Alunan musik yang disetel lembut mengalun menemani pelanggan cafè. Tapi, tak jua menenangkan pikiran gadis berbaju putih itu, sedikit-sedikit ia menghela napas dan menunduk, tangan kanannya mengaduk jus yang duduk manis di depannya. Jusnya tidak ada masalah, akantetapi pikirannyalah yang dipenuhi masalah. Sekali ia menghela napas besar, pun sambil mengalihkan pandangan ke sekitarnya. Ia tersenyum sedikit melihat pria berkemeja kotak-kotak itu datang dengan langkah cepat.
"Maaf membuatmu nunggu lama Rin," kata pria itu duduk dengan napas tak teratur, bukti ia telah kelelahan sampai ke sini.
"Baru tutup ya? Lama sekali," keluh gadis yang sedari tadi menunggu.
"Maaf, tadi ada arahan dari bos buat besok, jadi ya lama sedikit. Jangan ditekuk gitu donk, cantiknya ilang." Pria itu mengintip wajah gadisnya sambil menunduk dan tersenyum manis.
Gadis itu tersenyum tipis meski sambil menghela. "Van, papa rupanya serius soal perjodohan itu, gimana?"
"Aku akan bicara sama papa dan mamamu, tenang saja."
"Aku udah bilang kalau aku punya kamu dan kamu serius mau lamar aku, papa tanya kapan, Van?"
"Aku pasti lamar kamu, Rin. Tapi, tidak dalam waktu dekat ini kita menikah. Kamu tahu 'kan kalau aku harus biayai adikku sekolah juga mengurus ibuku."
"Aku paham, Van. Tapi, papaku... enggak mahami itu. Dia bersihkukuh jodohin aku sama dia." Rindu merasa makin galau.
"Rindu," sapa seseorang pria yang berjas rapi mendekati keduanya, "kebetulan ketemu di sini, sama siapa?"
Rindu dan Vandi menatap pria yang baru datang bersamaan, kemudian saling pandang dan hanya Rindu yang menatap pria berjas rapi itu.
"Sama pacar aku, sama siapa lagi menurutmu?" ketus Rindu.
Pria itu tersenyum dan mengulurkan tangannya, "Mau pulang sama aku enggak? Aku beli makanan pesanan mamamu, sekalian kita pulang, yuk!"
"Aku bisa pulang bareng Vandi, kamu pulang duluan saja, Za." Rindu menolak ajakan Reza, pria yang akan dijodohkan papanya.
"Lebih enakan naik mobil, Rindu daripada naik motor di luar hujan loh," bujuk Reza memegang lengan Rindu. Rindu mengibaskan rengkuhan tangan Reza seketika.
"Hei, Bung! Rindu udah nolak pulang denganmu, berhenti mengganggu pacarku dan pergilah!" Vandi memegangi tangan Reza yang akan memegang lengan Rindu lagi.
"Kau hanya pacarnya, aku calon tunangannya. Derajat kita beda, aku yang bisa dipastikan akan miliki Rindu di masa depan." Reza menatap Vandi meremehkan.
"Stop, Za! Pulanglah," pinta Rindu.
Kedua pria yang memperebutkan Rindu berhenti berdebat dan saling mendorong itu menatap Rindu bersamaan. Rindu menatap Reza dengan garang sementara tangannya merangkul lengan Vandi dengan mesra.
"Aku tunggu kamu di rumah, Rindu." Reza akhirnya pergi dan membiarkan Rindu masih bersama Vandi.
"Ingin sekali kuhajar dia kalau enggak ada kamu, Rin," kata Vandi yang masih terpancing amarah.
"Kamu capek 'kan habis kerja enggak usah ladenin dia, Van."
Keduanya terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mengobrol kembali dan Vandi berjanji akan mempersiapkan diri melamar Rindu segera. Vandi mengantar Rindu pulang dengan kendaraan roda duanya, hanya itu yang ia miliki selama bekerja di restoran china itu. Vandi lebih giat menabung demi membelikan cincin untuk melamar Rindu, kekasih pujaan hatinya. Ibunya pernah berkata jika cinta yang tulus dan suci lebih mahal daripada sebentuk cincin berlian. Tapi, Vandi bersikeras mewujudkan mimpinya, ingin melihat Rindu memakai perhiasan cantik hasil jerih payahnya bekerja, bukan harta orangtua.
Vandi dan Rindu sampai di depan rumah Rindu, seperti yang telah Reza katakan sebelum pergi tadi jika menunggu Rindu di rumah bahkan sampai jam sepuluh malam, sungguh pria yang menyebalkan. Rindu mengajak Vandi masuk, meski ia tahu jika nantinya papa Rindu lebih memperhatikan Reza daripadanya. Rindu menggandeng Vandi masuk dan Vandi menyapa kedua orangtua Rindu dengan sopan, tapi tak ada sahutan hanya tatapan meremehkan saja yang diterima Vandi.
"Baru mau kujemput, Rin. Eh, kamu udah diantar pulang, makasih ya udah anterin calon tunanganku," kata Reza bangkit mendekati Rindu, mengambil tangannya dari genggaman Vandi.
Vandi mengeraskan rahangnya. "Masih calon tunangan 'kan? Belum tentu akan bertunangan, karena aku akan melamar Rindu besok pagi," kata Vandi lantang.
"Huh, melamar? Bawa apa kamu buat lamar Rindu?" tanya papa Rindu.
"Saya tawarkan cinta murni dan ketulusan untuk puteri, Om."
"Lalu kamu bisa beli pakaian bagus dan sepatu bagus hanya dengan cinta murni, Rin? Percuma kamu lamar anak tante, enggak bakal tante restuin kamu," kata mama Rindu.
"Mama, kok ngomong gitu sih sama Vandi?" tanya Rindu yang merasa tak enak dengan Vandi.
"Saya juga akan menjamin memperlakukan Rindu dengan baik dan penuh kasih sayang, soal harta Om dan Tante tenang saja, Tuhan menjamin rejeki saya tidak akan tertukar dengan orang lain," kata Vandi lantang.
"Huh, yang realistislah jadi pria. Mana ada hidup di jaman modern seperti ini mengandalkan cinta murni? Ketulusan saja? Hanya itu? Builshit."
Rindu menghadang Vandi yang akan meluapkan emosinya pada Reza. "Kamu besok janji mau datang 'kan lamar aku, ingat itu saja oke? Aku cinta kamu, aku mau sama kamu, Van."
Vandi menarik napasnya panjang dan mengabaikan Reza, papa dan mama Rindu yang mengobrol meremehkan Vandi. Vandi pulang dengan satu tekad, ia akan mendapatkan Rindu dengan restu orangtua dan Tuhan. Rindu menolak ajakan Reza untuk duduk bersama dan mengobrol setelah kepergian Vandi.
"Kamu mau jadi suamiku? Jangan mimpi deh, bangun jangan tidur terus." Rindu meninggalkan ruang tengah dengan langkah cepat.
Rindu masuk ke dalam kamarnya dengan kesal, terlihat sekali perlakuan orangtuanya pada Reza dan Vandi begitu berbeda. Rindu menumpahkan semua isi pikirannya pada sahabat terdekat, Via memberi saran jika Rindu harus mencari tahu siapa Reza sebenarnya, karena selama ini Rindu hanya tahu jika Reza adalah pengusaha hanya itu saja, seluk beluk tentang Reza tak benar ia ketahui selain informasi dari papanya. Rindu berinisiatif akan mendatangi kantor Reza besok pagi dan tidur untuk saat ini.
Rindu benar-benar mendatangi kantor Reza tanpa sepengetahuan siapapun, termasuk Reza sendiri. Ia diberi tahu Vandi jika sudahdi rumahnya bersama ibu dan adiknya melamar Rindu, tapi ia meminta maaf jika tidak ada di rumah dengan alasan ada tugas kuliah dan Vandi memahami itu. Rindu mengatakan jika ingin bertemu pada bagian resepsionis tapi tanpa menyebutkan namanya yang asli. Ia datang ke lantai di mana ruangan Reza berada setelah bertanya pada salah satu pegawai.
Rindu membuka pintu ruangan Reza saat sekretarisnya tak menghadap meja kerjanya. Rindu penasaran perihal pribadi Reza, cara kerjanya, bagaimana ia memimpin perusahaan dan lainnya. Tapi, Rindu disuguhi pemandangan yang membuat siapapun merasa jijik seketika. Ia mematung melihat pria bernama Reza tengah memagut mesra seorang pegawai pria yang memberitahunya di mana letak ruangan Reza beberapa saat lalu. Rindu mengambil ponselnya dan memvideo kegiatan mesra Reza sebagai bukti penolakan keras terhadap papa dan mamanya di rumah.
"Aku butuh lelaki tulen yang menyayangiku apa adanya, bukan lelaki macho, tajir dan ganteng seperti Reza tapi doyan sesama jenis di belakang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen ArlenLangit
RomanceStori ini berisi cerita dengan judul berbeda. Carilah tempat duduk yang paling nyaman di rumah Arlen dan cicipi teh hangat buatan Arlen, semoga suka dan bisa sekalian mengambil hikmahnya. Salam, ArlenLangit Gresik, 21-11-2018