4

12.5K 1.2K 38
                                    

Hari MOS kedua masih berlangsung. Setelah kurang lebih satu jam mereka duduk di aula dan mendengarkan para guru berbicara, akhirnya sekarang waktunya mengumpulkan makanan yang mereka bawa. Para senior mengambilnya dari para peserta. Sedangkan Laila terlihat kebingungan karena makanan yang harus dikumpulkan tidak ada di dalam tasnya.

"Aduh, bagaimana ini?" tanya Laila pada dirinya sendiri. Dia bingung dan panik secara bersamaan karena sebentar lagi giliran barisannya yang diambil makanannya.

"Kau tidak membawa makanan yang disuruh? Kasihan deh bakal di hukum." Bukannya membantu Laila, teman sebaris Laila malah berkata seperti itu membuat Laila ketakutan.

Hingga tiba saatnya barisan Laila yang diambil makanannya. Laila terlihat ketakutan karena pasti makanan itu akan kurang satu dari barisannya.

"...7,8,9,10. Pas." Mata Laila membelalak kaget mendengar ucapan senior itu. Bukan hanya Laila, tapi perempuan di depan Laila pun terlihat bingung.

"Kok bisa pas? Padahal kau tidak mengumpulkan makanan itu," ucap perempuan itu dengan kesal. Laila terlihat bingung mendengar ucapan perempuan itu. Sepertinya, perempuan itu tidak suka jika Laila selamat dari hukuman.

"Biarkan saja dia Raina. Mungkin hari ini adalah hari keberuntungannya. Belum tentu esok hari." Seorang perempuan yang duduk di depan Raina berucap.

"Kau benar," balas perempuan bernama Raina tadi. Laila menundukkan kepalanya merasa sedih. Masih hari MOS tapi dia sudah diperlakukan seperti itu.

Saat sedang menunduk seperti itu, tiba-tiba ada sesuatu jatuh menimpa kepala Laila. Laila pun mengambil benda berupa kertas itu. Disana ada tulisannya dan Laila tersenyum setelah membaca tulisan itu.

'Lain kali jangan teledor. Bisa-bisa satu barisan terkena hukuman jika salah satu anggotanya melanggar peraturan.'

Ketua barisan 24. RR.

***

Rendra menatap Laila yang berdiri didepannya dengan wajah menunduk.

"Kalau kau mau pulang, pulang saja," ucap Rendra dengan nada datar. Matanya kini sudah terlihat biasa lagi. Tidak ada kemarahan disana.

"Aku pulang sendirian?" tanya Laila seraya menunjuk dirinya sendiri. Rendra memutar bola matanya bosan mendengar pertanyaan Laila barusan.

"Bilang saja kalau kau mau aku antarkan," ucap Rendra. Laila tersenyum dan terkikik geli.

"Nah, kau tahu," ucap Laila. Dengan cepat Laila menggandeng lengan Rendra dan menarik Rendra keluar dari apartemen.

"Rendra, kenapa kamu tidak bisa baik seperti ini sih padaku saat disekolah?" tanya Laila. Kini mereka sudah berada di basement dimana motor sport Rendra berada.

"Tak ada gunanya," jawab Rendra. Dia memakai helmnya lalu menyerahkan satu helm lagi pada Laila.

"Aku tahu kamu bohong," ucap Laila dengan bibir yang mengerucut. Dia naik ke atas motor dan tanpa rasa malu Laila melingkarkan tangannya di pinggang Rendra. Rendra pun tak bicara apa-apa karena itu sudah biasa. Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, Rendra pun melajukan motornya.

Jika dipandang oleh orang lain, Rendra dan Laila terlihat seperti remaja yang berpacaran. Pada kenyataannya, mereka tak memiliki hubungan apapun.

Walaupun hubungannya dengan Rendra tidak jelas, Laila tak merasa risih. Dia malah merasa senang saat Rendra berada di dekatnya.

Beberapa menit kemudian, motor Rendra sudah terparkir didepan pagar rumah Laila. Laila pun turun dan memberikan helm yang dia pakai pada Rendra.

"Rendra, besok kau latihan basket kan?" tanya Laila. Rendra menatap Laila dengan datar dan menjawab.

Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang