Anna menatap pantulan dirinya melalui cermin rias yang ada di dalam kamarnya, cewek itu diam-diam meringis pelan setelah melihat penampilannya yang barusan habis di make up. Hari ini adalah hari perpisahan antara kelas 12 dengan keluarga besar SMA Bakti Kencana.
Jika dulu Anna sangat menanti-nantikan hari ini, namun sekarang semuanya sudah berubah semenjak dia bertemu Sia dan Raka. Anna bisa merasakan adanya perasaan tidak rela untuk berpisah dari mereka, terutama dari Raka, namun setelah di pikir-pikir lagi tidak mungkin juga Anna akan menetap selamanya di SMA Bakti Kencana itu.
"Udah, ayokk!" ajak Sia.
Tak ada yang membuka percakapan antara keduanya saat mereka ke sekolah diantar oleh supir pribadi milik keluarga Anna. Kesunyian itu malah membuat jantung Anna tiba-tiba berdebar-debar tak karuan, dia bisa merasakan adanya perasaan malu bercampur penasaran bagaimana reaksi Raka saat mereka bertemu nanti?
Anna meringis lagi, diam-diam dia membenarkan rambutnya yang tak ada kusutnya sama sekali.
"Dihh, udah rame aja." komentar Sia.
Mereka berjalan menuju kursi yang sudah disiapkan untuk siswa kelas 12. Dan sepanjang perjalanan itu Anna hanya menundukkan kepalanya dalam-dalam karena malu bertatap muka dengan orang-orang, entahlah, Anna hanya merasa tidak percaya diri saja ketika di make up seperti saat ini.
"Ih Anna cantik banget!"
"Bening banget anjir,"
Mendengar pujian dari salah dua teman cewek sekelasnya bukan membuat Anna menjadi percaya diri, malahan cewek itu menjadi semakin malu.
Diam-diam Anna melirik kursi belakang yang khusus ditempati oleh para cowok, Anna tak menemukan Raka di sana. Tanpa disadarinya, ada secuil harapan yang menginginkan kehadiran cowok itu, karena hari ini akan menjadi hari terakhir mereka bertemu.
Acara sudah berlangsung, Anna kembali melirik ke belakang dan masih belum menemukan Raka. Cewek itu mendengus, dia berharap agar Raka tidak mendadak mager sampai-sampai tidak hadir di acara perpisahan sendiri.
"Eh eh mabar yuk!"
Itu dia! Anna memasang telinganya baik-baik ketika mendengar suara yang sudah familiar di telinganya, cewek itu yakin 100% bahwa itu adalah suara milik cowok yang berhasil mengobrak-abrik isi hati Anna.
Tapi, saat itu Anna hanya memandang lurus ke depan tanpa mau sedikit pun menoleh ke belakang. Lagi-lagi, dia bersikap munafik pada dirinya. Namun mau dikata apa?
Rangkaian acara mulai berakhir satu persatu hingga tibalah acara salam-salaman antara guru dan murid kelas 12. Anna segera berdiri mengikuti barisan kelasnya, dan ini adalah momen paling tidak Anna sukai karena setelah ini akan ada banyak air mata, namun meskipun begitu dia yakin bahwa tak akan meneteskan air mata kali ini.
Menurutnya, tak ada alasan kenapa Anna harus menangis di acara perpisahan.
Disaat semua teman-temannya menangis haru saat bersalaman dengan para guru, Anna hanya bisa tersenyum kecil saat matanya bertatapan dengan mata guru yang sudah memberikan banyak ilmu untuknya.
Sejak dahulu memang ini yang Anna inginkan, pergi sejauh mungkin dari SMA Bakti Kencana.
Setelah acara salam-salaman yang begitu menguras emosi, Anna sempat berpelukan dengan beberapa teman ceweknya. Dia hanya memasang wajah datar saat beberapa temannya memeluk Anna sambil menangis, dan Anna tak merasakan perasaan haru ataupun sedih sama sekali.
Sepertinya, perpisahan kali ini hanya Anna cewek yang tak meneteskan air mata.
"Eh, Raka! Fotbar yukk,"
Sia menarik tangan Anna untuk mendekati Raka. Anna saat itu hanya diam mengikuti sambil memasang wajah datar, padahal dia sangat deg-degan saat berdiri di samping Raka.
"Aduh, gue pendek banget gak sih," gumam Anna tanpa sadar.
Dan ternyata waktu itu Raka mendengarnya, cowok itu sedikit menunduk sambil berbicara, "udah gapapa."
Jantung Anna kembali berdebar kencang setelahnya, setengah mampus dia menahan malu saat itu.
Saat itu suasana di dalam foto box sedang ramai-ramainya, alhasil mereka bertiga hanya bisa berfoto beberapa kali saja. Sebenarnya ada keinginan dalam diri Anna untuk berfoto berdua bersama Raka, tetapi dia terlalu gengsi untuk mengajaknya.
"Hati-hati jatooh," ujar Raka saat tak sengaja Anna terdorong oleh orang-orang.
Raka menarik ujung lengan baju Anna lalu membawa Anna keluar karena keadaan di dalam foto box semakin ramai. Saat di luar Anna hanya diam, namun diam-diam dia mendengus, kenapa Raka harus menarik bajunya daripada menggandeng tangannya?
Saat Anna masih diam sambil menunduk, Sia waktu itu sedang berfoto bersama adek kelas. Raka tiba-tiba menjauh meninggalkan Anna, namun sebelum benar-benar menjauh Raka sempat berteriak memanggil Anna.
"Anna!"
Anna menoleh menatap Raka.
Cowok itu diam. Jarak mereka kira-kira empat meter. Mereka berdua sempat adu tatapan, dan rasanya waktu ini keinginan untuk menangis mendadak muncul dalam dirinya namun Anna berusaha menahannya mati-matian.
Sambil menatap Anna dalam diam, Raka mengangkat tangannya lalu membentuk lambang 'finger heart' beberapa saat sebelum kemudian diganti menjadi tanda 'fu*k'
Anna terdiam, apa-apaan maksud cowo itu? saat Anna masih berdiam diri dan berpikir keras, Raka lalu pergi setelah berhasil kembali menjungkir-balikkan hati Anna.
"Woy Raka! maksud lo apaan sihhh??" batin Anna.
Namun, sampai kapan pun Anna tak akan mengerti maksud Raka. Karena, Anna tak berani menanyakannya langsung pada Raka, dan juga Raka tampaknya tak ada niat untuk menjelaskan apa maksudnya.
Anna menghela napas, dia berjalan menuju kelasnya seorang diri. Ada banyak pikiran yang menyertai langkahnya menuju kelas yang telah mempertemukannya dengan Raka. Anna tak menyangka jika akhir dari kisah cinta keduanya juga bakalan tragis seperti cinta pertamanya dulu.
Namun, mau dikata apa? Karena itu memang takdir Anna. Mau menyesal juga buat apa? Lagian Anna bahagia bisa kenal dengan Raka, meskipun akhirnya mereka berakhir sebagai orang asing satu sama lain.
Biarlah untuk saat ini dan selamanya Anna memendam perasaannya seorang diri. Toh tak semua rasa harus tersampaikan, dan tak semua cinta harus memiliki. Setidaknya, berkat kehadiran Raka, masa terakhir Anna di masa putih abu-abu menjadi sedikit berwarna.
"Good bye, Raka. Nado Chuae."
[.]
A/n:
byee👐
KAMU SEDANG MEMBACA
Flirtationship
Teen Fiction"Gue masih punya banyak oppa, kalo enggak ada lo gue masih bisa bahagia" "Gue juga punya banyak game, nggak ada lo juga gue masih bisa bahagia" Nyatanya, mereka sama-sama saling membutuhkan namun karena ego yang terlampau tinggi itu yang membuat ked...