7 - Padang Rumput

49 3 0
                                    

*kring kring kring!!*

"Haaahh... Akhirnya," kata ku sambil menyandarkan badan di kursi yang tidak empuk.

*Yah secara, itu kursi kayu, Maemunah! XD*

Jam istirahat siang adalah saat yang tepat untuk ke kantin, membeli air dingin, dan makan bakso kuah. Ah sungguh menggoda.

Hari ini adalah hari kedua MPLS di sekolah. Berjalan lancar seperti biasa, tidak ada masalah. Aku pun cukup senang karena kegiatan sekolah hingga saat ini dapat membuat ku tenang. Sejak tadi, Kak Ariel dan beberapa panitia PLS lain menawarkan banyak permainan kelompok. Dan beberapa menit yang lalu, kami baru saja selesai 'mengupas' kisah sekolah, seperti cerita horor, guru killer, tugas dan PR, dan sebagainya.

Untuk masalah teman, semua orang di ruang gugus juga—yah—hampir semua sudah memiliki teman bicara. Dan kabarnya, penentuan anggota kelas mayoritas diisi oleh anggota gugus masing-masing. Jadi kemungkinan besar teman gugusku itulah yang menjadi teman kelasku. Itulah yang membuat mereka segera mencari teman, yaitu agar kehidupan SMA mereka tidak berakhir membosankan. Setidaknya mereka bisa menemukan sosok yang dapat diajak berbicara, jalan ke kantin, hingga diajak kena hukum bersama-sama.

Apakah kalian bertanya tentangku? Hahaha, aku sama sekali belum mendapatkan teman seperti itu. Yah, kecuali kalau kalian menganggap Ifsya adalah temanku. Tetapi bagiku, rasanya belum saatnya. Dia bahkan belum pernah mengajak ku berbicara sejak pagi. Ya, begitulah dia. Terlalu dingin.

Akhirnya aku berjalan keluar kelas sendirian. Saat ini aku memakai Hoodie army dengan earphone yang hanya menempel di telinga kiri ku. Lagu dari Westlife adalah lantunan yang pas untuk saat ini. Tentu saja saat ini aku berjalan tanpa tujuan dengan posisi tangan kiri yang ku masukkan ke dalam kantung kiri rok ku.

Ini adalah hal yang ku lakukan ketika tidak ingin melakukan apa apa.

Ah, ramai sekali, ujarku dalam hati ketika melihat semua siswa-siswi baru lalu lalang di sepanjang koridor.

Aku merasa seperti butuh memakan sesuatu, cuma bukan sesuatu untuk mengenyangkan atau mengganjal perut. Namun, sesuatu yang—ah aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Intinya aku ingin permen karet.

"Bu, permen karetnya Rp. 1000,-" ujarku ketika sampai di koperasi sekolah.

Tak lama setelah aku menerima tiga permen karet dan membayarnya, aku langsung memakan dua permen sekaligus lalu berlalu pergi.

Saat ini yang ku butuhkan hanyalah tempat yang tenang dan jauh dari keramaian. Entah sejak kapan aku merasa sangat butuh ketenangan. Namun, mungkin inilah teori keseimbangan hidup. Ketika kau saat ini suka keramaian, suatu saat keseimbangan hidup itu akan bekerja ketika kau mulai membutuhkan ketenangan.

Dan kau pasti tahu ke mana aku akan pergi. Yap. Depan perpustakaan yang saat ini aku sudah berada di depannya.

Aku mulai berjalan ke tepi teras untuk duduk menatap jalan raya yang diperantarai oleh hamparan rumput hijau.

"Aaaaahh~~ Segarnya!" ujarku sembari merebahkan tubuh di udara—untuk kedua kalinya.

Entah mengapa, walau menyenangkan, hari ini tetap melelahkan.

*grururuuyyyykk*

Itu suara perutku yang parahnya baru saja meminta makan ketika aku sudah beranjak dari koperasi.

"Haah~ Dasar perut tidak tahu diri. Andai aku membeli roti, tadi. Aku bisa memakannya dengan tenang sekarang," gerutuku dengan permen karet yang berusaha ku gelembungkan.

365 Days of Silent FellingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang