8

977 111 13
                                    

×

"Shani?"

"Ada yang mau gue omongin. Cepet naik." suruh Shani.

"Hah?! Itu mobil gue." sergah Viny.

"Gue gak perduli. Cepet, Viny!"

"Hhhhhh. Oke. Tunggu," Viny pun menurut.

Setelah Viny membunyikan alarm mobilnya, keduanya masuk dengan serentak. Shani menutup kencang pintu samping mobil membuat Viny menoleh.

"Pintunya nanti rusak. Jangan kenceng-kenceng lah." omel Viny.

Shani menaikkan sebelah alisnya, "Berapa yang harus gue ganti?" tanya Shani.

Viny memutar bola matanya malas. "Sombong amat manusia." ucap Viny dengan decakan pelan. Shani yang mendengar decakan Viny terkekeh pelan. Ia kemudian menyandarkan tubuhnya pada jok mobil sambil menatap lurus ke depan. Pandangan nya memaku pada dua orang yang sepertinya tengah berdebat.

Setelah keduanya diam beberapa menit, Viny menyalakan mesin mobilnya hendak pergi dari parkiran. Tetapi, tangan Shani memegang satu tangan Viny yang memegang stir.

"Ada apa?" tanya Viny bingung.

"Jangan pergi dari parkiran dulu. Sebentar lagi," jelas Shani dengan tatapan yang masih menatap lurus ke depan sana.

"Apa yang mau lo tunjukin?"

Shani diam.

Viny yang melihat itu, akhirnya mengikuti arah pandang Shani.

Mereka berdua kembali diam. Satu tangan Viny menekan tombol sesuatu.

"Itu Shania." jelas Shani.

"Satu lagi, dia itu yang ngurus lo waktu lo pingsan." lanjut jelas Shani. Viny berusaha untuk mengingat-ingat siapa gadis itu.

"Sebentar, dia ini ketua PMR di sekolah kita, kan? Yang biasa ada di UKS. Namanya Beby, kan?" tebak Viny yang tidak meleset sedikit pun. Shani mengangguk-anggukan kepalanya.

Setelah keduanya bermain teka-teki, Shani kembali menunjukkan sesuatu penting.

"Jaket yang dipakai Shania, sama dengan jaket yang lo pakai." Shani menyilangkan kedua tangan nya di depan dada. Kemudian, ia menatap Viny dengan begitu serius, tanpa mengalihkan ke arah lain. Ia menghela napas kasar lalu menatap Viny dengan begitu intens, "Dengan kata lain, jaket yang lo pakai, itu jaket pemberian Shania buat Beby. Dan itu, yang jadi alasan kenapa tadi lo ditampar sama dia."

"Jadi, yang kasih gue jaket saat di halte itu....—"

××

Terlihat seorang Veranda sibuk menata perlatan makan yang dibutuhkan di atas meja makan. Pasalnya, pagi ini akan ada beberapa teman sang Ayah yang akan datang ke kediaman nya.

Lebih bermaksud untuk sarapan bersama.

Ia menatanya dengan rapih, dengan dibantu dengan sang bibi -ART- Veranda terkadang tertawa dibuat oleh bibi nya itu.

"Masa sih bi?"

"Iya bener non. Waktu itu, pacar non itu lho, dia datang pas si Tuan ada di rumah," cerita sang bibi.

Veranda menanggapi nya dengan serius. Sambil sesekali menertawakan kelakuan sang kekasih.

"Bibi bilang ada Tuan di rumah, tapi dia malah pamit pulang lagi non." lanjut cerita sang bibi.

Veranda tertawa pelan dengan kepala menggeleng. Saat itu, tawanya terhenti ketika ia mendengar derap langkah kaki menuruni setiap anak tangga. Ia membalikkan badan nya dan tersenyum ramah pada seseorang yang baru saja turun.

Deeper [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang