🌻04

255 34 1
                                    


Jung Ah tidak menginginkan pemakaman yang terlalu mencolok untuk Jongin. Ia ingin adik kesayangannya itu pergi sesuai dengan karakternya dahulu. Tenang, tidak mencolok, sederhana. Jongin berada di pemakaman hanya satu hari dan besok siangnya dimakamkan. Itulah yang akan mereka lakukan sebentar lagi. Jung Ah bangkit dari duduknya, lalu melangkahkan kakinya ke sebelah makam Jongin yang masih basah. Ia menghapus air matanya dengan tisu yang sama basahnya dengan tanah Jongin.

Dagunya bergetar menahan tangisan yang mengetuk bibirnya yang tertutup rapat, ia bahkan menutup kedua matanya dengan tangan kirinya. Ia sungguh tidak kuat untuk melanjutkan remembrance-nya untuk Jongin. Ibunya berdiri dari duduk dan menghampiri Jung Ah.

"Tidak apa-apa. Kau duduk saja."

Jung Ah menggeleng pelan,"aku bisa."

Ia menghelakan napasnya, lalu mulai berbiara dengan Ibunya yang tengah merangkulnya.

"Kim Jongin. Seorang adik, seorang anak, seorang teman, seorang sahabat, seorang kekasih. Ia begitu dicintai oleh banyak orang. Di umurnya yang muda, ia sudah berhasil membuka café dan memberikannya begitu saja kepadaku. Kim Jongin, seseorang yang begitu terpukul atas kepergiannya wanita yang ia cintai. Ia enggan untuk makan, minum, berbicara, beraktivitas, rasanya ia sudah mati pada waktu itu," Jung Ah menatap Yoona yang berdiri di dekat pohon.

"Tapi ia menemukan seseorang yang seperti malaikat yang begitu baik padanya. Seseorang yang berhasil membuat Jongin mau bangun dari matinya waktu itu,"Jung Ah tersenyum pelan. Namun tidak ada kebahagiaan disana.

"Tidak apa-apa. Kim Jongin. Walau ia tidak berada disini dengan kita, tapi ia selalu berada di hati kita. Kim Jongin. Walau kita tidak bisa melihatnya lagi, tapi ia tidak merasakan sakit yang ia alami beberapa tahun ini. Kim Jongin. Ia begitu berharga. Saya harap Tuhan sudah menyiapkan ruangnya di Surga untuk anak kecilnya itu. Kim Jongin. Kami menyayangimu."

Kalimat singkat yang sederhana dari Jung Ah berhasil membuat banyak orang mengeluarkan air matanya. Ia pun kembali duduk di kursinya. Kali ini Yoona yang berjalan ke sebelah makan Jongin. Tanpa air mata. Ia sudah sangat banyak menangis dua hari ini.

"Pertama kali aku bertemu dengan Jongin, ia begitu rapuh. Aku tahu itu. Betapa rapuhnya sangat jelas. Namun betapa hangatnya seorang Kim Jongin begitu jelas. Walau dirinya rapuh dan banyak celah, sifatnya yang hangat tetap ada—tidak hilang. Aku sangat bersyukur karena pernah berada di kehidupannya yang begitu berharga. Kepergian Jongin begitu memukul banyak orang, tapi percayalah, ia kini bersama kita disini memberikan senyuman terbaiknya. Aku yakin ia sangat berterima kasih atas kenangan yang telah kita semua berikan selama ia disini. Sekali, hanya sekali. Ia mengatakan kepadaku bahwa ia ingin lagu ini diputarkan jika ia telah tiada. Kim Jongin, kami sangat menyayangimu. Sampai jumpa lagi."

Begitu Yoona melangkahkan kakinya kembali ke samping pohon, lagu dari Whitney Houston berjudul I Will Always Love You terputar menjadi salam terakhir Jongin untuk semua orang yang begitu menyayanginya.

🌻

"Hyung?" Bisik Ten ketika ia melihat Sehun dibalik pintu apartemen miliknya bersama Yoona. Ia mangajak Sehun masuk ke beranda apartemennya dan mempersilahkan Sehun duduk di atas sofa krem yang dibeli olehnya untuk Yoona dan Ten pada hari pindahan mereka.

"Hyung mau minum apa? Kopi? Air putih?"

Sehun menggeleng pelan, "tidak usah. Yoona dimana? Kamar?"

"Iya. Dia sudah tidak keluar kamar dua hari ini. Sangat membuatku khawatir. Untung saja ramen selalu hilang satu di pagi hari. Ya, tetap saja ramen tidak baik untuk kondisi dia yang seperti ini. Ya, hm. Hyung paham maksudku 'kan?" Jelas Ten panjang lebar.

Lovelorn | YoonhunWhere stories live. Discover now