mualaf

84 4 0
                                    

Hari ini, mungkin menjadi tradisi aku dan Angkasa sejak satu tahun lalu untuk mengunjungi kediaman keluarga besarnya.

Christmas day's ya seperti itu keluarga besar Angkasa menyebutnya, Angkasa pun sama tapi itu dulu saat sebelum dia berani memantapkan diri untuk meminangku karna tuhan.

Suami ku seorang mualaf sejak 2 tahun lalu, ya sejak SMA bahkan aku sudah tahu jika Angkasa adalah seseorang lelaki yang dilahirkan dari keluarga dengan paham agama yang kuat, sama sepertiku, tetapi saat itu kita berbeda, Agama kita yang berbeda. Angkasa dengan kalung bertanda salib yang selalu dia pakai di lehernya, dan aku dengan kerudung sekolah pada saat itu.

Saat Angkasa datang untuk melamar, gugup yang aku rasakan, bukan gugup akan tolakan dari Orang tua ku, tetapi gugup akan keyakinan Angkasa untuk memeluk islam. Aku belum yakin saat itu dengan agamanya.

Sampai dimana keesokan harinya Angkasa datang dengan kedua orangtuanya dan orang tua angkasa mengucapkan

"Angkasa sudah memilih jalannya sendiri, kita tidak mempermasalahkan itu selagi itu baik untuk dia, masa depannya, dan juga tuhan, Angkasa tetap anak kebanggaan kami, meskipun kepercayaan kami berbeda" kata Ayahnya Angkasa

Sungguh, aku tidak melupakan perkataan itu, aku masih mengingat bagaimana senyum dari kedua orang tua angkasa, senyum dari Ayah dan Ibu juga, jangan lupakan ibu Angkasa  yang selalu mengantarku check up untuk kandungan, karna ibu ku sendiri sedang pergi mengunjungi kak laras yang baru melahirkan anak pertamanya, awalnya ibu tidak tega meninggalkan ku yang masih hamil muda dan juga hamil pertama, tetapi Ibu Angkasa meyakinkan Ibu untuk menjagaku, aku mencintai kedua wanita hebat itu.

"Ngelamun aja len" kata Angkasa menyadarkan ku

"Ehh, mas bikin kaget aja" sahut ku sambil menatap lelaki tampan disebelahku

"Ya abis ibu hamil ngapain ngelamun hmm?" Katanya dengan nada bertanya

"Aku keinget waktu Ayah mas bilang kalo dia percaya sama pilihan mas buat masuk islam" kata ku jujur, jujur lebih baik bukan?..

"Jujur, aku yakin itu keputusan tersulit bagi ayah, dimana anak yang dia bilang paling patuh terhadap perintah tuhan nya saat itu,, but it's my choise kan" katanya yakin

"Alhamdulilah mas" jawab ku

"Dedek uda besar aja di perut bunda ya" kata Angkasa sambil mengelus perut ku tetapi pandangannya masih fokus terhadap jalanan yang padat merayap didepan

"Iya ayah, jangan pergi dulu ya ambil cuti sebelum adek lahir ya" ucapku dengan nada seperti anak kecil sambil memegang tangan Angkasa yang ada di perut ku

"Siap capt" jawabnya diakhiri dengan tawa creepy nya

"Len, turun duluan ya, aku mau ambil tas kamu dibelakang" kata Angkasa , memerintah

Karna memang kita berencana untuk menginap disini selama 2 hari

"Hmm,iya mas" kata ku turun dari mobil dan diam di dekat gerbang rumah Angkasa

Rumah ini terbilang cukup besar, hanya saja saking terlalu banyak keluarga yang berkumpul parkiran di dalampun tidak cukup untuk mobil kami

"Loh?kok masih disini" tanya Angkasa yang menggendong tas dan membawa beberapa bingkisan

"Ga enak masuk duluan mas" kata ku

"Ayok! Ibu pasti nunggu anaknya yang ganteng ini pulang" kata Angkasa dengan percaya dirinya sambil merangkul ku




Benar saja, di rumah ini sudah seperti acara pernikahan ramainya, dari anak kecil yang sedang bermain dibawah pohon natal sampai orang dewasa sedang berbincang dengan teh hangat di depannya, maklum sekarang musim hujan.

"ALEN! yaampun kakak gua!" Itu teriakan dari langit yang membuat hampir seisi rumah memperhatikan kedatangan kami

"Uda gede aja ini ponakan gua di dalem" kata langit sambil memperhatikan perut ku, sungguh dia sangat antusias dengan kelahiran anak kami, sampai saat ini dia berlutut untuk mencapai perutku, tidak memegang karna dia sangat tau itu tidak boleh.

"Ih apaan lo! Liatliat perut istri orang" kata angkasa menarik ku ke pinggir badannya

"Uda uda gausah ribut aduh, yang satu uda mau jadi bapak yang satu uda mau nikah ,masih aja ribut" kata Oma, nenek kesayangan Angkasa "Sini nak, Oma pengen liat cicit oma" kata Oma ,memintaku mendekat

"Hai ,oma apakabar?" Tanya ku sambil bersalaman dengan Oma

"Oma baik, semakin baik saat mendengar Cicit oma akan lahir sebentar lagi" jawab Oma

"Oma! Aku rinduuu" kata Angkasa, berlebihan sekali ekspresi suami ku ini,haha

"Yaampun ada menantu ibu" seru ibu yang sepertinya baru kembali dari belakang

"Hehe ibu, apakabar?" Tanya ku

"Baik sayang, ini ada bapak capt yang ibu rindukan ya?" Canda ibu kepada putranya

"Ahh ibuuuu~~" jawab Angkasa manja lalu memeluk ibunya posesive

Kita berkumpul di ruang tengah yang memang disiapkan agar kita duduk dilantai, agar kesannya lebih dekat.
Disebelah ku ada Langit yang masih setia bertanya tentang perkembangan bayi ku, sungguh nak kamu beruntung mempunyai uncle yang sangat menyayangimu. Angkasa ? Dia sedang berbincang dengan ayah di ruangan ayah, aku tidak ingin tahu tentang itu, biarlah itu menjadi urusan kepala rumah tangga.

"Kak len, nanti kalo lahiran tinggal disini dulu ya" kata Langit

"Inshaallah ya, kasian ibu nanti repot" kata ku

"Ngga, malah ibu seneng, kalo di apart pasti susah minta bantuan" kata langit

"Buat apa aku punya adik ipar gagah seperti ini" goda ku

" Kok aku gemes ya kak?" Tanya langit yang membuat aku tertawa

"Gemes sama siapa lo?" Tanya Angkasa yang tibatiba duduk samping ku

"Gemes sama istri lo" jawab langit, dia tidak pernah takut untuk menggoda Angkasa

"Makannya cari istri, istri abang sendiri lo godain" kata Angkasa sambil menidurkan diri dipaha ku yang sedang duduk selonjoran, sulit untuk bersila saat usia kandungan seperti ini, ditambah dengan baju gamis ku yang panjang

"Nanti kalo ponakan gua lahir terus uda bisa jalan, baru gua nikah" jawab langit

"Bener ya, awas aja kalo ngga" jawab ku dengan antusias

"Eh astaga lupa!" Seru langit

"Apaan?" Tanya Angkasa sedikit terbangun

"Lupa jemput caroline, yauda ya bang, kak, jemput masa depan dulu" katanya berpamitan

"Iya,, aamiin,, hatihati" jawab ku sambil tertawa

"Kamu jangan ketawa terus len" kata Angkasa tibatiba, dia masih tidur di pangkuanku dan matanya masih terpejam

"Ibadah mas" kata ku

"Itu senyum,kalo ketawa nanti adek ku,sama orang lain berpaling sama kamu gimana?" Tanya Angkasa, tidak masuk akal

"Ya bagus, makin banyak orang yang sayang" kata ku menjahilinnya

"Sebel ah gatau" katanya sambil memiringkan badannya

"Hehe, aku sayang mas" kata ku sambil mengusap rambutnya yang masih saja halus

Dia tidak beraksi apapun, awalnya ku mengira dia tertidur, sampai tidak lama ibu yang sedang berbincang di depan kami berkata

"Len, kok suaminya senyumsenyum sendiri?" Tanya ibu, yang membuat aku tahu reaksi Angkasa

"Ih ibuu~~!" Geram Angkasa dan langsung duduk dengan posisi membelakangi ibu yang otomatis menghadap kepadaku

"Aku sayang kamu len, Ayah sayang adek bayi juga" kata Angkasa  sambil mencium tanganku yang membuat tubuh ku menghangat.

My Capt.Pilot Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang