3

1.6K 165 10
                                    

Shani memarkirkan mobilnya saat gerbang rumah nya telah dibukakan oleh seorang satpam. Ia menghela napas kasar sesaat setelah menutup pintu samping mobil.

"Lagi?" gumamnya.

Ia pun melangkahkan kakinya ke arah pintu. Di depan sana, ia melihat seorang gadis yang umurnya tidak jauh berbeda dengan nya. Ia melewati gadis itu tanpa permisi.

"Dari mana aja?" sura lembut namun terdengar sangat tegas menggema di ruang tamu rumah Shani.

"Kamu perlu tau?" tanya Shani. Masih dengan posisi membelakangi gadis itu.

"Harus. Aku kakak kamu, bisa kamu hargai itu?" tanya gadis itu.

Shani tersenyum, namun senyumnya mengisyaratkan hal lain, "Berapa?" tanya nya sinis.

Gadis itu mengerutkan keningnya bingung, "Apanya?"

"Berapa aku harus hargai itu?" tanya Shani sekali lagi.

Gadis itu mengepalkan tangan nya kuat. Ini sudah yang kesekian kalinya Shani berkata seperti itu. Berkata seolah gadis itu tak memiliki harga diri.

Shani tersenyum penuh kemenangan, ia menjetikkan jarinya lalu pergi meninggalkan gadis itu.

"Maafin aku ya kak Veranda." teriak Shani, walaupun detik berikutnya ia tertawa kencang.

Ia masuk kamar nya dengan suara bantingan pintu. Veranda yang mendengar itu menghela napas kasar.

"Harusnya kita ga kayak gini, Shan." gumam nya lalu pergi ke sofa tengah.



××


Terlihat Viny tengah disibukkan di dalam garasi motor nya. Ia tengah melihat-lihat motor sport nya yang sudah cukup lama tidak ia gunakan.

Di dalam sana, ada beberapa koleksi motor nya yang jarang sekali ia gunakan semenjak kejadian beberapa tahun silam.

Jika mengingat hal itu, Viny selalu memukul dinding. Ntah apa yang terjadi, tetapi ia sangat menyesali kejadian itu.

"Motor ini terlalu banyak kenangan sampe aku ga bisa lagi pakai ini." ia tersenyum miris menatap motor sport berwarna hijau daun yang ditemani dengan warna putih di sampingnya.

"Harusnya aku bisa jaga Ibu dari dia."

Lagi lagi senyuman yang terlihat miris itu Viny perlihatkan. Ia menatap nanar motor di depan nya. Perlahan air matanya menetes.

Ia menunduk takut. Bayang wajah sang Ibu terlihat di depan nya. Mengapa rasa nya sesakit ini?

Isakan tangisnya terdengar menggema di dalam garasi sana. Ia terduduk pelan. Lalu menangkupkan sepasang tangan nya di depan wajahnya.



Ceklek!

Viny menoleh kebelakang, ia menghapus kasar air matanya.

"Ada apa bi?" tanya nya lembut seraya beranjak bangun lalu berjalan mendekati perempuan paruh baya itu.

"Ada tamu di depan, Non."

Viny mengerutkan keningnya, "Siapa?"

"Bibi ga tau. Tapi kayaknya dia satu sekolah sama, Non. Seragam nya sama."

Kerutan di dahi Viny semakin terlihat, "Yaudah, nanti Viny ke depan ya, Bi. Bilang, tunggu sebentar."

"Iya, Non."

"Ah maaf bi, Sekalian minum ya."

"Siap, Non!"

Setelah terdengar suara pintu di tutup, Viny kembali ke dalam garasi. Ia membereskan barang-barang yang dipakainya tadi. Tak lama kemudian ia membasuh wajahnya pada westafel yang ada di sana.

Deeper [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang