.
.
.
Sosok bertubuh kurus berdiri tegap di sisi dermaga. Tubuhnya tersandar ke salah satu tiang lampu yang membiaskan cahaya putih kekuningan. Kepalanya tertutup tudung jubah berwarna hitam. Matanya separuh tertutup oleh bilah kain tudung. Namun jelajah matanya tak terhalang. Dengan liar matanya menatap selingkung dermaga yang hiruk pikuk dan berbau amis. Sosok yang ia incar belum muncul.
Ia menundukkan kepalanya sedikit ketika beberapa nelayan menatapnya curiga.
Pukul delapan malam. Ia yakin betul kalau dia tak salah mengingat waktu yang ditentukan untuk bertemu dengan sosok itu. Kembali ia lirik jam tangan peninggalan ibunya yang sudah mulai usang. Lima menit berlalu sudah dari waktu yang dijanjikan. Sepuluh menit sudah ia berdiri di sini. Awan hitam pertanda akan hujan mulai mengular di langit malam.
"Ternyata kau tak kabur."
Satu suara menyapanya. Bau amis yang tadi menusuk hidung kisi tersamar dengan bau mawar. Dengan kepala yang tertunduk, mata sosok kurus itu menangkap ujung sepatu yang berada di hadapannya. Sekitar satu meter. Kepalanya yang tadi tertunduk pun ia tegakkan.
Itu dia, sosok yang ia tunggu sedari tadi. Tubuh tegap sosok pendatang baru itu nampak menjulang dibanding tubuhnya.
"Seperti biasa, kau memang hebat dalam hal menunggu." Sosok tegap itu menganggukkan kepalanya seolah tahu bahwa sosok kurus akan tetap menunggu di sisi dermaga. "Tapi tak kukira, kau masih menungguku, Seongwu-ya!"
Sosok kurus bernama Seongwu itu terus menatap sosok tegap di hadapannya. Ini bukan soal dia hebat dalam hal menunggu, tapi dia sadar betul bahwa dia harus melakukan semuanya. "Infonya?" Seongwu menjulurkan tangan kanan dengan telapak yang terbuka.
Sosok tegap itu menaikkan sedikit alisnya sambil menatap remeh telapak tangan Seongwu. "Kukira kau takut, Seongwu-ya." Lagi, sosok tegap itu memberi tatapan meremehkan. Seongwu menggeratakkan giginya. Sosok di hadapannya pun terkekeh. Lagi-lagi dengan nada meremehkan. "Kau yakin?"
Seongwu makin menjulurkan telapak tangannya yang terbalut sarung tangan kulit berwarna hitam. Ia bukan tak takut, dan ia bukan sosok pemberani pula. Tapi, Seongwu sadar, hanya dia yang bisa melakukan ini, dan dia harus melakukan ini. Rasa takut harus ia buang. Dia terpaksa siap. Dia harus siap. Dia akan siap. "Cepat berikan, atau aku tinggal kau, Hyunbin!" Nada bicara Seongwu pun naik. Dia tak suka diperlakukan seperti ini.
Sosok tegap bernama Hyunbin itu kembali tertawa. Suara tawa yang membuat Seongwu makin kesal. Seongwu memegang telapak tangannya yang tadi terjulur. Dia menyentuh sarung tangannya.
Tawa Hyunbin terhenti. "Hei, hei, tenang! Aku hanya bercanda!" Ada sedikit rasa takut yang tersirat di suara Hyunbin barusan.
Seongwu kembali merekatkan sarung tangannya. Mata tajamnya dengan serius mengunci tatapan mata Hyunbin. Untung sosok itu paham. Hyunbin merogoh saku jubahnya. Ia keluarkan secarik kertas kecoklatan.
"Jangan sampai salah langkah. Kita sudah kehilangan saudara karena ini."
Seongwu menarik kertas itu dari tangan Hyunbin. Matanya mendelik ke arah Hyunbin yang kini berhias wajah dingin dan datar. "Saudara?" Kini balik Seongwu yang terkekeh merendahkan kalimat Hyunbin barusan.
=0_0=
YOU ARE READING
POWER OF DESTINY
General Fiction11 songs - 11 stories - 11 authors 1 collaboration - 1 love ONGNIEL POWER OF DESTINY "Born to be Destined" ⚠BXB