Simpanan untuk Suamiku

1.

Hujan di pemakaman, mengisaratkan akan hati yang terluka karena kepergian orang yang kita cintai.

"Hiks Bundaaa, jangan tinggalin Dea bun. Dea sudah gak punya siapa siapa lagi", isak tangis Dea di pemakaman.

"Iklaskan kepergian bundamu nak, biarkan bundamu tenang di alam sana", kata Jeni sambil menepuk pelan bahu Dea.

"Tapi tante, Dea sudah tidak punya siapa siapa lagi. Dea sendirian. Dea mau ikut bunda", ucap Dea sambil memeluk Jeni.

"Kamu akan tinggal bersama tante. Almarhum bundamu sudah menitipkanmu kepada tante, kamu tenang ya. Semua akan baik baik saja"

"Terima kasih tante"

"Ayo sekarang kita pulang. Hari semakin sore dan lihat hujan semakin deras. Tante gak mau kamu sakit"

"Baik tante"

Mereka pergi meninggalkan pemakaman dengan perasaan yang mengharu biru. Bagi Jeni Dea adalah anak sahabat yang harus dijaganya. Dan bagi Dea, apapun perintah dan ucapan Jeni akan dipatuhinya sebagai janji kepada mendiang bundanya.

Selama diperjalanan baik Jeni atau Dea enggan untuk membuka suara. Keduanya memilih untuk bungkam, karena masih merasakan sedih kehilangam orang yang dicintainya.

"Nah, sudah sampai. Ayo turun. Tante antarkan ke kamarmu."

"Baik tante"

"Biarkan barang bawaanmu dimobil. Bi Iyem yang akan membawanya ke kamarmu. Ayo"

Rumah yang akan Dea tempati sangatlah besar. Dan sangat mewah, pantas saja dari awal bertemu dengan Jeni. Dea merasa penampilan mereka bak langit dan bumi.

"Ini kamarmu, kamu bebas menggubakannya. Kalau butuh sesuatu cari saja bi Iyem. Tante masih ada urusan lain diluar. Gak papakan kalau tante tinggal?"

"Iya tante, terima kasih sudah menerima Dea"

"Iya sama sama, istirahatlah tante tahu kamu pasti lelah"

"Iya tante terima kasih"

Dea mengamati kamarnya, sangatlah mewah dan bagus. Beda sekali dengan kamarny yang dulu.

Dea merebahkan tubuhnya di atas kasur. Berharap semua cuma mimpi. Berharap saat bangun nanti Dea akan bertemu bunda dan menjalani aktifitas seperti biasanya.