Hyunjin meminta Changbin untuk memarkirkan kendaraannya di luar kampus. Mereka kebetulan berhenti di depan sebuah coffee shop, jadi Changbin menyarankan membeli kopi untuk para anggota klub konseling pernikahan—ahhh, tiap kali Hyunjin mengingat nama klubnya, rasanya ingin mengunci diri di rumah.
"Ada berapa anggota klubnya?"
"Eh ..., entahlah, mungkin belasan? Ditambah anggota baru yang dipaksa. Oh My God, you should save them, too!" Hyunjin menarik-narik kain jas yang dikenakan Changbin, memberikan pria itu tatapan memelas, bibir dikerucutkan lagi—khasnya bila sedang marah atau menuntut sesuatu. "Jadi pahlawan untukku dan korban yang lainnya."
Pada poin ini, mungkin Changbin sudah terbiasa dengan sikap Hyunjin yang agak kekanak-kanakan karena ia tidak begitu menghiraukannya ataupun merasa terganggu.
Ketika Changbin mematikan mesin kendaraannya, Hyunjin dapat melihat benda mengkilau yang melingkar di jari pria itu. Ia pun jadi teringatkan pada cincin di jarinya. Oh, iya ....
"Ada toko bunga di sana," Changbin mengeluarkan salah satu kartu kreditnya, memberikannya pada Hyunjin sambil menunjuk toko bunga yang dimaksud, "buy some, untuk seniormu juga."
"Bunga? Untuk apa diberi bunga? Memangnya kita menjenguk pasien rumah sakit apa?"
"The more gifts, the better."
Meski Hyunjin menggerutu, ia tetap keluar dari mobil, berjalan di samping Changbin ke arah coffee shop. "Sekalian saja tanggung biaya studi mereka selama di universitas." Kata Hyunjin jelas sarkastis.
"Hm," kemudian Changbin nampak tertegun, "Berapa iuran per semesternya untuk universitasmu?"
"Oh My God. Aku hanya bercanda, Seo Changbin." Lagi-lagi Hyunjin menggunakan nada bicara kesalnya pada Changbin. Mereka mengakhiri percakapan sampai situ, dan berpisah untuk membeli hadiah alias, ehem, sogokan untuk senior klub konseling pernikahan.
Hyunjin meminta satu buket besar karangan bunga yang memiliki makna turut berduka cita (hehehe), kemudian hendak membayarnya ketika sang florist tiba-tiba saja berkata, "Cincinnya indah."
Hyunjin mengerjapkan matanya. Untuk beberapa saat tidak mengerti apa yang dibicarakan orang itu. Cincinnya ..., cincin pernikahannya. "Uh—oh. Ya, uhhh, terima kasih."
"A wedding ring?" Wanita itu tersenyum lebar.
Ehhh, memangnya tampang Hyunjin seperti seseorang yang sudah menikah, ya ...? Apa ini juga alasan mengapa para senior itu memilih Hyunjin? "Uhm, ini hanya aksesoris."
"Ahh, I see."
Hyunjin ingin mengakhiri percakapan aneh ini, tapi ia gatal untuk menanyakan, "Memangnya aku kelihatan sudah menikah, ya?"
"Well, you know, orang yang baru menikah itu selalu ada aura yang membuat mereka mencolok." Kata wanita di hadapan Hyunjin. "Biasanya nampak lebih bahagia."
Pft. Lebih bahagia apanya? Sok tahu. Tapi tentu Hyunjin tidak berkata begitu dan hanya tersenyum. Saat melakukan transaksi, ia diam-diam melepaskan cincinnya, memasukkannya ke kantung celananya.
Karangan bunganya sudah ada di tangan Hyunjin, separuh memeluknya. "It's pretty, thank you—ow!" Ia hampir saja terjatuh karena tubuhnya tiba-tiba membentur tubuh lain ketika ia hendak keluar, namun dengan sigap, orang yang bersinggungan dengannya itu segera memegang tubuh Hyunjin, menyeimbangkannya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
❝ Awkwardly Married ❞ ━ changjin
RomantikMasih muda dan canggung, Hyunjin dan Changbin malah harus menikah. Huh! 🌸 soft hyunjin [uke/sub hyunjin whatever you call it] ━ changjin, chanjin ━ arranged "marriage" ━ more pairings to be added