(Cerpen) Cemburu Buta

49 14 9
                                    

(Cerita Pendek - Cemburu Buta)

~~~

"Doni! Sudah ibu bilang jangan main hape terus!"

"Aku lelah, Bu!"

Brak!

Kulempar gawai hingga menghantam dinding sebelum akhirnya jatuh dan remuk. Marahku kali ini sudah tak dapat ditahan lagi.

Tanpa peduli dengan wanita tua itu, aku melenggang pergi menuju ke kamar. Bodo amat dengan segala racauannya.

Kata orang, anak bungsu itu selalu mendapat perhatian lebih dari orang tuanya. Lebih dimanja dan disayang. Namun, bagiku itu tidak dan sebuah kebohongan besar.

Alih-alih menyayangiku, ibu justru lebih sering memarahiku bahkan pada hal sepele seperti tadi. Mengomel tiada henti dan selalu menuntut lebih padaku.

Bekerja! Ya aku harus bekerja dan mandiri di usiaku yang terbilang masih sangat muda, yakni 19 tahun. Padahal aku juga ingin seperti teman-teman yang lain, menikmati masa remaja dengan bersenang-senang, hangout bareng, mencari pacar dan lain sebagainya. Aku ingin. Namun, setiap kali aku keluar hanya untuk nongkrong bareng teman, selalu saja kena ceramah panjang kali lebar.

Secara ekonomi keluarga ini sudah lebih dari cukup, harta tidak terlalu berlimpah tapi tidak bisa dibilang sedikit juga. Seharusnya aku tak perlu harus terlalu giat bekerja dan meninggalkan masa emasku sebagai remaja normal.

Membosankan! Namun, kautau apa yang paling menyebalkan dari semua itu? Dia kakakku.

Berbanding terbalik denganku. Dia yang usinya lebih tua tiga tahun dariku tidak pernah mendapat teguran apalagi bentakan dari ibu.

Padahal, Kakak tidak lebih baik dariku. Gaya hidupnya urakan, bahkan sering tidak pulang dan seorang pengangguran akut.

Aku saja jijik jika melihatnya, tapi ibu lebih menyayanginya.

Cih!

Aku tak habis pikir, apa yang sebenarnya ada di pikiran ibu?! Dia berubah semenjak bapak meninggal. Ya, semuanya berubah begitu saja.

Tok! Tok! Tok!

"Doni?"

Ah, ibu! Buat apa lagi sih?!

"Doni, kamu sudah tidur, Nak? Ibu cuma mau bicara sebentar."

Persetan! Kenapa aku tidak bisa mengabaikannya. Aku berdiri lantas meloncat dari atas ranjang, lalu membuka pintu. Benar, wanita bergaris wajah tua itu sudah di depan pintu. Di tangannya tergenggam gawai yang sudah remuk karena kulempar tadi.

"Ada apa lagi, Bu? Kalau cuman mau memarahiku lagi, mending besok saja. Aku ngantuk!" Kututup lagi pintu, namun dengan cepat tangan ibu menahan.

"Tunggu, Nak. Maafin ibumu...," ucapnya.

"Udah kumaafin!" balasku cepat, tak peduli. Kembali kucoba menutup pintu, tapi lagi-lagi dia menahannya.

"Ibu tau kamu marah karena sikap ibu yang selama ini selalu membentakmu, Nak. Ibu sadar ibu salah." Setetes air mata merembas keluar dari netra tuanya. Perlahan, rasa amarahku meredup, digantikan rasa terenyuh dan iba.

Bagaimanapun juga, aku tidak bisa menyangkal keberadaannya sebagai sosok ibu. Sial!

"Tapi kenapa, Bu? Kenapa Ibu selalu memarahiku bahkan jika aku melakukan kesalahan sepele, sedangkan kakak saja tidak pernah ibu tegur meski selalu berbuat kesalahan besar?" tanyaku seraya menahan rasa sakit di dalam dada. Aku hanya ingin tau alasannya. Itu saja, tak lebih.

"Karena ibu peduli padamu, Nak."

"Ha?" Aku tak bisa percaya begitu saja.

"Karena ibu ingin yang terbaik untukmu. Ibu hanya ingin kamu bisa menjadi pria yang bertanggung jawab kelak, tidak seperti kakakmu. Maka dari itu, ibu selalu berusaha berlaku keras padamu, Nak."

Aku hanya diam mendengar pernyataan itu. Sementara air mata ibu semakin meluncur deras. Bibirnya bergetar, aku pun. Tiba-tiba kelu.

Jadi, mungkinkah selama ini aku hanya cemburu buta? Aku telah salah menaruh benci pada seseorang yang seharusnya aku puji.

"Ibu."

Tak ada alasan lagi bagiku untuk tetap marah. Aku yang salah, karena telah berburuk sangka pada sosok wanita tua di depanku ini.

Aku terjatuh dan bersujud di kakinya. Ibu, maaf karena selama ini aku selalu membencimu.

~ END

Mohon kritik san sarannya ya ;D
BLITAR, 22-11-18

Kumpulan Cerpen SSaiyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang