Hari ini adalah hari minggu. Setelah sarapan, Alya berdiam diri di kamarnya. Sejak semalam ia sudah tidak bisa tidur karena memikirkan hari ini. Alya saat ini berdiri di balkon kamarnya. Tempat favorit jika ia sedang banyak masalah dan butuh pasokan udara segar. Membiarkan udara pagi menerpa kulit putihnya.
Lama Alya berdiri di sana, hingga tepat jam 10 pagi, ia melihat ada mobil sedan berwarna putih terparkir di depan rumahnya. Alya melihat kedua orang tuanya tampak tersenyum lebar menyambut kedatangan tamu, yaitu Althaf dan keluarganya. Mereka semua saling berjabat tangan. Althaf juga membawa Melisa, adiknya.
Mata Alya berhenti di satu titik, Althaf. Althaf melihat ke atas dan menghentikan pusaran pandangannya pada perempuan yang sedang berdiri di balkon kamarnya di lantai 2, sehingga tanpa sengaja mata mereka beradu pandang. Seakan ada medan magnet yang membuat rotasi waktu berputar lebih lambat. Menyadari bahwa mereka hampir saja melakukan zina mata. Alya langsung menundukkan kembali pandangannya, begitu juga dengan Althaf.
Hari ini Althaf tampak tampan, walaupun memang sudah dari sananya ia terlahir tampan. Althaf datang dengan mengenakan pakaian smart casual. Ia menggunakan celana berwarna khaki, kaos kemeja serta semi jas berwarna navy. Sedangkan untuk sepatunya Althaf memilih menggunakan sepatu kulit strap berwarna cokelat.
Ayah dan bundanya terlihat begitu senang menyambut kedatangan Althaf dan keluarga hingga meminta mereka semua untuk masuk. Tapi mata Althaf dan Alya kembali untuk beberapa detik, sebelum Althaf benar-benar memasuki rumahnya.
Alya menoleh begitu pintu kamarnya terbuka lebar. Farel Masuk dan menghampirinya. "Mas mu sudah datang."
Alya menghela napas panjang. "Dia bukan Mas ku, Rel."
"InsyaAllah sebentar lagi dia jadi Mas mu."
Alya memalingkan wajahnya ke kanan. Malu sekali Alya rasanya, mendengar Farel mengatakan hal seperti itu.
"Semuanya udah nunggu kamu di bawah." Farel memindai Alya dari atas hingga bawah. Kakaknya mengenakan gamis berwarna peach dengan kombinasi brukat di bagian lengan dan dadanya yang tertutup dengan kerudung panjang berwarna senada. "Cantik," ucap Farel.
Alya tersenyum tipis mendengar pujian dari adiknya. Farel memang selalu bicara jujur, apa adanya. "Makasih."
Farel tak keberatan untuk balas tersenyum tipis. "Ayo turun," dengan ragu, Alya turun mengikuti langkah Farel.
Di lantai satu, semua orang sudah menunggu kedatangan Alya. Baik orang tua Alya dan orang tua Althaf, tampak mengobrol dengan santai, seperti sudah mengenal lama. Keduanya tidak sungkan membicarakan banyak hal. Mungkin karena Rama dan Gunawan sama-sama seorang pengusaha, sehingga sudah sering menghadapi orang baru. Namun berbeda dengan Althaf, sejak masuk ke dalam rumah Alya, ia jadi lebih pendiam dari biasanya. Hanya mendengarkan pembicaraan orang tuanya dengan orang tua Alya.
Hingga akhirnya semuanya terdiam, begitu melihat Alya sedang menuruni tangga dengan Farel di depannya. Untuk sesaat Althaf fokus memandang Alya. Alya tampak cantik mengenakan gamis dengan warna yang cocok untuknya. Kerudungnya yang panjang, ikut bergerak saat Alya berjalan. Alya berjalan dengan kepala menunduk.
"MasyaAllah, Pak. Cantik," Alya semakin menundukkan kepalanya, malu, saat mendengar kalimat pujian yang Alya yakini berasal dari ibunda Althaf.
Alya duduk di tengah, di antara Kartika dan Farel di sofa berukuran panjang. Ruang tamu di rumah Alya, memiliki 4 sofa, 2 sofa single serta 2 sofa berukuran panjang. Sofa single di duduki oleh ayahnya Alya, sedangan satu sofa single lain diduduki oleh Althaf, dan sofa ukuran panjang lainnya diduduki oleh kedua orang tua Althaf dan Melisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halaqoh Cinta | ✅ [SUDAH TERBIT]
Spiritual| SPIRITUAL - ROMANCE | 🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷 Ketika seluruh keluarga mendesakku untuk segera menikah, maka itu malah membuatku semakin menghindar. Sempat terpikir olehku, pernikahan kini bukan lagi menjadi hal prioritas. Sampai aku bertemu dengan seoran...