AtasNama#4

8K 1.1K 68
                                    

~Hawa Prilliea~

"Ii, umi dan abi kasih kesempatan sama ii untuk belajar di kampus biasa bukan dipesantren, tapi ingat, ii harus menjaga diri, menjaga hijab yang ii gunakan dan menjaga kehormatan sebagai seorang gadis yang pernah belajar dipesantren..."

Aku hanya diam saja. Tidak membantah. Karna akan sama saja ketika dibantah. Nasehat umi akan lebih panjang lagi. Lebih baik diam, tetapi kita melakukan apa yang kita mau dan apa yang kita suka. Lagipula umi benar, sebagai gadis tamatan pesantren, aku harus menjaga diriku.
Yang jelas, aku sangat senang telah lepas dari pesantren dan melanjutkan kuliah dikampus umum, tetapi tetap mengambil jurusan Agama Islam.

"Umi, Makki pamit!"

"Kemana? Rapi banget, ganteng pula."

Aku yang bertanya pada adikku Makki yang pamit pada Umi. Dia mendekati kami dengan stelan gamis dan kopiah haji putihnya. Makki bersekolah ditempat dimana aku sekolah dulu. Sekolah Islam. Saat ini dia kelas 8 naik ke kelas 9. Sekolah dari pagi jam 8 sampai setelah sholat Ashar. Menunaikan Ashar dulu dimesjid lingkungan sekolah, baru boleh pulang. Full day. Tapi cuma sampai jumat. Sabtu dan Minggu libur.

"Mengaji dong, kak!" Sahut Makki sambil mencium tangan Umi.

"Sudah seharian mengaji disekolah, pergi mengaji lagi? Kenapa tidak istirahat saja?" Aku bertanya saat Makki mengulurkan tangan dan mencium punggung tanganku.

"Justru itu dong kak, diluar sekolah kita harus menerapkan, belajar dan belajar lagi," Makki berkata sambil meluruskan punggung dan menatapku.

Makki baru kelas 9, pikirannya sudah jauh kedepan. Berkarakter. Sedangkan aku? Aku jadi malu dengan pertanyaanku sendiri.

Kami lima bersaudara. Yang pertama, Abdullah Zabir, kakakku yang saat ini berada di Mesir, belajar sambil mengajar. Baginya ilmu harus terus dipelajari dan diajarkan. Yang kedua kakakku Abdul Zabar, seorang da'i sejak cilik dan sekarang masih belajar dikampus ternama di Kairo. Aku yang ketiga, diberi nama Hawa padahal kakakku bukan bernama Adam. Kenapa? Karna aku adalah anak perempuan pertama dalam keluarga setelah dua kakak lelakiku.

"Lagipula, sejarahnya-kan Adam dan Hawa itu pasangan, bukan kakak beradik," alasan lain umi dengan pertanyaan kenapa namaku Hawa, padahal kakak-kakak lelakiku tidak ada yang bernama Adam.

"Berarti nanti pasanganku namanya Adam ya, umi?"

Umi malah tertawa sambil mencium pelipisku. Pertanyaanku memang lucu. Pertanyaan dari seorang anak kecil yang saat itu baru sekolah ditaman kanak-kanak.

"Masya Allah, adik mungilku baru tk juga, pikirannya sudah pasangan!" Celetuk Kakak Zabirku saat mendengar pembicaraanku dengan umi.
Dan akupun, jadi bahan ledekan satu rumah saat itu. Kakak Zabarku menarik ujung kuncir dua-ku gemas. Umi membelaku kalau beliaulah yang salah karna menjawab seperti itu. Namun membelanya sambil tertawa. Mungkin karna merasa gemas padaku dan mencubit pipi chubbyku setelah menciumnya.

Sedangkan Makki yang keempat saat itu baru berusia 3 tahun dan yang kelima sedang dalam kandungan umi, alm. Zakia, adik perempuanku yang sudah lebih dulu dipanggil Allah diusianya yang ke 5, setelah tiga bulan sebelumnya jatuh diperosotan sekolahnya lalu tidak bisa berjalan lagi hingga meninggal tiga bulan kemudian.

Saat itu kami semua harus ikhlas. Tidak menuntut pihak sekolah juga meski adikku jatuh karna didorong oleh temannya dan terjadi dilingkungan sekolah.

"Edisi titipan yang diambil kembali!" Kata Abi dengan ikhlasnya.
Dan tinggallah, aku menjadi anak gadis satu-satunya dirumah yang diapit 3 saudara laki-laki.

"Kakak gak mau kepengajian-pengajian, mumpung senggang kak, belum ada kegiatan!" Makki mengingatkan.

"Memangnya jadwal pengajian dimana saja?"

Atas Nama Yang MahaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang