"INI DIA! Pasangan baru akhirnya sampe rumah. Mau genjot-genjot?"
Yak, sapaan hangat yang berasal cuma dari mulut kembaran gue.
Gue cuma ngelirik Felix sinis, "Sialan, ya, kamu, bang."
Tian ketawa, apa coba?
"Mana Ace?"
Felix nunjuk kamar dia, "Mandi."
"Oh.."
eH TUNGGU!
"MANDI?!"
Felix kaget, Tian juga.
"Abis ngapain lo berdua?" tanya gue berusaha terlihat menyelidik.
"Bikin anak. Biar gak keduluan lo berdua."
Tian ketawa, ngakak banget, et. Sedangkan gue? Dengan cepat gue lempar bantal sofa ke muka Felix.
"Mulut lo sekonyong-konyong kalo ngomong."
"HAHAHAHAH, udah ah, sana lo beberes, bau kecut! Baru kita makan nih pizzanya."
Gue jalan ke arah tangga, "Males. Gue udah kenyang. Mau di kamar aja. Sana lo bertiga rapat paripurna. Serah ngomongin apa."
Dengan cepat gue ganti baju setelah gue nyuci muka dan sikat gigi. Gue tiduran di kasur gue dan natap langit-langit kamar gue.
Seakan baru keinget sesuatu, gue lompat dari kasur dan ambil tas gue. Gue keluarin foto gue sama Tian tadi. Ngeliatnya aja bisa bikin gue tiba-tiba senyum. Aduh.
krek
"Fel?"
Gue buru-buru masukin foto itu ke dalem tas dan nengok ke pintu.
"Ngapain?"
"Aku ngantuk."
"Lah, terus?"
"Mau bobo."
"Masa' disini?"
"Felix yang suruh."
"Sialan."
Cuma itu yang keluar dari mulut gue. Akhirnya Tian naik ke kasur gue. Dia lepas leather jacketnya dan ganti di senderan kasur gue.
Untung aja Bunda lagi ke luar negri, kalo enggak, Felix bener-bener gue aduin.
Lima menit gue nungguin dia tidur. Udah nyenyak, capek kayaknya.
"Terus gue tidur dimana, jir?" tanya gue ke diri sendiri.
"Kenapa, sih, Felix suka banget sekonyong-konyong, et dah."
Gue mulai jambak rambut gue frustasi. Akhirnya gue memutuskan untuk tidur disamping Tian.
TENANG GAIS
Ada guling di tengah-tengah. Santai-santai. Langsung heboh, gitu.
Gue ngambil posisi munggungin dia, dan mulai berdoa supaya gak terjadi hal yang gak diinginkan. Dih, amit-amit.