanku?" ucap Zhalesa sedikit berteriak menahan kesal.
"Well. Aku tidak akan minum wine di depanmu." sahut Davis.
"So?"
"Aku akan meminum wine ini di saat kau juga meminumnya." ucap Davis dengan seringaian yang tidak bisa diartikan.
Zhalesa tersedak ludahnya sendiri. Bahkan selama ini dia tidak pernah meminum minuman beralkohol sedikit pun.
Dia lebih memilih menatap makanan yang sudah tersedia di atas meja. Beef steak, fish roasted, kimchi, dan ayam panggang besar di tengah tengah meja di sebelah lilin dan vas bunga.
"Well. Kau ternyata sudah lapar. Ku kira kau akan meladeniku meminum wine ini." ujar Davis.
"Untuk apa aku meladenimu?" ucap Zhalesa sinis.
"Benar juga. Untuk apa ya, kau meladeniku? Kau kan tidak pernah menyentuh minuman beralkohol sedikit pun." tawa Davis mulai terdengar. "Wanita sepertimu kan, suka sama air mineral saja?!"
Sungguh. Zhalesa sangat terpancing dengan apa yang dikatakan Davis. Harga dirinya sedikit tersakiti di sini. Mungkin juga cukup banyak. "Kau mau minta bukti kalau aku sudah terbiasa dengan wine?" suara Zhalesa meninggi.
"Tidak. Karena aku sudah tahu jawabannya."
Zhalesa berdecih. Kemudian langsung menenggak habis segelas wine yang disediakan untuknya.
"Apa yang kau rasakan setelah meminumnya?" tanya Davis setelah melihat ekspresi aneh Zhalesa.
"Sirup?" tanya Zhalesa heran.
"Hm, kau kira aku akan menyajikan apa? Tapi, kita belum bersulang?"
"Lupakan saja mimpimu itu!" ucap Zhalesa kemudian langsung menarik beef steak lebih dekat dengannya dan memakannya tanpa harus menjaga image-nya di depan Davis. Bodo amat dia mau berkata apa. Dia sudah terlanjur malu dengan sikapnya. Ternyata itu hanya sirup. Pasti semua ini adalah ulah Davis.
"Kau ternyata benar-benar sudah kelaparan."
Mereka makan dalam diam. Sesekali Davis melirik Zhalesa sambil tersenyum. Dia makan sangat lahap.
"Ku ingatkan kau bahwa besok sore kau ada pemotretan di pinggir pantai." Davis kembali membuka suara ketika makanan mereka sudah habis. Lebih tepatnya saat Zhalesa sudah menghabiskan makanannya setelah Davis menunggu 10 menitan.
"Tidak usah diingatkan! Aku masih ingat pekerjaanku."
"Terserah kau berkata apa. Aku hanya tidak mau kau merugikan perusahaanku." sungguh. Davis ingin mengatakan yang sesungguhnya, bahwa perasaannya masih sama. Tapi itu semua tidak mungkin.
"Tenang saja, aku terlalu professional untuk itu. Kau tidak perlu cemas kalau kau akan rugi. Ku jamin itu tidak akan terjadi." sahut Zhalesa.
"Bagus kalau begitu."
***
"Adisty, astaga! Gaun ini terlalu merepotkan untuk pemotretan di pinggir pantai! Terlalu banyak kain panjang yang nantinya bisa melayang!" protes Zhalesa pada Adisty setelah dia memakai kostumnya sebelum pemotretan.
"Merepotkan apanya? Lihat!" adisty menarik lengan Zhalesa dan mengarahkannya ke sebuah kaca besar di dekat mereka. "Kau sangat cantik, Zhal! Dan angin pantai memang akan menerbangkan beberapa lembar kain ini."
Baru saja Zhalesa akan memprotes, Adisty kembali membuka suara. "Tapi gaun ini tidak akan membuatmu malu. Lihat kain ini, ini sebagai roknya, yang akan tetap melindungi mu ketika beberapa kain ini akan terbang."
Zhalesa menarik napas dalam. Baik, dia akan menggunakan gaun warna merah muda ini. Memang indah. Dan ada kain yang masih akan menutupi tubuhnya ketika beberapa lembar kain di badannya beterbangan.
"Zhal, kita harus segera turun. Mereka sudah menunggumu."
###
Well...
Mau mengingatkan juga, lapak ini slow update banget...jangan lupa juga buat vote, comment, dan follow akunku ya...!
Kalau yang sudah baca deskripsi cerita ini, dan menemukan nama HANSA DA SILVA, tapi belum menemukan sosok ini, next chapter pasti ada.
Maaf ya, terlalu pendek. Akan diusahakan lagi supaya lebih panjang...
See you next time👋👋👋💓
KAMU SEDANG MEMBACA
Sangria Wine
Fanfic-Aku yang mudah dibodohi, atau kamu yang terlalu mudah mengambil hati? -Aku bukan sutradara, meski awalnya aku mencoba membuat alur. Aku kalah, maaf!