PROLOG

451 106 128
                                    

Untuk kesekian kalinya Anna mengusap ingus dengan tisu yang semakin lama makin menipis stoknya. Setelah acara makan malam yang berjalan tak menyenangkan tadi, Anna memilih mengurung diri di kamar sambil menangis berjam-jam untuk melampiaskan kekesalannya.

"Udahlah kakak jangan nangis terus, papa kan cuma nasehatin kakak."

Anna mengabaikan Gio yang sejak tadi menemaninya.

Sebenarnya Anna menyadari jika maksud Ayahnya baik, tapi tetap saja Anna sakit hati mendengar nasehat sang Ayah yang terlalu pedas melebihi rasa cabai.

"Papa terlalu ngekang kakak."

"Itu demi kebaikan kakak."

"Itu bukan kebaikan Gio! Mana ada kebaikan yang bikin kakak tertekan."

Gio menyingkirkan lemparan tisu yang mengenai wajahnya karena posisinya saat itu sedang berbaring di atas ranjang kakaknya, sedangkan Anna duduk bersila sambil menangis di samping Gio.

"Itu karena kakak selalu berpikiran negatif, coba aja kakak berpikiran positif atas sikap protektif papa, pasti semuanya gak akan terasa berat apalagi sampai tertekan gitu."

Mendengar penjelasan Gio malah membuat tangisan Anna tambah keras karena tidak terima dinasehati oleh Gio yang bahkan masih duduk di kelas enam SD tapi pikirannya sudah setara dengan orang dewasa.

"Mending kamu keluar deh, kakak mau sendiri."

"Okedeh, tapi jangan gantung diri, oke?"

"Apaan deh, kakak gak sebego itu ya!!"

Gio terkekeh, kemudian dia meninggalkan kamar Anna yang didominasi oleh warna hitam dan putih.

Sepeninggal Gio dari kamar Anna, Anna masih belum bisa berhenti menangis, namun tangisan itu sudah tidak separah tadi, perlahan-lahan air mata Anna itu mulai berhenti keluar.

Anna memunguti tisu-tisu yang berserakan di lantai kamarnya dengan wajah tertekuk. Anna memang seperti itu, dia jarang melawan Ayahnya namun diam-diam Anna selalu melampiaskan sakit hatinya ini dengan menangis di kamar dan Gio akan selalu menjadi penghiburnya kala Anna bertengkar dengan sang Ayah.

Setelah Anna membersihkan tisu-tisu yang berserakan. ponselnya tiba-tiba berdering menandakan adanya panggilan masuk. Sambil melangkah untuk meraih ponselnya Anna sempat melirik jam di kamarnya yang ternyata sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

Kira-kira siapa yang tiba-tiba mengganggu Anna saat larut begini?

"Hai." Seseorang dengan riang menyapa di seberang sana.

"Tumben nelpon, ada apa?"

"Lo liat keluar deh."

"Kenapa? Ada bintang dan bulan yang lagi battle dance ya?"

Seseorang di seberang sana terkekeh geli, "liat aja dulu."

Anna menuruti perkataan itu, dia berjalan ke arah jendela kamarnya dan menyibak gorden yang menutupi jendela kamarnya. Cewek dengan mata sembab dan hidung merah itu menatap ke langit yang tidak ada bintangnya sama sekali.

Gelap sekali malam itu, coba saja tidak ada lampu jalan yang menerangi, pasti suasananya akan persis seperti suasana di film horor.

"Jangan liat ke atas, coba liat kebawah." ujar cowok diseberang sana.

"Itu lo?"

Anna mengamati seorang cowok yang berada di dalam mobil dengan kaca mobil yang dibiarkan terbuka. Seseorang itu juga sedang menatap Anna dengan ponsel yang menempel di telinganya.

"Bukan, calon imam masa depan lo."

Anna terkekeh geli dan hal itu menular pada cowok di seberang sana yang ikut terkekeh di dalam mobil.

"Tumben banget bawa mobil."

"Iyadong, biar tambah keren."

Anna kembali tersenyum dan wajahnya terlihat  gembira. Tampaknya Anna berhasil melupakan fakta bahwa saat itu dia sedang bersedih dan baru saja selesai menangis.

"Betewe, ngapain kesini malam-malam gini?"

"Cuma mau mastiin aja kalau Putri Anna baik-baik aja."

"Gue baik-baik aja, lo gak perlu repot-repot kesini segala. Dan maaf ya gue gak bisa nawarin lo masuk rumah, soalnya takut dimarah papa."

"Enggak apa-apa, santai aja kali."

"Mwehehe."

"Udah makan belum?"

"Udah."

"Kalo mandi udah gak?"

"Udah juga."

"Bahagia udah?"

Anna lagi-lagi tersenyum manis, "tadinya sih enggak, tapi sekarang udah bahagia hehe."

"Oalah kenapa tuh sekarang jadi bahagia?"

"Karena ada cowok yang tiba-tiba datang kerumah cuma mau mastiin gue baik-baik aja."

Melalui teleponnya Anna bisa mendengar kekehan  geli, "oalah keren banget ya si cowok nya, bagus tuh dijadiin pacar idaman."

"Iya pantes banget."

Anna kembali mendengar suara kekehan lewat ponselnya, cewek itu memasang wajah tersipu sambil menatap  ke bawah sana. Rasanya ingin sekali dia keluar dan menghampiri cowok itu, namun Anna tidak berani melakukan itu.

"Kalau boleh tau, siapa nama si cowok itu?"

"Yakin mau tau?"

"Yakinlah."

Anna terkekeh geli, dari sini dia bisa melihat kalau cowok pemilik hidung mancung itu tiba-tiba keluar dari mobil. Cowok itu tersenyum cerah menatap Anna yang berdiri dibalik jendela kamar cewek itu.

"Tetap di dalam mobil, diluar dingin." ujar Anna.

"Enggak dingin kok." Jawaban dari seberang sana.

Cowok di seberang sana kembali bersuara, "lo tau? Sebenarnya yang membuat kita jatuh itu karena mencintai manusia dan dunia secara berlebihan."

Anna terdiam di tempatnya berdiri, dia menunggu cowok itu melanjutkan ucapannya.

"Tapi, kalo orang yang ngebuat gue jatuh itu elo Anna, kayak nya enggak masalah deh, lo mau kan bantuin gue bangun kalo seandainya nanti gue jadi sejatuh-jatuhnya karena lo?"

Wajah Anna langsung merona merah mendengar kalimat paling manis yang pernah didengarnya. Samar-samar kedua sudut bibirnya terangkat saat menatap cowok di seberang sana. Namun tak ada kalimat yang mampu keluar dari bibirnya saat itu. Anna hanya bisa bungkam tanpa mau membalas ucapan manis itu, seberapa besar pun rasa suka Anna, cewek itu hanya bisa diam dan memendam, terlalu pengecut hanya untuk mengatakan, "gue juga sayang sama lo."

[.]

A/n:

Haii, salam kenal! This my first story, masih ada banyak kesalahan disana sini. Jadi buat teman-teman semua boleh kok ngasih saran disini:)

Oh ya, aku cuma mau ngingetin, kalo misalnya cerita ini udah tamat nantinya, tetap support aku dengan vote dan comment ya:)

anddd don't be a silent readers guys!

FlirtationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang