AtasNama#5

7.5K 1.1K 72
                                    

"Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia."
(Surah Al Isra ayat 53)

"Astagfirullah Hal Adzim!"

Hawa Prilliea gadis itu, mengusap perutnya berulang-ulang sambil beristigfar sekaligus sedikit meringis.
Saat ini ia meringkuk didalam selimut karna perutnya mendadak sakit dan tubuhnya terasa meriang.

Sedari tadi hanya ada rasa menyesal dalam hatinya. Apalagi mengingat ucapan Uminya tentang surah Al Isra ayat 53. Kenapa uminya membahas surah itu? Tentu ada sebabnya.
Mereka batal ke pengajian ustadz Mansur. Karna seketika Hawa Prilliea yang biasa dipanggil Ii itu mendadak sakit padahal sudah bersiap untuk pergi kepengajian.

Meski sebelumnya ia berperang batin menerima atau menolak ajakan Melia, dan akhirnya ia memutuskan untuk tetap pergi bersama ibunya meskipun hati juga ingin pergi bersama Melia, ternyata Allah memilihkan sakit sebagai penolak kedua-duanya.

"Maaf umi, ternyata kita harus batal pergi gara-gara ii!" Dengan nada yang hampir menangis, ia berkata pada umi yang tersenyum sambil duduk disisi tempat tidurnya tadi.

"Sudah kehendak Allah, tidak perlu disesali, tapi disyukuri saja!"

"Sakit begini disyukuri, umi?"

"Allah sudah berkehendak, pasti sudah yang terbaik..."

Diam-diam gadis itu merenung, memaknai apa yang terjadi sesungguhnya banyak hikmah dibaliknya. Ia dengan mudah menolak Melia pergi ke pesta karna benar-benar sakit. Dan nyatanya, Melia juga tidak mengutamakan menengoknya tetapi justru tetap pergi sendirian.

"Ayolahhh sek, masa gue sendirian gak punya teman, Bowo dengan Ivana, Laily dengan Syahril, setidaknya gue sama dengan lo, jomblo, dan bebas deket-deket cowok-cowok kece, siapa tau ada yang nyangkut!"

Jadi, ucapan Melia sebelumnya terdengar omong kosong. Toh sekarang tanpa dirinyapun, Melia pergi juga.

"Lo bilang lo sakit perut, biar nanti begitu umi lo pergi, lo juga pergi!"

Apa jadinya jika ia tadi menuruti Melia, berbohong pada umi karna sakit lalu pergi dengan Melia setelah umi pergi kepengajian sendirian tanpanya? Nyatanya umi yang lebih memilih menemani dan merawatnya. Dan Melia tetap pergi dengan ucapan : "Syafakillah, sek!!" Dengan ringannya. Bahkan sebelumnya ia berseru tak percaya ketika ia menelpon kembali memastikan kalau ia akan menjemput Prilliea didepan komplek, mendengar Prilliea sakit.

"Lo sengajakan bohongin gue, lo gak mau nemenin gue kan sebenarnya?"

"Astagfirullah, demi Allah, gue mendadak mules, udah berapa kali ketoilet sejak lo tutup telpon tadi, sekk!"

Tak ada suara diujung telpon. Akhirnya suara umi yang menghampirinya dikamar dengan membawa minyak kayu putih yang meyakinkan Melia kalau Prilliea benar-benar sakit.

"Ya sudah, Syafakillah, sek!"

Dan klik. Sambungan telpon terputus.

"Menyesal....." tanpa sadar Hawa Prilliea bergumam.
Tangan uminya yang saat itu menggosok perutnya dengan minyak kayu putih aroma nampak terhenti sejenak, lalu mengulang ucapannya dengan nada pertanyaan.

"Menyesal?"

Hawa Prilliea terdiam sejenak. Ragu. Jujur atau diam saja sekarang?

"Tidak, umi, ii menyesal kita tidak jadi pergi ke pengajian ustadz Mansur gara-gara ii mendadak sakit begini!"

Akhirnya hanya itu yang bisa ia katakan. Meski sebenarnya ia ingin sekali berucap, "Maaf umi, tadinya ada terbersit rasa ingin pura-pura sakit ternyata sekarang sakit beneran!"

Atas Nama Yang MahaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang