Part 1 - "The A Team"

981 81 4
                                    

Seandainya dia tidak jenius, pasti sudah dikeluarkan dari binusvi. Itu yang sering orang bicarakan tentangnya.

"Des, ngliatin apa?", irene menepuk pundakku dan melihat arah pandanganku.
"Hm, ka bejo yaaaa" irene menyikut.
"Bukan" jawabku datar sambil ku lanjutkan makan bakso didepanku.
"Pffttt, irene!!! Lu nambahin sambel ya!", ku lap mulutku.
"Hahaha, habis km ngelamuni, siapa sih masak si bantet?", irene masih penasaran.
"Irene, udah sih jangan gangguin desyca lagi", reiva membelaku.
"Lu ga salah des, ngelamunin si bantet, mending kemana-mana sahabatnya loh!", irene protes.
"Psstttt", reiva menyuruh kami diam.
"Jangan sampai kedengaran fansnya", reiva berbisik.
Gue dan irene mengangguk.
"Mending kita ke perpus, nggosip disana", irene menarik tangan gue.

"Heh! Mbak barbie bayar dulu makan ya!", teriak mbok darmi.
Irene nyengir dan berbalik membayar. Sebagai anak CEO irene sangatlah royal.

Disinilah kehidupan kami, binusvi. Irene dan reiva memang sudah ada di sekolah ini sejak tk, sd, dan smp. Tapi aku baru bergabung di binusvi sma kelas 1 ini, karena beasiswa dari pemda sebagai juara olimpiade fisika tingkat smp.

"Sini, sini des", irene menarik tanganku, kami tertawa berlari-lari kecil menuju perpustakaan bagian kebangsaan yang selalu sepi, ada beberapa koridor. Letak nya paling ujung dan tertutup, dulu sering buat dipakai pacaran, tapi akhirnya dipasang cctv disana, untungnya tidak merekam percakapan. Sejak awal semester inilah basecamp kami bertiga.

Terdapat kursi panjang disana.
"Jadi des, kamu kenapa penasaran sama kak juna?", reiva memulai, ternyata dia juga kepo.
"Apa sih!", aku memelankan suaraku.
"Iya deh ngaku aja, ini bukan pertama kali lo aku nangkep basah kamu ngliatin dia", irene menyikutku.
"Um... rasanya aku tak asing, tapi aku sama sekali tak ingat pernah ketemu dimana", jawabku jujur.

Mata nya yang tajam itu, dan rambutnya yang berantakan.

"Cieee, jangan-jangan cinta lama bersemi kembali", reiva menggoda.
"Hahaha, apaan sih! Serem gitu", sanggahku.
"Eh, tapi bener loh ren, sebenarnya kak juna juga ga jelek, babyface malah, ya bantet dikit sih. Ehehe", reiva mengaku.
"Nah kan, siapa yang ngefans sekarang", godaku.
"Ngfans? Kamu aja kali des!", reiva membalas, "yah, dulu sih pas smp aku kagum banget sama dia, tahun pertama ikut olimpiade biologi, tahun berikutnya kimia, tahun ke 3 matematika, tahun lalu kimia, dan tahun ini fisika..", reiva menjelaskan.

Wow! Itu manusia apa komputer.
"Lu yakin ga ngefans rei?", irene sinis memandang reiva.
"Hehehe, dulu iya. Tapi...." reiva memelankan suaranya, padahal tidak ada orang lagi di area kebangsaan dan sejarah di perpustakaan ini.
"Please, jangan bilang siapa-siapa", reiva berbisik. Aku dan irene mendekatkan kepala kami.
"Sebenarnya.... kak juna itu sepupu jauh dari mama aku"

Aku dan irene berpandangan. "Aelah reiva, kirain apaan!", irene langsung ngupil cuek. Seandainya dia tidak secantik barbie asia pasti aku sudah ilfil.

"Pssssttt!!", reiva sedikit panik.
"Jangan sampai ada yang tahu. Kalian kan tahu sendiri, julukan mereka".
"A TEAM?", sahut ku biasa.
"Psssttttt", kali ini irene dan reiva ikut mengingatkan.
"Des, kalau bahas itu hati-hati. Ketua fans club si Ratu bisa-bisa denger", reiva berbisik.
"Ratu? Anak 1-A?", jawabku ringan. Aku memang tidak tahu apa-apa.
"Sekelasmu dong", aku memandang irene, dia juga A team.
"Aku bukan A team. Amit-amit!", irene menghela nafas, kakinya dinaikkan keatas meja dan bersandar di kursi, plek percis preman tampang barbie.
"Gak semua yang dikelas A masuk ke A team des... ", reiva berbisik.

Teeeetttt! Bel berbunyi.
"Yuk yuk!", kami bergegas meninggalkan perpuskaan berlari di koridor dan tertawa.
"Desyca, kamu bongsor tapi lemot amat sih!", irene mengejekku karena selalu lari terakhir.
Dan reiva harus menggandeng tanganku agar lariku lebih cepat.

The A TeamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang