Terkadang ada momen di mana Hyunjin pada dasarnya tahu bahwa ia datang dari keluarga yang berkecukupan, bergelimang harta dan kekuasaan sedari kecil. Inilah yang membuatnya memiliki sisi manja. Namun sesungguhnya, Hyunjin ini bukan orang yang materialistis.
Tidak melihat yang kurang darinya secara materi itu lebih rendah, di masa kecilnya, Hyunjin sering mengendap-endap tiap sore untuk bermain dengan anak-anak yang berasal dari komplek perumahan yang berbeda. They're more fun.
Sedangkan anak-anak yang satu komplek perumahan dengan Hyunjin atau yang dipaksa untuk berkenalan dengan Hyunjin, pasti hanya akan memainkan permainan yang amat mengasah otak. Kalaupun bermain di luar, mereka pasti akan bermain golf lagi. Ugh, Hyunjin tentu saja muak.
Hyunjin tidak mengada-ada atau melebihkan kalau ia menggambarkan kehidupannya sebagai tipikal keluarga royal yang kalian lihat di televisi. Serbakaku, teratur, amat membosankan.
Heh.
Seperti pria yang satu ini.
"Apa yang masih kaulakukan di sini?" tanya Hyunjin dengan nada bicara yang siap mengomel kapan saja. Kalau soal Seo Changbin, Hyunjin selalu siap. Ia sedang berbaring malas di atas ranjang barunya dengan kedua tangan dilipat di dada, separuh tubuhnya bersandar pada Mr. Coco. "Kamarnya sudah jadi, you can go."
"Hanya ...," tatapan Changbin memutar ke sekeliling ruangan, "memeriksa. Siapa tahu ada yang tertinggal."
"Aku akan bilang padamu kalau ada yang tertinggal." Tuh kan, padahal nada bicara Changbin tadi itu amat tenang dan datar, tapi Hyunjin selalu merasa kalau ia harus ambekan pada Changbin.
Hyunjin menunggu Changbin untuk mengatakan sesuatu, seperti lepaskan sepatumu kalau di rumah, atau bisa kau simpan saja Mr. Coco di gudang?
(Ya, Changbin sudah tahu nama boneka teddy bear besarnya, dan ia juga tanpa sadar jadi ikut-kutan memanggil boneka tersebut dengan namanya ....)
Lalu kegemingan di ruangan ini diinterupsi oleh nyaring bel dari arah pintu utama. Mereka berdua memalingkan wajah ke sumber suara.
Hyunjin seketika bangkit dari posisinya dan segera melesat ke pintu utama dengan membentur bahu Changbin. Pria itu hanya mengikuti Hyunjin dari belakang, satu tangan merogoh kantung celana.
"Kuharap kali ini mereka benar-benar tidak menambahkan nanas di pizza-nya." Kata Hyunjin yang sudah memegang kenop pintu. Ia sudah tidak sabar untuk makan malam, perutnya keroncongan.
"Aku tidak memesan pizza." Perkataan Changbin membuat Hyunjin membeku.
"What?!"
"Aku tidak memesan pizza." Ulang Changbin, ia memandang Hyunjin tanpa emosi. Pria itu nampak santai, seolah baru saja tidak memberitahu Hyunjin kalau ia tidak memesankan apa yang diinginkan Hyunjin untuk makan malam.
Tangan Hyunjin melepaskan kenop pintunya. Sudah ancang-ancang untuk melawan Changbin dan menunda membukakan pintu untuk pengantar makan malam mereka.
"What do you mean? Kan sudah kubilang aku ingin pizza!"
Daaan, Hyunjin kembali dengan nada bicaranya yang melengking nan jengkel, bibirnya juga dikerucutkan kalau sedang kesal. Tapi sekali lagi, Changbin hanya membalasnya dengan tatapan hampir tanpa emosi dan gaya bahasa tubuh yang santai.
Changbin mengangkat bahu tidak peduli, ia berkata, "Pizza is bad for you." sebelum membukakan pintunya, mereka dipertemukan dengan anak muda dengan dua kotak-kotak besar pesanan mereka, serta sebuket mawar merah segar.
KAMU SEDANG MEMBACA
❝ Awkwardly Married ❞ ━ changjin
RomanceMasih muda dan canggung, Hyunjin dan Changbin malah harus menikah. Huh! 🌸 soft hyunjin [uke/sub hyunjin whatever you call it] ━ changjin, chanjin ━ arranged "marriage" ━ more pairings to be added