Melisa menatap laptopnya sambil menggigit ujung jarinya dengan gemas. Dia bingung, apa lagi yang harus ditulisnya dalam novel yang sebulan lagi harus sudah diterbitkan. Pikirannya sudah buntu. Melisa melepaskan ikatan rambutnya agar membuat kepalanya sedikit longgar.
Biasanya kalau Melisa sudah suntuk seperti ini, dia mencari buku tahunan SMA yang ada di laci paling bawah. Dia langsung tersenyum begitu melihat sampul buku tahunan yang sudah usang itu.
Melisa membuka halaman, demi halaman. Kenangannya kembali ke masa lalu ketika ia masih duduk di bangku SMA, salah satu SMA yang ada di Yogyakarta. Melisa berhenti pada halaman yang bertuliskan IPS II. Jarinya menelusuri wajah teman-temannya dahulu satu demi satu, dan telunjuknya berhenti pada satu anak laki-laki yang wajahnya kecil, kulitnya lebih putih dibandingkan teman-teman lainnya dan matanya lebih sipit.
TOK TOK TOK!
"Sayang ini aku bawain kopi~"Itu pasti Andika, suami Melisa. Dia buru-buru menutup buku tahunannya dan memasukannya kembali kedalam laci bawah. Kalau Andika sampai tahu pasti dia marah-marah, karena Andika pikir Melisa mengingat mantan-mantannya di SMA.
"Iya sayang, masuk aja ga aku kunci kok!"
"Nih, aku bawain kopi anget," kata Andika sambil meletakan nampan berisi segelas kopi hangat di meja kerja Melisa. Inilah yang Melisa sukai dari Andika. Andika tetap perhatian padanya bahkan setelah Andika lelah pulang kerja, masih sempat membuatkan kopi untuk Melisa.
"Makasih ya sayang," Melisa langsung menyeruput kopi panas itu dan menghirup aromanya. Tidak ada aroma yang lebih baik dari aroma kopi menurut Melisa.
"Kalau udah capek ga usah dipaksain, aku tunggu di kamar yah." Ujar andika lalu mengecup kening Melisa kemudian menutup pintu ruang kerja Melisa kembali.
Melisa merasa pikirannya mulai jernih setelah ia merasakan nikmatnya kopi panas. Ia teringat sesuatu ketika melihat kalender yang terpajang didepannya. Ia ingat bahwa tanggal 2,3 dan 5 Desember Andika akan melakukan perjalanan dinas ke luar kota dan berarti Melisa bisa pergi keluar untuk jalan-jalan daripada dia dirumah sendirian.
Melisa meletakan gelas kopinya dengan buru-buru kemudian mengambil buku Tahunan SMA-nya kembali. Ia mengelus cover buku tahunan yang bergambar gapura bertuliskan SMA Tunas Bakti Yogyakarta. Kemudian ia membuka halaman tepat di kelas IPS II. Melisa langsung tersenyum begitu melihat wajah yang dicarinya muncul dihadapannya. Tidak lain dan tidak bukan adalah anak laki-laki berwajah kecil, berkulit putih dan tampan.
"Bae Jinyoung,bogoshipo(aku merindukanmu)..." gumam Melisa sambil tersenyum.
Masa SMA Melisa adalah saat-saat yang terbaik menurutnya. Ia ingat awal-awal Bae Jinyoung masuk ke sekolahnya. Awal dimana semuanya jadi lebih indah. Saat itu Jinyoung adalah murid pindahan dari Korea Selatan. Ia pindah ke kota Yogyakarta karena ayahnya ditugaskan oleh perusahan untuk mengelola cabang perusahaan korea yang ada di Yogya. Jinyoung masuk ke kelas Melisa dan kebetulan duduk sebangku dengan Melisa karena teman sebangku Melisa baru saja pindah sekolah keluar kota.
Ketika itu bahasa indonesia Bae Jinyoung belum lancar dan ia menjadi anak yang pendiam. Melisa satu-satunya anak yang menyapa Bae Jinyoung lebih dulu kemudian mereka menjadi lebih dari dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Train Of Destiny
FanfictionMelisa tidak bisa melupakan masa SMA nya di Yogyakarta. Masa SMA yang begitu berharga dengan teman pindahan yang berasal dari negeri yang jauh, Bae Jinyoung.