"Aku pulang! Baby, where are you?"
"Oh, kau sudah pulang! I'm here in the kitchen, Hon!"
Lisa bergegas menuju dapur dan menemukan istrinya sedang sibuk dengan adonan kuenya. Otomatis wanita berdarah Thailand itu tersenyum sangat lebar lalu memeluk tubuh Jennie dari belakang.
"Damn, I really miss you. Apa yang sedang kau buat?" ujar Lisa di leher Jennie.
"I miss you too, you know. Aku selalu menunggu-nunggu jam enam sore agar bisa bersamamu lagi," balas Jennie. "Oh ya, aku sedang membuat pancake coklat kesukaanmu. Lebih baik kau mandi dulu dan cepat kembali ke bawah, oke?"
Lisa menggeleng manja. "Shirreo. Aku ingin ciumanku dulu sebelum mandi."
Jennie terkekeh. "Aku belum mandi, Lisa. Leher dan tanganku terkena tepung jadi...jadi—hei!"
Lisa tidak peduli dengan seribu satu alasan Jennie. Ia memegang dagu wanita tersebut dan mengarahkan wajah itu padanya.
"Aku tidak peduli jika wajahmu dipenuhi kotoran lumpur sekalipun. I just wanna kiss you."
Ciuman manis penuh rindu pun terjadi. Jennie menyerah saat lidah Lisa perlahan memasuki mulutnya, menggelitiki sudut mulutnya hingga Jennie mengerang. Adonan kue terabaikan. Kini Jennie bertumpu pada meja di depannya sebab Lisa menyerangnya dengan ciuman menggebu-gebu.
Lisa merindukan istrinya setiap saat. Ia menyalurkan rasa rindu itu lewat ciumannya. Lembut tapi menuntut. Dengan sayang ia mengelus rahang Jennie dan memainkan anak rambut wanita cantik itu. Jika mungkin, ia ingin seperti ini setiap detiknya.
"Lisa...," desah Jennie di mulut istrinya.
"Hmm?" gumam Lisa lalu mengecup puncak hidung Jennie. "Baiklah, aku akan mandi. Asal bersamamu."
"Lalu adonan kue ini?"
"Kita lanjutkan nanti. Ayo atau aku akan menggendongmu."
Lisa menepis lamunan sorenya dengan cepat. Ia kesal terhadap dirinya sendiri karena tidak berhenti memikirkan Jennie dan memori indah mereka. Lisa tidak ingin lagi mengulanginya. Hatinya terlanjur sakit karena pengkhianatan yang dilakukan Jennie. Saat ini, mungkin semuanya akan berakhir.
"Apa kau yakin, Lisa? Sekali lagi kuingatkan—"
"Aku sangat yakin dan jangan mencoba membuatku berpikir lagi! Besok pagi aku ingin semua berkas selesai agar aku bisa segera menandatanganinya."
Seulgi saling pandang dengan Jackson Hwang, pengacara Lisa. Lisa tampak tidak bisa lagi diajak kompromi. Ia bahkan tidak mendengar nasehat sahabat dan pengacaranya untuk memikirkan lagi keputusan perceraian ini.
"Apakah kau semarah itu, Lisa? Kau tidak mencintainya lagi?" Seulgi memutuskan untuk bertanya. Walaupun ia adalah sahabat Lisa, ia tidak mendukung Lisa dalam hal ini. Ia tahu kalau Lisa sangat mencintai Jennie, begitupun sebaliknya. Mereka tidak pernah bertengkar sehebat ini. Seulgi sendiri tidak mengerti mengapa Lisa tidak menerima penjelasan.
Kemudian ia melihat Lisa membalikkan badan, menghadapnya dan Jackson. Ekspresi wajahnya sinis, tidak seperti biasa.
"Kau tahu apa yang membuatku sakit? Dia bersikap seperti tidak ingin memperbaiki hubungan kami. Bahkan dia yang mengajukan perceraian terlebih dahulu. Apa kau tahu rasanya ditolak seperti itu, huh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbreakable
Fanfiction"You know it's never fifty-fifty in a marriage. It's always seventy-thirty, or sixty-forty. Someone falls in love first. Someone puts someone else up on a pedestal. Someone works very hard to keep things rolling smoothly; someone else sails along fo...