×
Seorang lelaki paruh baya terus berjalan mondar-mandir di depan seorang gadis. Raut wajahnya memancarkan rasa kesal bahkan kemarahan nya pun terlihat.
Selain itu, gadis yang duduk dengan kepala tertunduk, terus menangis tanpa henti. Entah apa yang terjadi diantara mereka berdua. Tetapi, sudah terlihat jelas bahwa gadis itu menangis karena ulah lelaki paruh baya itu.
"Kamu tau yang kamu lakuin itu salah?" tanya lelaki paruh baya itu. Sedangkan gadis yang ditanya nya hanya bisa mengangguk pelan tanpa ingin membuka mulutnya. "Kalau kamu tau, kenapa kamu masih ngelakuin itu, Veranda?!!"
"A—aku.."
"Papah gak butuh penjelasan apapun dari kamu."
Veranda mendongakkan kepalanya menatap sang Ayah. "Pah.."
"Jangan melibatkan adik mu dalam urusan mu. Kalau Papah tau kamu melibatkan Shani, kamu bisa pergi dari rumah sekarang juga." ucap Ayah Veranda penuh penekanan. Lelaki itu akhirnya pergi meninggalkan Veranda di ruang keluarga sendirian.
Gadis itu menangis sejadinya. Menyadari kebodohan yang sudah ia lakukan.
Tetapi,
Ia dengan cepat menghapus air matanya, lalu tersenyum licik.
"Aku Veranda. Seseorang yang sudah memulainya dan tak akan pernah berhenti."
××
Tepat di ruangan dimana Viny dirawat, Shani terus memainkan ponselnya. Nampaknya ia tengah bermain game dengan Viny.
Pasalnya, gadis yang masih dalam masa perawatan itu sudah mulai bermain handphone. Jika saja dokter mengetahuinya, tamat lah kamu, Vin.
Mereka berdua tengah bermain bersama dalam game PUBG Mobile. Kedua nya melakukan dalam mode duo, dimana tidak akan ada orang yang mengganggu keasikkan mereka.
"Kakak, di depan kamu." ucap Shani.
Viny mengangguk seraya melayangkan pelurunya ke arah musuh yang ada di depan nya.
Tapi tak lama kemudian, semakin banyak musuh yang datang menyerang mereka berdua.
"Yah! Yah! Kok makin banyak sih?!" kesal Viny.
"Dimana kak?" tanya Shani
"Masa kamu gak liat? Itu, Shan! Koordinat 315."
Shani membulatkan matanya seraya mengangguk, "Aku liat! Aku liat! Awas aja ya berani nembak kakak aku," ucap Shani tanpa memikirkan ucapan nya. Viny yang mendengarnya langsung mendongak pelan dan menatap Shani penuh tanya. Tatapan nya yang lembut, membuat senyumnya ikut mengembang. Ia pun kembali melanjutkan permainan nya.
"Tuhkan! Knock mereka. Shani si sniper handal gitu loh." ucap Shani membanggakan diri.
Viny yang mendengarnya terkekeh pelan. Ia hanya meng-iyakan apa yang Shani ucapkan. Enggan bertengkar dengan gadis yang semenjak seminggu lalu, akrab dengan nya.
"Ayo, Kak. Tinggal dua orang lagi itu." seru Shani.
"Mereka dimana ya? Zona nya udah kecil banget masalahnya." titah Viny berusaha mencari musuhnya.
Saat Viny mulai mencari keberadaan musuh, ia terus ditembaki dan menyebabkan permainan nya berakhir. Ia mendengus sebal karena ditembak dari belakang. Sedangkan Shani hanya menatapnya malas.
Shani pun saat itu tahu di mana musuhnya berada. Ia pun mulai melempar granat ke arah batu yang jaraknya tidak jauh dari nya.
Saat granatnya mulai meledak, Shani pun berteriak senang.
"YEAYY CHICKEN DINNER!" Shani pun menyimpan ponselnya disamping ranjang, kemudian memeluk Viny erat.
"Kita chicken kakak. Bangga gak sama aku?" tanya Shani.
Sedangkan Viny?
