Adventure | 4

463 53 10
                                    

Silas selesai makan siang ditemani isterinya, langit memang sering mendung akhir-akhir ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Silas selesai makan siang ditemani isterinya, langit memang sering mendung akhir-akhir ini. Itu bagus, karena musim hujan biasanya datang sebelum belum September tiba, kini baru pertengahan Oktober berjumpa dengan hujan. Silas menyeruput tehnya, mencecapnya sambil memperhatikan Sienna sebelum tenggelam lagi dalam buku novel karya penulis tanah air.

"Mau kuambilkan sesuatu?" tanya Sienna menghampiri Silas. Wanita cantik itu bergelayut manja di bahu Silas dan mengecup pipinya.

Silas tersenyum, tangan kanannya merengkuh kepala Sienna dengan sayang. "Nanti saja aku ambil sendiri, kamu istirahat saja."

"Ya sudah, aku mau istirahat di kamar." Sienna mengecup pipi Silas lagi sebelum pergi ke kamarnya.

"Ya, Sayang." Silas tersenyum manis.

Silas tak mempermasalahkan jika Sienna sering tidur akhir-akhir ini, selain lelah setelah mengurus rumah pun tengah berbadan dua. Rumah Silas lengang dan tenang, Pak Juan pun belum pulang dari menemui Melvin- anak angkatnya. Ia pun tak melihat Daryn sejak adik lelakinya itu pamit pergi, bukan dengan wanita, tapi dengan Sarchie. Mereka berdua begitu klop, Daryn yang usil dan Sarchie yang sering menjadi korban keusilannya.

Silas tenggelam dalam deretan kata-kata di kertas buku, tak berapa lama Ia fokus membaca telinganya mendengar rinai hujan, deras disertai suara bel lokomotif yang meraung. Silas mengalihkan matanya dari buku ke arah sebelah kanannya, dirinya tak lagi duduk di sofa ruang tengah ditemani secangkir teh di cuaca yang mendung. Tapi benar melihat hujan jatuh dari atap peron di mana dirinya berada di bawahnya. Beberapa suara sepatu dan riuh calon penumpang terdengar.

Mereka melihat ke arah Silas sesaat, tersenyum tipis dan berpaling. Silas menutup bukunya, tak cocok bukan membaca buku di tengah puluhan calon penumpang kereta? Seorang pria berkumis tebal menghampiri Silas, duduk sambil menyorongkan secangkir kopi dalam cup putih. Silas menerimanya dan membalas senyum Silas, dipangkuannya telah ada mantel berbulu yang hangat warna cokelat.

"Dunia di sana masih sama kejamnya dengan sekarang bukan?" tanya pria itu menyeruput kopinya.

"Masih, bahkan lebih." Silas menyeruput kopinya, manisnya pas dan masih panas sempurna.

"Aku kira kau melupakanku untuk berkunjung, Venediktova di era baru cukup membingungkan, Silas. Kutunggu kedatanganmu di rumah untuk makan malam." Pria itu menoleh ke arah Silas dan mengenakan topi bundarnya. Dua jari kanannya menghormat dan pamit akan pergi.

Silas mengangguk sekali dan melihat pria itu berjubel dengan calon penumpang yang lain. Mereka menepi sejenak demi membiarkan penumpang turun dari kereta. Silas tak bergerak dari duduknya, justru memperhatikan para calon penumpang itu masuk. Kebanyakan dari mereka yang naik membawa koper, tas dan segala kelelahan yang ada sore ini. Peron kembali lengang, hanya petugas keamanan yang rajin menyisir memeriksa apakah ada masalah untuk calon penumpang berikutnya.

Pengeras suara berbentuk kotak dengan lubang kotak-kotak kecil itu memberitahu jika kereta akan tiba satu sampai dua jam berikutnya. Silas mengenakan mantel bulu cokelat sambil berdiri, telinganya tak lagi mendengar kegaduhan peron atau suara dari pengeras suara yang kadang membuat telinga berdenging.

Kumpulan Cerpen ArlenLangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang