Bae Jinyoung

22 4 0
                                    

Seoul sore ini sangat cerah. Sangat cocok kalau untuk bersepeda santai di sore hari atau berkencan dengan pasangan. Tetapi sore yang itu tidak ada artinya untuk Jinyoung, seorang guru SMP yang sedang berjalan kaki untuk pulang ke apartemennya setelah seharian mengajar. Hatinya masih kosong dan belum ada yang mengisi. Ia mengalihkan kekosongan hatinya dengan menjadi guru, karena menurutnya hal yang menyenangkan bisa bertemu dengan anak-anak.

Bae Jinyoung berhenti disebuah jembatan. Ia menatap langit yang cerah dengan awan sedikit kemerahan. Ini mengingatkan dirinya dengan suasana saat ia ada di Indonesia. Saat SMA dulu. Saat semuanya masih indah.

"Ajusshi, ajusshi." Seorang anak kecil berusia 6 tahunan menarik narik lengan baju Jinyoung.

Jinyoung bersenyum lalu berjongkok sambil mengelus kepala anak itu.
"Kamu kenapa disini? Sedang jalan jalan dengan ibumu ya?"

"Aniyeyo (bukan), itu disana adalah nenekku." Kata anak kecil tersebut sambil menunjuk seorang perempuan tuang yang sedang duduk diujung jembatan dengan membawa koper.
"Ajusshi apa sedang putus cinta? Nenekku bisa meramal ajusshi, ayo ikut aku." Anak kecil itu menuntun Bae Jinyoung.

Jinyoung mengikuti anak itu pergi. Ia beberapa kali mengelus rambut anak laki-laki itu. Menerutnya anak itu sangat lucu.

"Halmeoni, halmeoni ada tamu yang mau diramal." Kata anak kecil itu pada nenek tua yang rambutnya sudah putih seluruhnya.

"Aigooo, maafkan cucuku ya, dia memang suka mengganggu. Hei, kamu ga boleh narik narik orang sembarangan Juyon!" Kata nenek itu sambil menepuk lembut pantan Juyon.

"Enggak apa-apa nek, apa nenek bekerja sebagai peramal? Aku mau diramal. Jangan salahkan cucu nenek. Dia anak yang baik, bisa menarik tamu." Ujar Jinyoung sambil tersenyum. Ia merasa kasian dengan nenek dan cucunya yang berpakaian lusuh dan sepertinya mereka hanya hidup berdua.

"Iyaa, aku peramal, apa kamu mau aku ramal? Bayar semaumu saja. Kau mau diramal tentang apa? Cinta? Harta atau masa depan??" Nenek itu bertanya sambil melihat telapak tangan Jinyoung dan meletakan di atas tangannya.

"Tentang apa saja nek, apa nenek benar-benar bisa meramal hanya dengan melihat telapak tanganku?"

"Ajusshi belum tau ya, nenekku peramal terhebat didunia!" Junyon berkata sambil mengacungkan jempolnya.

Bae Jinyoung tertawa,"hahaha, baiklah ajusshi percaya pada nenekmu. Bagaimana nek? Apa nenek melihat sesuatu dari tanganku?"

"Kamu...terlarut dalam masa lalu ya? Kamu belum menikah karena tidak bisa melupakan masa lalumu? Lupakanlah nak, gadis itu bukan jodohmu." Ujar nenek sambil melipat tangan Bae Jinyoung.

Jinyoung lumayan terkejut dengan ucapan si nenek, tapi ia tidak mempercaya ramalan. Mungkin nenek itu sedang beruntung dalam menebak sesuatu.

"Emmm, nenek hebat juga." Jinyoung berkata sambil mengangguk ngangguk. Ia merogoh saku celananya dan memberikan beberapa uang untuk sang nenek.

"Banyak sekali nak? Ini...ini pilihlah satu," nenek membuka kopernya dan ternyata berisi perhiasan antik. "Pilihlah satu yang menarik menurutmu,"

Bae Jinyoung mengamati dari semua perhiasan itu, ada kalung berbentuk rantai, liontin yang bergambar seorang wanita bergaun merah muda dan ada beberapa cincin. Jinyoung tertarik mengambil sebuah cincin dengan lekukan hampir seperti petir. Ia mengambilnya.

"Jangan yang itu nak," kata sang nenek.

Jinyoung meletakan kembali. Ia tampak bingung. Apa mungkin cincin yang satu ini berharga untuk si nenek?

"Cincin ini adalah cincin yang akan membawamu pada orang yang kamu cintai. Tidak peduli sejauh apa orang yang kamu cintai, cincin ini akan mempertemukan kalian. Jika kalian berjodoh, kalian akan hidup bahagia. Tapi jika kamu tidak ditakdirkan berjodoh dengan orang yang kamu cintai, kejadian mengerikan akan menimpa kalian berdua setelah kalian bertemu."

Bae Jinyoung merasa cerita sang nenek menarik. Entah kenapa ia tetap tertarik dengan cincin itu dan tetap akan mengambilnya. "Aku akan tetap mengambilnya nek, ada kemungkinan aku bisa bertemu orang yang aku cintai dan hidup bahagia kan??" Kata Jinyoung tersenyum sambil memasukan cincin itu dalam sakunya.

"Baiklah nak, semoga dewa memberimu berkat." Ujar nenek itu.

"Aku rasa dewa akan memberiku berkat, terima kasih nek, bye Juyon, aku pergi dulu ya, jangan nakal sama nenek." Bae Jinyoung mengelus rambut Juyon sebelum berlari pergi meninggalkan nenek dan Juyon.

Dari jembatan itu, bangunan apartemen Jinyoung sudah terlihat. Jinyoung sampai di apartemennya. Ia menyusuri lorong kemudian naik lift dan memencet angka 7. Di dalam lift ia teringat bahwa liburan musim dingin akan sangat membosankan. Walaupun katanya tidak akan turun salju, tapi tetap saja Jinyoung suntuk jika tidak melakukan apa-apa di rumah selama dua minggu lamanya. Ia berpikir apa ia liburan saja ke tempat yang lebih hangat? Indonesia?

Train Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang