IG Three - Billy

832 90 64
                                    

Rhythmic melody was like a dinner last night. But his smile was still created because the girl believed there was a rainbow behind a large mountain.

👀👀👀👀👀👀👀👀👀👀👀



Looking for peace in a hateful room. What? Siapa yang akan menemukannya. Sesulit mencari jarum dalam tumpukkan jemari, seperti itulah gambaran bodohnya. Orang sinting akan tertawa jika melihat lensa menggenang, dan gadis itu juga tidak terlalu perduli sekalipun orang sinting itu memeluk tubuhnya, seolah mereka adalah kembar sedarah yang berpisah dalam waktu yang lama. Setidaknya kegilaan tidak menghianati pengharapan yang dipupuk. Tidak seperti teman, namun menusuk lapisan kulit menggunakan pisau tak kasat mata. Itu akan meninggalkan bekas, dan gadis ini benci akan kata berbekas.

Lebih baik seorang diri. Itulah yang dulu ia rapalkan di dalam hatinya. Hingga ketika gadis tinggi bermata cantik itu datang dan mengusiknya. Setiap hari, selama detik masih terus berputar. When he enters the toilet, the girl will also enter. When he enjoys lunch in the canteen corner, like a discarded student, then the girl will come. Bermodalkan senyum cerah dan hati sekeras baja, Jesy hanya akan selalu tertawa jika Soeun mengusirnya, atau mengeluarkan kalimat kasar untuk melukai hatinya.

"I am your friend, and I am a stupid girl who likes to swear."

Soeun tersenyum kecil mengingatnya. Jesy, gadis itu sungguh unik dan manis. Benar dia adalah gadis bodoh yang tidak sensitif. Bahkan jika Soeun mengumpatinya pun Jesy akan selalu tertawa tanpa luka di balik matanya. Ia jahat, Soeun tahu itu. Tapi, ia hanya seorang jalang sejak di masa lalu. Dan Soeun tidak ingin Jesy hadir, lalu pergi setelah mengetahui perjalanan hidupnya. Seperti gadis itu. Gadis kenangan yang membuatnya harus mengukir tinta pada hati. Membangun tembok yang tinggi dan tebal bagi sebuah persahabatan.

"Your life will ruin my career in later, sorry"

Bodoh.

Angin menyapu setetes embun di pucuk daun. Membiarkan helaian basah kering setelah matahari bersinar terik. Daun mapel hijau tidak ada kecuali anak-anak batang pinus. Tetapi batang pohon bergetah masih berdiri kokoh menanti musim dingin yang akan tiba, dengan dedaunan coklat yang cantik. Putik terlihat mati dan layu, tapi setelah musim berganti beberapa bulan ke depan, mereka akan kembali mekar dan memperindah halaman belakang Smart Brain.

Melangkah lambat mendekati kursi taman, sepi menyambutnya seperti hari biasa. Dimana murid-murid lain lebih memilik menghabiskan break time dengan menggosip atau memadu kasih di lorong-lorong; bak romeo dan juliet, gadis ini sendiri lebih memilih rumput dan tanah. Batu tidak akan berisik, dan angin akan memberi musik sejuk yang akan menghilangkan kepenatan. Terlebih suasana hati yang sejak tadi pagi sudah mengganggu semua schedule sempurnanya. Mengingatnya membuat Soeun kembali menghela nafas.

Tiga jam mendengar ceramah panjang Mrs. Sofia, Soeun merasa telinganya berasap dan terbakar. Belum lagi tingkah menyebalkan Jesy yang dengan jahatnya tertawa dan kabur ketika ia dicegat guard si kaki tangan kesayangan Mrs. Medusa, atau katakan saja Sofia Rebeca, si pemilik ruang terkutuk. Gerakan bibir wanita tua hampir menyerupai kompor yang memgeluarkan api. Dengan embel-embel siswi yang menyandang beasiswa juga jalang kenamaan wanita tua itu masih sempat menjatuhkan harga dirinya. Astaga, apa dia belum mengatakan jika semua orang tahu apa pekerjaannya. Tidak, lebih tepatnya semua tenaga didik yang pernah menginjakkan kaki di Bon Ton. Soeun bahkan bosan mendengar rayuan sinting para pengajar pria di sekolah ini. Jika saja Soeun bisa melakukan demo besar-besaran maka sudah Soeun pastikan ia ber-orasi di depan gedung komisaris sekolah. Sayangnya ia tidak memiliki hak untuk membela diri.

Invisible GoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang