Apa yang dilakukan orang saat sore hari? Mungkin sebagian besar orang akan menjawab melanjutkan pekerjaan dengan cara melemburnya sampai petang, sebagian lagi mungkin menjawab membersihkan rumah, duduk santai sambil ngeteh atau ngopi, ataukah ada jawaban lain? Elisa memilih berkebun menghabiskan sorenya, bergelut dengan tanah, akar tanaman, pupuk dan sekop kecil. Celananya sedikit kotor, tapi tak sekotor kemarin saat bersama Carisa, keponakannya.
"Elisa, sudah kautanam bunga mawar dari Pak Joe kemarin?" tanya wanita tua di atas kursi goyang berada di teras.
Elisa menoleh. "Sudah, Nek. Ini tanamannya."
Wanita tua itu melongok ke samping. "Kayaknya enggak pas, coba kau tanam di kebun belakang saja potnya kekecilan, Lisa."
Elisa melihat lagi pot tanaman bunga mawar pemberian Pak Joe, memang tampak begitu tak seimbang akan tampak pas kalau ditanam di tanah alias kebun belakang. Kebun belakang belumlah ditatanya, maka dari itu ia menyelesaikan bagian depan lebih dulu. Tapi, kini? Sepertinya harus ditata saat ini juga agar neneknya tak memprotesnya lagi. Elisa bangkit membawa tanaman bunga mawar itu dan mengusap peluhnya, kemudian berjalan ke samping membawa sekop ke arah kebun belakang.
Elisa mencari tempat yang pas agar bunga mawarnya tumbuh dengan baik, ia melewati semak-semak yang sudah ditata dua hari yang lalu, masih terlihat rapi dan sibuk mencari tempat. Ia tersenyum senang ketika melihat ada tempat kosong di balik semak bagian belakang, tanpa disadarinya itu bukan lagi di kebun bekakang rumahnya. Elisa mulai mengeduk tanah dan sekiranya bisa untuk menenggelamkan akar tanaman mawarnya, diberi pupuk dan sudah tinggal menunggu ia makin tumbuh dan berkembang.
"Hhh, akirnya selesai juga. Aduh, capek sekali."
Elisa berbalik ke samping dan melewati semak-semak tapi sekian semak yang dilewatinya tak jua melihat rumah bagian belakang justru semak belukar dan hutan. Elisa mengerutkan keningnya, mengapa ia justru berada di hutan? Bukankah belakang semak di dekat rumahnya hanya beberapa pohon saja?
"Masa iya aku sampai ke hutan gini? Aduh, mana udah mau petang pula, nenek ntar nyariin," keluh Elisa.
Suara-suara yang terdengar dari langit membumbung tinggi itu bukanlah berasal dari cicitan burung-burung kecil yang hinggap di dahan pohon. Langkahnya terasa tersihir dan mendekati sumber suara, bibirnya terbuka dan matanya menatap takjub dengan apa yang dilihatnya. Ia melihat belasan angsa terbang rendah di atas sungai di dekat air terjun yang jernih sekali. Senja yang menyinari tubuh mereka seolah memulas bulu-bulu mereka menjadi keemasan.
"Angsa... emas?" tanya Elisa takjub.
Angsa-angsa itu seperti dicelup kemuning senja, begitu tubuh mereka diterpa sinar matahari sore, bulu-bulu putih mereka berubah berwarna emas. Elisa makin merasa takjub dan ingin memegang bulu kemuning mereka tanpa sadar jika kakinya berada di ujung dataran dan terpeleset jatuh. Ia berteriak dan pasrah akan nasibnya jika akan merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya ketika mendarat. Tapi, ia tak merasakan sakit justru merasa angin membungkusnya hangat.
Elisa membuka mata bahwa ia tak terjatuh bebas dari atas melainkan diselamatkan oleh seekor angsa emas berukuran besar dalam artian sebenarnya. Angsa-angsa lain bersuara dan menepi membuat lingkaran ketika menyadari keberadaan Elisa. Elisa bangkit dan membersihkan tubuhnya dari debu, menatap angsa emas besar di depan.
Elisa melihat angsa itu seksama, mengagumi segala keindahan bulu yang dimilikinya. Tapi ada satu titik di bagian dadanya yang berwarna merah tua kehitaman. Angsa itu mundur tapi Elisa mendesis pelan dan mengulurkan tangannya menyentuh lembut bagian itu, begitu lembut tapi entah mengapa angsa besar di depannya tampak kesakitan dan tubuhnya bergetar hebat, kepalanya menggelepar di udara dan bulu-bulu emas itu seperti terlepas sendiri dari pori-pori kulitnya.
Elisa tak mau berkedip melihat keajaiban yang bisa dilihatnya saat menonton film kartun animasi. Ini bukanlah film, itu yang dinyatakan oleh otaknya tapi matanya melihat semua itu merasakan ketakjuban luar biasa. Ia baru menyadari jika angsa-angsa yang mengelilinginya telah menjadi manusia, memakai kaus dan celana modern sepertinya. Sementara angsa besar berbulu emas di depannya berubah menjadi seorang pria dewasa dengan semburat warna emas di rambutnya.
"Elios berubah! Elios bisa berubah!"
"Elios tak terluka lagi!"
"Elios selamat! Kau bisa berubah kembali!"
Suara-suara selamat itu berdengung di telinga Elisa, tapi ia masih tertegun dengan apa yang dilihatnya. Ia tertawa dan mengira jika ini mimpi di suatu sore yang indah. Ia melihat senja mulai kemerahan dan akan kembali ke peraduan maka Elisa pun pergi menaiki bebatuan besar untuk sampai ke atas dataran kembali ke rumahnya.
"Kau mau ke mana?"
"Pulang," jawab Elisa pada Elios.
"Kau yakin rumahmu di sana? Di sana hanya ada hutan berhektar-hektar, naiklah ke punggungku."
Elisa menoleh. "Aku tak yakin ini mimpi atau... entahlah. Aku tak mau nenek dan Carisa mencariku."
Elios meraih tangan Elisa, segera mereka sudah sampai ke dataran di mana Elisa berdiri tadi. Ia masuk ke semak-semak semakin dalam, berharap akan menemukan jalan pulang.
"Kau sungguh ingin pulang setelah mencabut kutukanku?"
"Aku ingin pulang," kata Elisa serius menatap manik pria dengan wajah putih.
"Pulanglah," kata Elios menyibak semak-semak rimbun di sisinya. Elisa gembira bukan main melihat atap rumahnya bagian belakang, menghilang di balik sekat dua dunia. "Kalau kau tak mau tinggal denganku di duniaku, maka aku yang akan tinggal di sana demi hatiku yang kaubawa pulang."
Yuk yang kepo sama penulisnya, ArlenLangit mampir ke lapaknya ya buat kenalan, curhat, ngobrol-ngobrol, promosi cerita kalian juga bisa dia punya lapak khusus buat para penulis pemula yang bingung mau ke mana promosiin ceritanya. Syaratnya gampang kok, cuzz kepoin lapaknya!
Atau mau nyobain es sunlight buatan dia? Segala kotoran luntur tak bersisa! Behahahaha. Canda! Eh bener sih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen ArlenLangit
RomansaStori ini berisi cerita dengan judul berbeda. Carilah tempat duduk yang paling nyaman di rumah Arlen dan cicipi teh hangat buatan Arlen, semoga suka dan bisa sekalian mengambil hikmahnya. Salam, ArlenLangit Gresik, 21-11-2018