10.

3.2K 35 0
                                    

Diruang tamu keluarga Abiantara.

"telfon siapa Jen?", Tanya mama

"Itu ma, telfon Dea", jawab Jeni

"Anak sahabatmu yang meninggal itu?," Tanya mama memastikan.

"Iya ma, ada apa mama memintaku untuk menginap, tidak seperti biasanya. Pasti ada hal yang ingin mama bicarakan", kata Jeni menebak.

"Benar, mama mau nanya, sampai kapan mama harus menunggu lagi?, Usia kalian sudah matang untuk memiliki anak. Mama juga ingin segera menimang cucu", cerca mama.

"Secepatnya ma", jawab Jeni pelan.

"Secepatnya kapan Jen?", Tuntut mama.

"Aku tidak tahu ma, aku dan Abi sudah berusaha ma. Kami sudah berusaha sebaik mungkin", bela Jeni.

"Tapi mama tidak mau tahu Jen, apapun alasannya mama ingin cucu dari Javier, entah dengan kamu atau dengan perempuan lain", paksa mama.

"Tapi itu tidak akan terjadi ma, Abi tidak akan setuju jika ada orang ketiga dalam rumah tangga kami", kata Jeni berusaha menolak.

"Maka itu tugas kamu Jen, tugas kamu untuk membuat Javier setuju", kata mama tegas

"Hufft,.. mama sudah punya cucu dari kakak kakak Abi ma, dari menantu mama yang lain. Bukankah itu sudah cukup", kata Jeni mulai membela diri

"Semua cucu mama adalah anak perempuan, mama dan papa maunya cucu laki2, bukankah sudah kewajiban kamu memberi keturunan untuk Javier dan untuk keluarga Abiantara khususnya", kata mama  terpancing emosi.

Jeni diam saja mendengar penjelasan mertuanya, memang seharusnya Jeni sudah memberikan cucu kepada mertuanya, mengingat usia pernikahan Abi dan Jeni cukup lama.

"Dimana kewajiban kamu untuk memberikan keturunan untuk Javier, semua rekan2 mama dan papa banyak menanyakan anak kalian. Tidakkah kamu ingin mempunya anak? Tidakkah muncul keinginan untuk menggendong bayi, dan...", Kata mama panjang lebar.

Jeni memejamkan matanya dan mulai merasa putus asa.

"Segala upaya sudah Jeni lakukan ma, promil, ke alternatif, semuanya sudah pernah ma, lalu apa lagi yang harus Jeni lakukan?", Tanya Jeni pasrah.

"Biarkan Javier menikah lagi", kata mama

"Apa? Mama tidak serius kan?", Tanya Jeni sambil menatap mertuanya.

"Mama serius, biarkan Javier menikah lagi secara sirih, cukup keluarga yang tahu. Dan ketika anak itu hamil, kamu juga harus berakting hamil di luaran sana. Agar semua orang percaya kalau kamu yang benar2 hamil anak Javier", kata mama mantap.

"Anak itu? Maksud mama siapa yang mama bicarakan?", Tanya Jeni

"Dea, anak sahabatmu. Biarkan dia menjadi istri siri Javier", jawab mama.

"Dea masih kecil ma, dia belum lulus SMA, bagaimana bisa mama punya ide konyol seperti itu", kata Jeni sambil mengusap wajahnya frustasi.

"Dea adalah calon yang tepat, semua orang tahu kalau Dea adalah anak angkat kalian, jadi orang lain tidak akan curiga kalau nanti Javier menikahi dan punya anak dari Dea. Mengenai sekolahnya dia bisa homeschooling. Mama yang akan  menanggung biaya hidupnya", kata mama.

"Bagaimana dengan aku ma? Bisakah aku hidup bertiga dengan maduku dalam satu rumah? Hal itu sama saja membunuhku perlahan ma", iba Jeni.

" Kamu tenang saja, Dea akan tinggal disini. Di paviliun belakang, Javier hanya perlu menidurinya sekali atau dua kali, jika itu berhasil membuat Dea hamil, Javier tak perlu lagi menemui Dea. Biar mama yang merawatnya sampai melahirkan", kata mama bijak.

"Setelah Dea melahirkan anak kami, lalu bagaimana dengan nasib Dea ma?", Tuntut Jeni.

"Dea akan mama kirim keluar negeri untuk melanjutkan pendidikan, bukankah itu setimpal", kata mama percaya diri.

"Terdengar kejam ma, kita seperti orang yang memanfaatkannya, tolong ma, beri Jeni waktu lagi, Jeni yakin bisa hamil secepatnya", pinta Jeni 

"Tidak, mama sudah cukup bersabar selama ini, pilihanmu ada 2, membiarkan Javier menikah lagi dengan Dea dan kamu tetap jadi istri sahnya atau membiarkan Javier menikahi wanita lain dengan statusmu sebagai janda, pikirkan itu baik2", kata mama berdiri dari duduknya dan meninggalkan Jeni seorang diri.

Jeni hanya diam saja, tanpa ia sadari air matanya menetes dengan sendirinya, perasaannya begitu kacau, pilihan mana yang harus ia ambil.

Jeni berjalan ke arah kamar Abi, masuk dan menangis di dalam kamar suaminya tersebut.

Di tempat lain

Tok tok tok...
(Anggap bunyi pintu di ketuk)

"Om, om Abi", panggil Dea dari luar kamar

Tok tok tok....

"Om Abi....",

Tak ada jawaban,

Sudah 4x Dea mengetuk pintu kamar Abi dan memanggilnya. Dea hanya ingin mengajak Abi makan malam, mengingat sekarang pukul 20.00

Dea mengetuk pintu lagi dan pintu kamar terbuka.

"Ada apa De?", Tanya si pemilik kamar

Glek, Dea menelan ludahnya dengan kasar.

"Dea mau mengajak om makan malam, tadi Tante Jeni telfon katanya malam ini menginap di rumah orangtua om", kata Dea kikuk.

Bagaimana tidak kikuk kalau Abi membuka pintu sambil bertelanjang dada dan hanya menggunakan handuk di pinggangnya. Serta masih ada tetesan air jatuh dari rambutnya, ciri khas orang selesai mandi.

"Oh, baiklah, 15 menit lagi om turun. Kamu makanlah terlebih dahulu, om masih mau menelfon    istri Om", kata Abi sambil menutup pintu kamarnya.

"Baik om", kata Dea sambil berjalan kearah tangga menuju ruang makan.

"Sepertinya dia tidak tertarik untuk melihat atau melirikku, ya sudahlah, lebih baik aku makan saja ", sambung Dea dalam hati

Simpanan untuk SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang