"Kenapa kok anak kita bisa pingsan tiba-tiba sih, Yah?" tanya Kartika dengan wajah penuh semburat khawatir.
"Bun, tenanglah. Alya akan baik-baik saja," ucap Rama berusaha menenangkan istrinya. Kini keluarga Rama sedang berada di mobil menuju ke rumah sakit tempat Alya di rawat. Semuanya langsung berangkat begitu mendapat panggilan dari Althaf yang menelepon Rama saat mereka sedang makan malam.
"Alya itu tidak pernah pingsan, Yah. Bunda tahu dia anak yang kuat," ucap Kartika semakin bersikekeh, bahwa ada yang tidak beres dengan anak sulungnya. "Bahkan Alya itu jarang sakit."
"Kartika, Alya itu manusia dan dia perempuan. Itu hal yang wajar, dan jangan kamu berpikiran negatif seperti itu."
Farel yang duduk di kursi belakang sendirian hanya bisa diam. Telinganya hanya mendengar pembicaraan kedua orang tuanya yang malah berdebat karena mengkhawatrikan kondisi kakaknya.
Farel duduk bersandar dengan mata menatap ke arah jalan. Ia berdecak begitu panggilannya untuk yang ketiga kali tidak diangkat oleh Althaf. Kedua kakinya kini ikut bergerak menghentak seiring dengan rasa khawatirnya yang ikut muncul. Hingga akhirnya setelah 45 menit berada di dalam perjalanan, Farel dan kedua orang tuanya sampai di rumah sakit.
"Di mana ruangan kakak kamu, Rel?" tanya Kartika pada Farel setelah mereka memasuki bangsal rumah sakit.
"Ruang Melati, lantai 4."
Ketiganya langsung bergegas menuju lift. Tak sekali, Rama meminta Kartika untuk memperlambat larinya, karena kini istrinya malah semakin mempercepat langkah kakinya dan bahkan setengah berlari.
"Raya!" Kartika langsung berlari ketika melihat Raya yang sedang duduk di bangku tunggu.
Sang empunya nama pun menoleh dan berdiri. "Bunda.." bibirnya Raya ikut cemberut sedih saat melihat Bunda Alya yang menghampirinya sambil bercucuran air mata. Raya bukanlah orang asing dalam keluarga Wicaksono. Bersahabat lama dengan Alya membuatnya ikut secara tidak langsung juga dekat dengan orang tua Alya. Ia bahkan sudah terbiasa memanggil sebutan orang tua Alya dengan sebutan ayah-bunda.
"Gimana keadaan Alya, sayang?" tanya Kartika dengan menggenggam erat kedua tangan Raya.
"Alya baik-baik saja Bun, alhamdulillah. Sekarang dia lagi istirahat." ujar Raya memberikan seutas senyum di wajahnya, agar bisa mengurangi rasa khawatir Kartika yang berlebihan.
"Dasar anak itu, bisanya bikin Bunda khawatir terus." Tangan Kartika sudah berada di gagang pintu, namun ditahan oleh Raya.
"Bunda mau ke mana?" tanya Raya bingung
"Ke dalam dong, Ra. Bunda mau cubit Alya karena udah berhasil bikin Bunda nangis sepanjang jalan."
"Tapi Bun, Alya lagi-" Raya berhenti bicara ketika Kartika membuka pintu lebar-lebar dan melangkah masuk.
"Ayah juga ke dalam dulu ya, Ra."
"Eh, tapi Yah-" Bibir Raya semakin terkatup sepenuhnya begitu melihat Farel yang memberinya tatapan aneh sebelum akhirnya lelaki itu ikut masuk. Entah bagaimana reaksi ketiga orang yang memasuki ruang melati itu, Raya tidak mau memikirkannya.
Benar saja, baru Raya menghitung sampai detik ketiga, Farel sudah keluar dari ruangan dengan membekap mulutnya menggunakan kedua tangannya. Lelaki yang menggunakan sweater navy itu langsung terbatuk sepuasnya.
Bagaimana tidak? Ia melihat kakak perempuannya sedang berpelukan di atas ranjang rumah sakit yang berukuran kecil dengan suaminya.
Sedangkan yang di dalam ruangan, Rama berbisik pada Kartika. "Ayah bilang apa, Alya nggak apa-apa kan?" tanya Rama dengan mengusap bahu Kartika untuk menenangkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halaqoh Cinta | ✅ [SUDAH TERBIT]
Spiritual| SPIRITUAL - ROMANCE | 🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷 Ketika seluruh keluarga mendesakku untuk segera menikah, maka itu malah membuatku semakin menghindar. Sempat terpikir olehku, pernikahan kini bukan lagi menjadi hal prioritas. Sampai aku bertemu dengan seoran...