🍁
🍁
🍁
Pagi itu, seorang anak kecil dalam balutan coat berwarna coklat muda bersembunyi di balik tubuh seorang wanita paruh baya –ibunya. Tangan kecilnya menggenggam erat celana sang ibu dan mengintip ke arah seorang pria yang tengah berjongkok di depan sana, menunggu dirinya menampakkan diri.
Pria itu tampan, terlihat ramah dengan senyum tulus, juga garis mata melengkung di balik bingkai kacamata. Dari penampilannya, jelas sekali pria itu bukan orang jahat. Tapi si anak kecil masih enggan meraih uluran tangannya. Terlalu takut dengan segala sesuatu di luar rumah yang menurut otak kecilnya sangat berbahaya. Atau mungkin karena rasa malu, mengingat pria itu tidak terlihat berbahaya.
"Daniel." Sang ibu mencoba menggeser tubuhnya, tapi si kecil Daniel tetap menolak. Tidak memiliki cara lain akhinya ia berjongkok. Daniel reflek masuk ke dalam pelukan sang ibu, menyembunyikan wajahnya pada bahu itu.
Sang ibu terkekeh. Tidak lupa mengusap punggung kecil Daniel, berharap dengan begitu dapat sedikit mengurangi rasa takutnya. "Hey, tidak apa-apa sayang."
"Daniel bilang ingin melukiskan mama sesuatu. Tidak jadi?" Tanya sang ibu mulai membujuk dengan ucapan yang sebelumnya sempat Daniel katakan.
Belakang ia memang menyukai coretan cat warna warni pada kanvas putih. Dan dengan hati besar, Daniel kecil berjanji akan membuatkan satu untuk sang ibu. Bahkan Daniel sudah merencanakan di sisi dinding mana karyanya akan diletakkan. Tapi sayangnya Daniel tidak berbakat melukis dengan cat air ataupun cat minyak, ia hanya tau cara menggunakan crayon. Menurut Daniel itu dua hal yang berbeda walau sama-sama berwarna.
Dan di sini lah Daniel pagi ini, di sebuah tempat belajar bagaimana cara menggunakan cat air maupun cat minyak dengan baik dan benar –Sun East atelier. Sang ibu sempat mengatakan ini adalah tempat belajar melukis terbaik, jadi Daniel tidak perlu ragu lagi. Tidak sampai rasa takut keluar rumah kembali mengambil alih tekad kuatnya.
"Bagaimana?" Tanya sang ibu sekali lagi memastikan. Jika Daniel berakhir menolak pun ia tidak akan memaksa lebih jauh lagi.
Daniel menatap manik teduh sang ibu yang terasa menenangkan, lalu beralih ke arah pria yang ia tebak adalah calon gurunya. Daniel rasa tidak masalah. Ia laki-laki –putra sang ibu satu-satunya, dan laki-laki harus menepati janji, bukan? Lagipula pria di depan sana terlihat baik, dan tempat ini juga tampak menyenangkan.
Setelah membangun kembali keyakinannya, akhirnya Daniel mengangguk setuju membuat sang ibu tersenyum bangga.
"Jadi." Putus Daniel pelan.
"Nah kita sudah sampai di tempat yang mama janjikan. Lihat itu Jaeha saem, ayo berkenalan."
Daniel akhirnya menampakkan diri. Berjalan ke depan mendekati calon gurunya yang kini ia tau bernama Jaeha –Yoo Jaeha. Lalu membungkukkan tubuh sopan sambil memperkenalkan diri dengan kalimat menggemaskan khas anak kecil membuat dua orang dewasa di sana tertawa.
YOU ARE READING
POWER OF DESTINY
Ficção Geral11 songs - 11 stories - 11 authors 1 collaboration - 1 love ONGNIEL POWER OF DESTINY "Born to be Destined" ⚠BXB