Ia hanya terdiam, berusaha untuk tenang. Bahkan, tangan Shani yang melingkar dileher Viny, tidak Viny balas. Ya, gadis itu tidak membalas pelukkan Shani.
Sebegitu senangnya kah saat Shani memenangkan permainan nya?
Viny yang menyadari nya pun tersenyum manis lalu membalas pelukkan Shani. Ia mengusap punggung Shani dengan lembut dengan sesekali menepuk-nepuknya dengan pelan.
"Iya, aku bangga. Pinter banget si kamu," seru Viny. Tangan nya berpindah ke kepala Shani, kemudian ia mengusap lembut rambut Shani. "Main game nya udah dulu. Besok lagi, oke?"
Shani melepaskan pelukkan nya, kemudian mengangguk. "Tuh liat udah jam berapa? Kamu gak mau pulang? Nanti dicariin Papah gimana?" ucap Viny berusaha untuk mengingatkan.
Gadis itu menoleh pada jam dinding yang ada di ruangan itu, kemudian menghembuskan napas pelan. "Nanti malem aku balik lagi boleh?" tanya Shani.
"Hm?" Viny mengerutkan keningnya penuh tanya.
Tangan Shani terangkat. Ibu jarinya mengarah pada kening Viny yang berkerut, kemudian mengusapnya pelan sampai menghilangkan kerutan tersebut.
"Aku mau di sini." ucap Shani.
"Kamu dari pagi udah di sini loh." balas Viny.
Shani mengangguk, "Aku nginep, ya?"
"Shan.."
"Nanti aku telfon kak Yona untuk ga ke sini. Aku gak akan lama, janji." jelas Shani.
"Indira.."
Shani pun mengambil tas nya kemudian berjalan menuju pintu. Ia memegang knop pintu lalu membuka nya pelan. Sebelum meninggalkan ruangan Viny di rawat, gadis itu menoleh dan menatap Viny.
"Ada yang mau aku bicarakan sama kamu. Nanti."
"Tapi, Shan.."
"Selama aku pulang, jangan makan macem-macem. Awas ya!"
Shani pun menutup pintu ruangan dengan pelan kemudian meninggalkan Viny sendirian.
Sedangkan Viny hanya bisa menghembuskan napas kasar. Sejak kapan gadis itu menjadi keras padanya?
×××
Shani memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya. Ia kemudian keluar dari mobil, lalu mulai masuk melalui pintu samping. Gadis itu masuk tanpa permisi, bahkan tanpa mengecek apakah ada orang di rumah nya atau tidak.
Saat ia hendak menuju kamarnya, ia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu ruangan kerja sang Ayah.
Ia mendengar Ayahnya tengah berbicara dengan seseorang. Tapi siapa?
Veranda?
Bukan.
Shani mengenali suara sang kakak. Dan yang ada di dalam jelas bukan Veranda. Shani mendekatkan telinganya, lalu menempelkan telinganya di depan pintu berusaha untuk mendengarkan apa yang di ucapkan oleh sang Ayah.
Beberapa detik kemudian, Shani mulai mengetahui suara orang yang ada di dalam ruangan sang Ayah. Ia hanya bisa terdiam saat banyak hal yang tidak ia ketahui saat itu, kini sudah menjadi hal yang harus ia pikirkan.
Shani kembali berjalan menuju kamarnya dengan pikiran-pikiran yang membuatnya kalut.
Mengapa banyak sekali rahasia yang tidak ia ketahui?
Apa selanjutnya yang harus ia lakukan untuk saat ini dan untuk kedepan nya?
Gadis itu pun mengunci pintu kamarnya, lalu termenung sesaat. Tak lama kemudian, ia mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan untuk seseorang.
Shani Indira : Kak, besok aku baru bisa ke sana. Maaf ya.
TerkirimShani melempar ponselnya ke arah tempat tidur. Kemudian ia menunduk dan menangis sejadi-jadinya.
"Apa yang harus aku lakuin agar aku bisa lindungin kamu, Vin?"
××××
Minal aidzin walfaidzin, mohon maaf lahir batin yaaa. Duh banyak salah gara2 php apdet ehehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Deeper [END]
Dla nastolatkówKenali lah aku lebih dalam. Baru kamu akan mengetahuinya~